Suhu di Gunung Ciremai Capai 18 Derajat Celsius Akibat Kemarau Panjang

Konten Media Partner
28 Juni 2019 10:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Taman Hutan Gunung Ciremai. (Dok. Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Taman Hutan Gunung Ciremai. (Dok. Pribadi)
ADVERTISEMENT
ciremaitoday.com, Kuningan, - Cuaca ekstrem yang melanda dataran tinggi di sejumlah daerah, berdampak pula terhadap kondisi di kawasan pegunungan, termasuk Gunung Ciremai di Kabupaten Kuningan. Bahkan sepanjang kemarau, temperatur atau suhu di kawasan kaki Gunung Ciremai hingga di dataran tingginya lebih dingin dari biasanya.
ADVERTISEMENT
Sekalipun suhu lebih dingin pada malam dan pagi hari, namun tumbuhan pertanian di sekitar kaki Gunung Ciremai tidak sampai diselimuti embun es. Justru akibat kemarau berkepanjangan, tumbuhan liar yang hidup di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) mulai mengering.
“Kalau kondisi di kawasan Gunung Ciremai, beberapa bulan terakhir memang sudah mulai kering. Sebab hujan sudah lama belum turun dan suhu di lapangan agak lebih dingin, mungkin karena pengaruh musim kemarau,” kata Kepala Balai TNGC Kabupaten Kuningan, Kuswandono, Jumat (28/6).
Berdasarkan informasi yang diterima, lanjutnya, suhu udara terendah sejauh ini di kawasan Gunung Ciremai mencapai 18 derajat celcius. Walau demikian, kawasan Gunung Ciremai masih dalam kondisi aman untuk pendakian.
Alhamdulillah kalau untuk pendakian masih cukup aman. Sebetulnya kalau jalur pendakian itu, kan, di sini ada empat, ya, ada Linggarjati dan Linggasana itu di daerah tengah, dan dua lagi di daerah selatan, yakni Palutungan dan Apuy, ini masih cenderung aman,” katanya.
Taman Hutan Gunung Ciremai. (Dok. Pribadi)
Dia juga menyebut, sekalipun lebih dingin dari cuaca biasanya, namun di sana tidak seperti kawasan Gunung Dieng dan Bromo yang tumbuhannya diselimuti es hingga membeku.
ADVERTISEMENT
“Enggak sampai begitu, di sini enggak. Tapi memang dugaan dari BMKG katanya tahun ini ada el nino juga, akan lebih kering dan lebih panjang kemarau ini,” ungkapnya.
Kemarau panjang juga mengakibatkan kekeringan pada tumbuhan di sejumlah titik kawasan TNGC. Hal itu dapat memicu terjadinya kebakaran lahan di kawasan TNGC, khususnya lahan yang banyak ditumbuhi semak belukar.
“Kita mencoba melakukan analisis data dari kejadian kebakaran sebelumnya, itu terjadi karena apa saja kan macam-macam. Kemudian terjadi kebakaran itu lokasinya di mana saja, kita identifikasi,” ungkapnya.
Tambahnya, kajian itu dilakukan untuk mencari solusi tepat dalam mengantisipasi terjadinya kebakaran lahan di kawasan TNGC. Langkah ini sebagai upaya agar kebakaran hutan di kawasan TNGC tidak terjadi lagi.
ADVERTISEMENT
“Sebab, terjadinya kebakaran itu lokasinya di titik itu-itu saja. Bisa jadi vegetasinya memang karena banyak semak belukar dan kering secara alami, atau bisa jadi lokasi sekitarnya memang daerah pertanian yang saat masyarakat membuka lahan itu dengan cara dibakar, misalnya tidak terkontrol dan dapat merambat ke kawasan taman nasional,” bebernya.
Kuswandono menambahkan, melihat daerah dengan vegetasi alamnya yang masih hijau, seharusnya kebakaran lahan di tahun sebelumnya tidak sampai terjadi. Sedangkan titik rawan kebakaran itu terdapat di bagian utara kawasan taman nasional, yakni Kecamatan Pasawahan, Kecamatan Mandirancan, dan Kecamatan Cilimus. (*)
Penulis: Andry Yanto
Editor: Tomi Indra Priyanto