Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten Media Partner
Jejak Romantisme Sunan Gunung Jati-Nyi Mas Pakungwati di Masjid Sang Cipta Rasa
2 Mei 2020 13:15 WIB
ADVERTISEMENT
Ciremaitoday.com, Cirebon - Wilayah Cirebon menyimpan sejarah panjang penyebaran ajaran Islam di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Sejumlah tokoh besar Islam di Tanah Air lahir di Cirebon, dikenal sebagai para wali. Mereka berperan besar menyebarkan ajaran Islam sebagai agama rahmatan lil alamin ke berbagai penjuru Tanah Air.
ADVERTISEMENT
Salah satunya adalah Syekh Maulana Syarif Hidayatullah atau lebih dikenal dengan nama Sunan Gunung Djati yang mendirikan kerajaan Islam Cirebon dan Banten pada awal abad 16. Kerajaan ini menjadi kerajaan Islam pertama di Jawa Barat.
Sunan Gunung Djati diperkirakan lahir pada tahun 1448 dan wafat pada tahun 1568 di usia 120 tahun. Ada sejumlah bukti sejarah yang menjadi jejak cerita Sunan Gunung Djati. Salah satunya adalah Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang ikonik. Masjid Agung Cipta Rasa menjadi bukti salah satu syiar Islam di tanah Jawa.
Selain saksi penyebaran Islam pada zaman Wali Sanga (Songo), rupanya Masjid Agung Sang Cipta Rasa juga jadi saksi kisah romantisme yang menggugah perasaan hati, emosi jiwa dan juga kasih sayang sang Sunan. Menurut papan pemberitahuan yang ada di depan Masjid Agung Sang Cipta Rasa, masjid tersebut dibangun pada tahun 1480.
ADVERTISEMENT
Saat itu Sunan Gunung Jati telah mempersunting Nyi Mas Pakungwati. Masjid Agung Sang Cipta Rasa merupakan aktualisasi rasa cinta Sunan Gunung Jati kepada istrinya. Ya, Masjid Agung Sang Cipta Rasa merupakan hadiah bagi Nyi Mas Pakungwati.
"Pembangunan masjid ini inisiatif Sunan Gunung Jati untuk istrinya, Nyi Mas Pakung Wati, intinya sih hadiah buat istrinya," kata Moh Ismail salah seorang pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Agung Sang Cipta Rasa, belum lama ini.
Pengurus masjid yang juga seorang muazin azan pitu, atau azan tujuh di Masjid Agung Sang Cipta Rasa itu mengaku tak banyak literatur yang menjelaskan secara detail pembangunan masjid.
Namun, menurut Ismail, masjid tersebut dibangun sekitar tahun 1840. Ismail mengatakan sebagian masjid masih orisinil. Seperti tiang-tiang penyangga yang terbuat dari kayu. Ukurannya besar, bewarna cokelat.
ADVERTISEMENT
Bangunan masjid dibagi menjadi dua, ruang utama dan serambi. Untuk masuk ke ruang utama, jemaah atau pengunjung harus menundukkan kepala. Sebab, pintu masuk ke ruang utama dibuat begitu kecil.
Di ruang utama masjid terdapat dua tempat khusus bagi keluarga kesultanan Cirebon, yakni persis di samping tempat pengimaman dan saf paling belakang. Tempat khusus bagi keluarga kesultanan ini dikelilingi dengan pagar kayu, tingginya sekitar 50 sentimeter.
Ismail mengatakan arsitektur masjid merupakan percampuran antara Islam dan Hindu. Sebab, lanjut dia, Sunan Gunung Jati menunjuk dua arsitek hebat untuk membangun Masjid Agung Sang Cipta Rasa, yakni Sunan Kalijaga dan Raden Sepat.
"Raden Sepat ini bukan muslim, penganut Hindu katanya. Makanya ada nuansa Hindu di masjid ini," kata Ismail.
ADVERTISEMENT
Ismail menjelaskan Masjid Agung Sang Cipta Rasa sebelumnya bernama Masjid Pakung Wati, nama dari istri Sunan Gunung Jati. Kemudian, lanjut dia, nama masjid diubah pada 1970 menjadi Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
"Karena ini kan persembahan buat istri Sunan Gunung Jati, jadi awalnya bernama Masjid Pakung Wati," katanya.
Sementara itu, pada literatur lain menyebutkan bahwa Masjid Agung Sang Cipta Rasa dibangun sekitar tahun 1849. Seperti yang dirilis Pemprov Jabar dalam halaman resminya jabarprov.go.id.
Dalam halaman resmi Pemprov Jabar itu menyebutkan masjid bersejarah itu dibangun oleh Sunan Kalijaga dan Raden Sepat, seperti yang dijelaskan oleh Ismail. Pembangunan masjid dibuat dalam waktu semalam dan dibantu oleh 200 pekerja.
Dalam halaman resmi itu juga menyebutkan tentang makna penamaan masjid. Nama Sang Cipta Rasa merupakan pengejawantahan dari rasa dan kepercayaan.
ADVERTISEMENT
Seperti yang diungkap Ismail, sebelumnya masjid tersebut bernama Pakung Wati. Menurut cerita rakyat, pembangunan masjid ini hanya dalam tempo satu malam. Masjid tersebut langsung digunakan untuk salat subuh setelah selesai dibangun.
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!