Asal Usul Nama Kota Bantul

Citra Anggun Yusmia
Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Konten dari Pengguna
16 Januari 2021 13:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Citra Anggun Yusmia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Daerah Istimewa Yogyakarta atau biasa di singkat dengan DIY adalah salah satu daerah otonom setingkat provinsi yang ada di Indonesia. Daerah Istimewa Yogyakarta yang menjadi salah satu Identitas utama Indonesia. Siapa yang tak kenal dengan Daerah Istimewa Yogyakarta? Sebagai cikal bakal Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki status “Kerajaan”. Status ini membawa konsekuensi kewenangan untuk mengatur dan mengurus wilahnya di bawah pengawasan pemerintahan. Daerah Istimewa Yogyakarta ini terdiri dari empat Kabupaten, yaitu Kabupaten Kota Yogyakarta atau sering di kenal dengan Kota Madya, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, dan Kabupaten Gunung Kidul. Kabupaten-kabupaten yang berada di Dearah Istimewa Yogyakarta tentu mempunyai latar belakang dan jejak historis yang beragam. Kabupaten bantul merupakan ini terletak berada di sebelah selatan Provinsi DIY. Pada bagian sebelah utara, Kabupaten Bantul berbatasan dengan Kota Yogyakarta, pada bagian sebelah berbatasan dengan samudra Indonesia, pada bagian sebelah timur perbatsan dengan Kabupaten Gunung Kidul, dan pada bagian sebelah barat berbatasqn dengan Kabupaten Kulon Progo. Kilas sejarah Kabupaten Bantul memang tidak bisa dilepaskan dari sejarah Yogyakarta sebagai perjuangan Indonesia pada umumnya. Kabupaten Bantul tidak dapat dipisahkaan dari jejak historis kota Yogyakarta yang memiliki status “Kerajaan”.
ADVERTISEMENT
Asal-usul nama Bantul berasal dari Kisah Seorang Ki Ageng Mangir. Di mata Mataram, Mangir dikenal sebagai tokoh yang memberontak karena dituduh ingin melepaskan diri dari Mataram. Dia meninggal di tangan Panembahan Senopati yang sebenernya merupakan mertuanya sendiri. Panembahan Senopati mengatur skenario dengan menjebak Ki Ageng Mangir dengan mengirimkan anak sulung, untuk mengikat Mangir dengan cara menyamar sebagai penari tayub. Strateginya berhasil dan kemudian dia meminta Ki Ageng Mangir untuk mau datang menghadap ayahandanya. Namun saat menghadap dan sujud di depan Panembahan Senopati, kepalanya dibenturkan ke batu gilang tempat duduk sang raja.
Siapa sebenarnya Ki Ageng Mangir tidak ada catatan yang jelas. Dalam Babad Mangir disebutkan setidaknya ada tiga tokoh yang menggunakan nama Mangir. Trah Mangir ini dalam babad diceritakan berasal dari Brawijaya V yang berputra Radyan Alembumisani. Alembumisani ini melarikan diri dari Majapahit ke arah barat bersama istrinya. Kemudian dia mempunyai seorang putra yang diberi nama Radyan Wanabaya. Radyan Alembumisani meninggal di daerah Gunungkidul. Radyan Wanabaya inilah yang kemudian tinggal di Mangir sehingga ia terkenal dengan nama Ki Ageng Mangir Wanabaya (Mangir I). Ki Ageng Mangir Wanabaya I menurunkan Ki Ageng Mangir Wanabaya II. Mangir I juga mempunyai istri (selir), putri dari Demang Jalegong. Dalam cerita tutur dikenal Rara Jalegong melahirkan anak yang berupa naga yang diber nama Ki Bagus Baruklinting ini mempunyai kesaktian yang luar biasa pada lidahnya sehingga lidahnya dibuat menjadi sebilah mata tombak oleh ayahnya sendiri dan diberi nama Kiai Baru.
ADVERTISEMENT
Dalam cerita rakyat dipercaya bahwa Ki Bagus Baruklinting adalah naga yang berubah wujud menjadi tombak pusaka (Kiai Baruklinting). Tombak Kiai Baruklinting senantiasa disanding oleh Ki Ageng Mangir. Namun senjata ini tidak dibawa menghadap Panembahan Senopati karena syarat menghadap raja semua senjata harus dilepas.
Dusun Mangir sekarang terbagi atas tiga wilayah, yakni Dusun Mangir Lor, Mangir Tengah dan Mangir Kidul. Lokasi ini terletak kira-kira 20 kilometer dari Kota Jogja. Secara administratif dusun ini masuk dalam wilayah Kalurahan Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Peninggalan yang masih ada di daerah ini antara lain batu persegi dengan ukuran 1×1 meter yang dipercaya sebagai tempat duduk Ki Ageng Mangir, arca lembu (kendaraan Dewa Siwa) dan beberapa fragmen arca.
ADVERTISEMENT
Selain itu ada beberapa peninggalan lain yang cukup tersebar di Dusun Mangir, yakni berupa onggokan batu bata dalam ukuran lebih besar dari rata-rata ukuran batu bata di zaman sekarang, onggokan batu bata yang hampir tersebar di seluruh Dusun Mangir ini diperkirakan merupakan sisa-sisa bangunan keraton Ki Ageng Mangir di masa lalu.
Cerita mengenai saat-saat boyongan dari Mangir ke Mataram merupakan sebuah kisah yang dramatis, hanya sayang tidak banyak masyarakat yang mengetahuinya. Kisah ini dapat dibaca dalam Babad Mangir. Dalam adegan ini pulalah kata BANTUL berasal, karena banyaknya EMBAN yang membawa barang serta srah-srahan dengan cara dipikul yang MENTUL-MENTUL. Itulah asal dari kata BANTUL, yang kini menjadi salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 26 dan 31 Maret 1831 mengadakan kontrak kerja sama tentang pembagian wilayah administratif baru dalam kasultanan disertai penetapan jabatan kepala wilayahnya. Saat itu Kasultanan Yogyakarta dibagi menjadi tiga kabupaten yaitu Bantulkarang untuk kawasan selatan, Denggung untuk kawasan utara, Kalasan untuk kawasan timur. Menindaklanjuti pembagian wilayah baru Kasultanan Yogyakarta, tanggal 20 Juli 1831 atau Rabu Kliwon 10 Sapar tahun Dal 1759 (Jawa) secara resmi ditetapkan pembentukan Kabupaten Bantul yang sebelumnya dikenal bernama Bantulkarang tersebut di atas. Seorang nayaka Kasultanan Yogyakarta bernama Raden Tumenggung Mangun Negoro kemudian dipercaya Sri Sultan Hamengkubuwono V untuk memangku jabatan sebagai bupati Bantul.
Sumber:Pos Jateng