Polres Indramayu Bongkar Penyelundupan Pupuk Bersubsidi

Konten Media Partner
12 Januari 2021 12:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Polres Indramayu berhasil membongkar praktik penyelundupan pupuk bersubsidi, Selasa (12/1/2021). Sebanyak 10 ton pupuk jenis NPK merek Ponska berhasil diamankan. (Tomi Indra)
zoom-in-whitePerbesar
Polres Indramayu berhasil membongkar praktik penyelundupan pupuk bersubsidi, Selasa (12/1/2021). Sebanyak 10 ton pupuk jenis NPK merek Ponska berhasil diamankan. (Tomi Indra)
ADVERTISEMENT
Ciremaitoday.com, Indramayu,- Satuan Reskrim Polres Indramayu berhasil membongkar praktik penyelundupan pupuk bersubsidi, Selasa (12/1/2021). Sebanyak 10 ton pupuk jenis NPK merek Ponska berhasil diamankan berikut dua tersangka.
ADVERTISEMENT
Diperoleh informasi, penyelundupan pupuk terbongkar saat polisi mencurigai adanya kegiatan bongkar muat disebuah gudang di sebuah gudang Desa Mekarsari, Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu.
Saat diperiksa, surat jalan yang ditunjukkan awak truk ternyata berasal dari Kabupaten Subang. Atas temuan itu, truk bernomor polisi T-9154-E bermuatan 10 ton pupuk diamankan.
Dua orang warga Kabupaten Indramayu ikut diamankan yakni SJR (47 tahun) warga Desa/Kecamatan Bangodua dan BG (42 tahun) seorang pedagang pupuk asal Kecamatan Tukdana.
Kapolres Indramayu AKBP Hafidh S Herlambang menjelaskan, dari hasil pemeriksaan terungkap kedua tersangka memesan pupuk bersubsidi itu dari wilayah Kabupaten Subang. Mereka lalu berencana menjual kepada petani dengan harga jauh di atas HET (Harga Eceran Tertinggi).
ADVERTISEMENT
"Tersangka memanfaatkan situasi saat petani membutuhkan pupuk. Tetapi pupuk bersubsidi yang kami amankan ini, bukan peruntukan wilayah edar Kabupaten Indramayu," ungkap Hafidh didampingi Kasubbag Humas AKP Budiyanto.

Jual Pupuk Bersubsidi dengan Harga Tinggi

Dari keterangan para tersangka, mereka membandrol pupuk selundupan itu di harga Rp 330.000 per kwintal. Harga itu jauh di atas HET pemerintah dimana jenis NPK ditetapkan sebesar Rp 230.000 per kwintal.
"Tersangka kami jerat dengan UU Darurat RI nomor 7 tahun 1955 tentang tindak pidana ekonomi dan Permendag RI nomor 15 tahun 2013 dengan ancaman hukuman paling lama 5 tahun," ujar Hafidh. ***