Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Pesan Nilai dalam Tradisi Lisan Peribahasa Masyarakat Sunda
4 Februari 2024 11:28 WIB
Tulisan dari Cipta Sajati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam setiap bentuk hasil budaya yang diwariskan oleh masyarakat masa lampau, terdapat sebuah nilai yang menunjukan bahwa terdapat sebuah harmoni sosial pada pola interaksi masyarakat, baik itu harmoni dalam proses interaksi antar manusia ataupun harmoni antara manusia dengan alam. Sebagai wujud dari cipta rasa dan karsa dari sekelompok manusia maka hasil budaya tersebut memiliki bentuk yang beragam. Untuk mempertahankan sekaligus mewariskan agar nilai dalam budaya tersebut dapat terus lestari dan berkembang, maka kelompok masyarakat menciptakan sebuah tradisi. Pada prosesnya, sebuah tradisi menjadi sebuah penguat agar budaya yang telah dihasilkan oleh masyarakat sebelumnya serta menjadi suatu media agar nilai dalam budaya tersebut dapat ditransformasikan secara konsisten kepada masyarakat, dan pesan akan harmonisasi di dalam masyarakat dapat terus terjaga, meskipun individu-individu dalam masyarakat telah banyak berubah.
Sebagai bangsa yang sangat kaya akan kebudayaan, sudah barang tentu Indonesia memiliki keragaman tradisi yang dapat kita lihat pada setiap komponen suku yang ada di Indonesia. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, efektvitas dari sebuah tradisi sebagai medium penyampaian nilai sebuah budaya, semakin tergerus dan banyak berubah hanya menjadi sebuah ritual atau didekatkan pada mitos. Padahal apabila kita dapat memaknai makna tradisi tersebut, maka kita akan dapat melihat bahwa nilai yang coba diungkapkan dalam tradisi tersebut sangatlah berharga, terutama dalam proses interaksi sosial antar masyarakat, baik dalam skala lokal ataupun global.
ADVERTISEMENT
Proses alih nilai budaya kepada masyarakat melalui tradisi dilakukan melalui beberapa cara. Hal ini tidak terlepas dari jenis budaya yang dihasilkan yang berupa kebendaan (materi) dan yang berbentuk non-benda (immateri). Dalam mewariskan hasil budaya tersebut, terutama budaya non-benda, masyarakat Indonesia menggunakan tradisi lisan sebagai cara dalam proses transformasi nilai yang terdapat dalam budaya tersebut.
Jenis tradisi lisan dalam masyarakat Indonesia sangatlah beragam. Apabila ditelusuri, nampaknya hampir setiap suku di Indonesia memiliki sebuah tradisi lisan yang didalamnya terdapat sebuah usaha mentransformasikan nilai yang terdapat pada budaya sesuai dengan daerahnya masing-masing. Tradisi lisan sebagai sebuah hasil memori kolektif masyarakat dari masa ke masa memiliki peranan yang signifikan dalam proses alih nilai, terutama pada masyarakat Indonesia yang memiliki budaya tutur sangat baik.
ADVERTISEMENT
Pada masyarakat Sunda, sebagai bagian tak terpisahkan dari bangsa Indonesia, maka terdapat pula berbagai jenis tradisi lisan yang diwariskan sejak masa lampau. Tradisi lisan masyarakat Sunda memiliki kegunaan sebagai penanaman nilai yang meliputi berbagai aspek dalam proses interaksi kehidupan masyarakat. Beberapa nilai yang coba di transformasikan melalui tradisi lisan pada masyarakat Sunda antara lain adalah kebebasan dalam berpikir, harmonisasi dengan alam, serta adab dan moralitas.
Ketiga nilai tersebut ditransformasikan dalam masyarakat dari generasi ke generasi melalui tradisi lisan dengan berbagai bentuk, diantaranya adalah melalui peribahasa (paribasa). Bentuk tradisi lisan ini membentuk sebuah kearifan lokal yang didalamnya terdapat suatu rupa kepandaian serta pedoman bagi manusia dari berbagai masa untuk dapat hidup secara harmonis dan dapat mencegah berbagai bencana yang dapat terjadi bagi kehidupan umat manusia.
ADVERTISEMENT
Paribasa: ungkapan penuh makna
Bentuk tradisi lisan yang dijadikan oleh masyarakat Sunda sebagai media penyampaian nilai budaya yang pertama adalah paribasa (peribahasa). Paribasa adalah sebuah ungkapan tradisional yang dihasilkan melalui sebuah kearifan lokal, yang dirangkai dengan kata-kata yang memiliki kiasan dengan maksud tertentu didalamnya. Sebagai bagian dari perkembangan bahasa maka paribasa adalah suatu produk budaya, yang memiliki peran sebagai ciri atau sifat cara berpikir sebuah bangsa.
Dengan adanya perkembangan dunia berbentuk globalisasi, makna dalam sebuah paribasa sebenarnya tepat dijadikan sebagai pijakan dalam menghadapi perkembangan tersebut. Hal itulah yang penulis lihat dari paribasa pada masyarakat Sunda. Salah satunya adalah paribasa yang berbunyi adat ka kurung ku iga. Secara Bahasa arti dari paribasa tersebut adalah Adat (Sifat/kebiasaan) ka kurung (terkurung) ku (oleh) iga (Tulang Iga). Sedangkan secara makna paribasa tersebut memiliki arti Adat/kebiasaan terkungkung oleh kebiasaan yang telah berlangsung lama.
