Konten dari Pengguna

Pancasila dan Upaya Mewujudkan Solidaritas Global

Cindy Muspratomo
Penulis lepas, bookstagrammer, dan pemilik lapak haka bookstore
1 Juni 2023 11:42 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Cindy Muspratomo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Garuda Pancasila.
 Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Garuda Pancasila. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Untuk mengawali tulisan ini, saya mengucapkan selamat Hari Pancasila 2023. Sejak dicetuskan pada 1 Juni 1945 hingga kini, Pancasila tidak hanya berfungsi sebagai ideologi bangsa, tapi juga inspirasi dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila, menurut saya tidak hanya berguna untuk menyatukan bangsa Indonesia, tetapi juga bisa kita gunakan untuk menyatukan dunia dan mewujudkan solidaritas global.
Di tengah pandemi Covid-19, kalau tidak salah pada bulan Maret 2020, Yuval Noah Harari, seorang sejarawan dan filsuf Israel terkenal, dalam tulisannya yang berjudul The World after Coronavirus, mengingatkan kita akan pentingnya solidaritas global
Dalam tulisan tersebut secara khusus Yuval menyebutkan di bawah ancaman global berupa pandemi dan krisis ekonomi, kerjasama dan kolaborasi antara negara-negara di dunia amat dibutuhkan.
Pandangan Harari bisa kita tarik lebih jauh lagi. Solidaritas global bukan cuma kunci untuk mengatasi pandemi atau krisis ekonomi, tapi juga solusi atas persoalan global lain yang tak kalah penting seperti masalah perubahan iklim, krisis pangan, atau konflik internasional.
ADVERTISEMENT
Menurut Harari terwujudnya solidaritas global memerlukan perubahan cara berpikir bangsa-bangsa di dunia.
Ilustrasi Garuda sebagai lambang negara Indonesia. Foto: Shutter Stock
Jika selama ini kita merasa hanya sebagai warga negara tertentu, dan hanya peduli pada urusan-urusan lokal di negara kita, maka menurut Harari, kita perlu mengubah cara berpikir itu. Kita mesti berpikir melampaui batas-batas nasional dengan memandang diri kita sebagai bagian dari warga dunia.
Kita harus sadar, di dunia ini kita tidak hidup sendiri. Kita berbagi masalah dan tanggung jawab dengan warga negara lain. Hal itu disebabkan banyak persoalan dunia yang ternyata tidak mengenal batas geografis atau politik.
Perubahan iklim, misalnya, ia bukan hanya masalah yang terjadi di satu kawasan tertentu. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh satu atau dua negara saja, tetapi seluruh planet. Itulah mengapa perubahan iklim menjadi masalah bersama. Mustahil ia diselesaikan hanya oleh satu negara.
ADVERTISEMENT
Untuk mewujudkan solidaritas global, Harari juga menyebutkan pentingnya berbagi pengetahuan dan sumber daya antar negara. Hal ini masuk akal karena kenyataannya pengetahuan dan sumber daya tidak tersebar secara merata. Ada kawasan yang amat kaya sumber daya tapi miskin pengetahuan. Begitu pula sebaliknya.
Ilustrasi perang Ukraina dan Rusia. Foto: REUTERS/Dado Ruvic
Meski dipandang amat penting, mewujudkan solidaritas global bukanlah tugas yang mudah. Ada hambatan besar dalam membangun rasa saling percaya dan peduli antar satu negara dengan negara lain. Kepentingan-kepentingan nasional yang berbeda, ideologi yang berbeda, dan konflik masa lalu adalah contohnya.
Pertikaian Rusia dan Ukraina, Israel dan Palestina, Taiwan dan Cina, Korea Selatan dan Korea Utara, Perang Ekonomi antara Cina dan Amerika, dan sengketa-sengketa perdagangan internasional antara beberapa kawasan merupakan contoh nyata hambatan mewujudkan solidaritas global.
ADVERTISEMENT
Kabar baiknya, Pancasila, sebagai ideologi bangsa Indonesia, punya potensi untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut.
Ini bukan gurauan. Pancasila, seperti yang kita ketahui, memang digali dari kearifan-kearifan lokal Nusantara. Namun, ia juga mengandung nilai-nilai universal. Oleh karenanya, ia tidak hanya relevan sebagai ideologi nasional, tapi sangat mungkin dijadikan ideologi global.
Harap kita ingat, pada Sidang Umum PBB, 30 September 1960, Presiden Soekarno pernah menawarkan Pancasila sebagai alternatif ideologi dunia. Pidato tersebut mendapatkan banyak tanggapan positif dari pemimpin-pemimpin dunia masa itu.
Pemimpin Partai Nasional Indonesia, Sukarno, berpidato di depan rapat umum 200.000 orang di Makassar. Foto: AFP
Tidak heran, saat itu dunia sedang terpolarisasi menjadi dua kubu, Blok Barat dan Blok Timur. Kapitalisme dan Sosialisme. Dan Pancasila mencoba mendamaikan keduanya dengan merumuskan titik temu atau sintesis.
Pada kesempatan itu, Presiden Soekarno menyampaikan nilai-nilai universal Pancasila, yaitu believe in God, humanity, nasionalism, democracy, dan social justice. Dan, lima konsep tersebut menurut saya adalah dasar penting terwujudnya solidaritas global pada masa kini.
ADVERTISEMENT
Ketuhanan Yang Maha Esa mengajarkan bahwa tak peduli apa pun agama seseorang, apa pun suku, ras, dan budayanya, apa pun kepentingannya, pada dasarnya kita semua adalah manusia yang saling terhubung dan bergantung pada satu kekuatan yang maha besar, yakni Tuhan.
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab akan memupuk empati dan solidaritas juga dapat dijadikan inspirasi untuk memperjuangkan HAM dan keadilan.
Sila ketiga, persatuan, yang di dalamnya integral dengan konsep Bhinneka Tunggal Ika mengajarkan bagaimana mewujudkan unity in diversity. Prinsip ini tentu bisa kita promosikan ke seluruh dunia. Dengannya kita mengajak semua negara untuk saling menghormati perbedaan dan mengedepankan kerja sama.
Ilustrasi musyawarah. Foto: Shutter Stock
Musyawarah dan Mufakat sebagai sila keempat mengandung prinsip demokrasi. Dalam konteks global, hal ini berarti mempromosikan dialog dan perundingan antara negara dalam menghadapi isu-isu global. Dengan komunikasi dan negosiasi yang baik, solidaritas global dapat ditumbuhkan.
ADVERTISEMENT
Prinsip keadilan sosial sebagai sila terakhir dapat diterapkan secara global dengan mengupayakan pembagian sumber daya yang adil, mengatasi ketimpangan ekonomi dan sosial antar kawasan, serta memperjuangkan hak-hak individu tanpa memandang asal-usul atau kebangsaan.
Dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila di tingkat global secara serius, sadar, dan berkomitmen, saya rasa solidaritas global bukan cuma mimpi di siang bolong.
Dengan ancaman masalah global yang terjadi saat ini atau yang akan terjadi di masa depan, seperti masalah perubahan iklim, wabah penyakit, krisis kemanusiaan, krisis pangan, krisis sumber daya, kemiskinan, kelaparan, juga konflik dan keamanan, maka mewujudkan solidaritas global menjadi penting dan mendesak.
Ancaman-ancaman global tersebut tidak dapat diatasi oleh satu negara saja. Kerja sama internasional serta kepemimpinan dan solidaritas global adalah kunci untuk menghadapinya secara efektif dan Pancasila bisa jadi landasan untuk mewujudkannya.
ADVERTISEMENT