Konten dari Pengguna

Generasi Z dan Stereotip Manja: Kebenaran atau Kesalahpahaman?

CITRA NESSA ARINALHAQ
Mahasiswa Aktif Politeknik Negeri Jakarta Jurusan Penerbitan Journalistic
26 Juni 2024 14:21 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari CITRA NESSA ARINALHAQ tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi gen z. Foto: Odua Images/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gen z. Foto: Odua Images/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam era di mana teknologi mengubah segalanya, Generasi Z tumbuh dengan kemudahan yang belum pernah terbayangkan sebelumnya. Mereka adalah produk dari revolusi digital yang menghadirkan kenyamanan tanpa batas, mulai dari memesan makanan dengan satu ketukan layar hingga menemukan hiburan dalam hitungan detik.
ADVERTISEMENT
Namun, di balik kecenderungan mereka terhadap kemudahan dan instan, muncul stereotip bahwa mereka terlalu "manja" dan sulit beradaptasi di dunia nyata, terutama dalam mencari pekerjaan yang menantang.
Generasi Z sering kali dianggap memprioritaskan gratifikasi instan dan penghargaan segera. Mereka tumbuh dalam era media sosial di mana apresiasi dalam bentuk like dan share bisa langsung diraih, menciptakan harapan yang serupa di dunia nyata. Ketika mereka memasuki dunia kerja, ekspektasi ini terkadang bertabrakan dengan realitas yang lebih kompleks dan tidak selalu memberikan pengakuan instan.
Namun, pandangan ini perlu dilihat lebih dalam. Ketergantungan mereka pada teknologi dan kenyamanan instan bukanlah sekadar hasil dari keinginan mereka untuk menghindari tantangan. Generasi Z adalah produk dari perubahan sosial dan teknologi yang cepat, yang mengubah cara mereka berinteraksi, belajar, dan bekerja. Kemampuan mereka untuk beradaptasi dan memanfaatkan teknologi bisa menjadi kekuatan besar dalam dunia kerja yang semakin digital.
ADVERTISEMENT
Contohnya, mereka mungkin lebih terampil dalam penggunaan alat-alat digital dan memiliki kecerdasan emosional yang kuat dalam berkomunikasi secara daring. Ini tidak boleh dianggap sebagai kelemahan, tetapi sebagai aset yang berharga dalam lingkungan kerja yang terus berkembang.
Stereotip "manja" terhadap Generasi Z tidak dapat diabaikan, tetapi juga tidak boleh disederhanakan. Perlu dipahami bahwa mereka adalah produk dari masa yang berbeda dengan tantangan yang unik. Memahami latar belakang mereka yang didorong oleh teknologi dan kenyamanan instan adalah langkah pertama untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan mendukung bagi semua generasi.
Dengan lebih memahami perspektif Generasi Z, kita dapat mengubah stereotip menjadi kesempatan untuk memperkuat komunitas kerja yang beragam. Dengan memanfaatkan kekuatan teknologi dan kecerdasan emosional mereka, kita bisa menciptakan inovasi yang lebih besar dan menghadapi tantangan masa depan dengan lebih siap.
ADVERTISEMENT