ADVERTISEMENT
Masyarakat Sunda, adalah masyarakat yang dinamis, dapat mengikuti perkembangan zaman dengan baik. Perkembangan zaman yang tak dapat dihindari, menjadi dijadikan oleh masyarakat Sunda sebagai tantangan tersendiri. Bukan dihindari, tapi perkembangan zaman tersebut dijadikan sebagai patokan kearah mana masyarakat akan bergerak. Menghadapi tantangan zaman maka salah satu sikap yang diperlukan adalah memiliki pemikiran terbuka yang mampu menerima sesuatu yang baru dengan tanggapan positif.
Untuk menyampaikan pesan agar masyarakat Sunda dari generasi ke generasi tetap melanjutkan tradisi sebagai sekolompok masyarakat yang mampu menghadapi tantangan zaman dengan berpikiran terbuka, maka digunakanlah media paribasa yang berbunyi Adat ka kurung ku Iga. Ungkapan atau paribasa tersebut adalah sebuah pesan bahwa setiap individu pada masyarakat Sunda, tidak diperbolehkan hanya mengikuti kebiasaan lama yang dapat menghambat dalam proses adaptasi terhadap perkembangan zaman. Kebiasaan lama ini merupakan sesuatu yang dapat membuat setiap individu terhambat untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang dinamis. Kebiasaan lama ini pula yang dapat membuat setiap individu tidak memiliki pemahaman akan sesuatu yang baru dikarenakan pemikirannya tertutup dan menolak sesuatu yang dianggap baru olehnya.
ADVERTISEMENT
Berhubungan dengan paribasa adat ka kurung ku iga yang berpesan agar kita tidak terkungkung oleh kebiaaan lama yang menghambat, paribasa lain dalam masyarakat Sunda yang memiliki makna serupa berbunyi ulah agul ku payung butut. Sebuah paribasa yang memiliki arti secara Bahasa ulah (jangan) agul (Sombong) ku (Oleh) payung butut (payung jelek). Makna dari paribasa ini adalah, bahwa manusia jangan terlalu bangga dengan turunan atau kejayaan masa lalu.
Setali tiga uang dengan paribasa ssebelumnya, maka pada paribasa ini, masyarakat Sunda masa lalu berpesan pada masyarakat pada generasi setelahnya, agar meninggalkan kebiasaan lama yang mengungkung dan menghambat perkembangan, yaitu hanya bangga dengan masa lalu, tapi lupa akan tantangan zaman yang sedang dihadapi. Dengan kebiasaan seperti itu, maka masyarakat akan terlena dan hanya berkecimpung pada pola pikir nostalgia, namun tidak mengambil pelajaran dari apa yang telah terjadi di masa lalu untuk dijadikan pijakan untuk bertindak dan mengubah masa sekarang.
ADVERTISEMENT
Berpikiran terbuka dan tidak menjadikan masa lalu sebagai kebanggan belaka merupakan pesan mendalam yang disampaikan oleh masyarakat Sunda masa lalu, yang sangat relevan dengan perkembangan masa kini. Masyarakat Sunda masa lalu belum mengenal istilah Globalisasi, namun mereka telah berpesan kepada generasi setelahnya agar memiliki nilai diri yang mampu menghadapi masa globalisasi. Para local genius menunjukan sebuah upaya untuk turut menyumbangkan nilai yang mereka yakini untuk arah kebudayaan di masa yang akan datang.
Hal ini berarti bahwa para local genius masyarakat Sunda memiliki pandangan yang visioner dan telah mempersiapkan kedinamisan yang akan berlangsung di masa depan. Untuk melengkapi pesan agar masyarakat Sunda berpikiran terbuka dan meninggalkan kebiasaan lama, maka para local genius ini juga menyampaikan sebuah pesan yang bermakna menyemangati para generasi setelahnya, agar mampu bersaing menghadapi ketatnya persaingan global. Ungkapan tersebut berbunyi ulah kumeok samemeh dipacok. Arti dari ungkapan ini memiliki makna bahwa setiap orang jangan dulu menyerah sebelum mencoba. Arti kata dipacok yang berarti digigit, dimaksudkan bahwa setiap orang jangan meninggalkan sesuatu yang belum ia coba. Pada arus globalisasi ungkapan ini adalah sebuah pesan, bahwa setiap Individu harus berani mencoba sesuatu, mempunyai daya saing, sehingga mampu menjadi individu yang siap dalam menghadapi tantangan zaman dan menjadi bagian masyarakat dunia.
ADVERTISEMENT
Untuk melengkapi sikap guna mencapai tujuan yang dikehendaki, maka para local genius menyampaikan nilai yang berhubungan dengan etika, melalui ungkapan tungkul ka jukut tanggah ka sadapan. Ungkapan ini memiliki makna apabila kita mengerjakan sesuatu yang memilki prioritas utama maka kerjakanlah hal itu dengan fokus tanpa terganggu orang lain, selain itu kita harus tetap rendah hati apabila kita telah berhasil mencapai tujuan tersebut.
Dari penjelasan di atas kita bisa melihat bahwa terdapat berbagai pesan nilai yang mendalam dan terukur yang coba disajikan melalui tradisi paribasa. Nilai ini akan berguna untuk melengkapi proses pendidikan setiap individu guna mencapai pola dan wujud pendidikan yang berkualitas