Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.0
Konten dari Pengguna
Pareidolia: Kenapa Kita Melihat Bentuk yang Tidak Ada?
16 Februari 2025 15:37 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Cristin Yohana Putri Sujarwo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernahkah kamu melihat wajah seseorang entah itu di awan, di sebuah kendaraan, atau pun pada sebuah batu? Atau mungkin kamu pernah melihat pola-pola yang aneh di permukaan benda yang terlihat seperti makhluk hidup lain. Fenomena ini dikenal dengan nama pareidolia. Fenomena ini merupakan kecenderungan otak manusia untuk melihat pola atau bentuk yang familiar di dalam suatu objek yang sebenarnya tidak ada. Meskipun biasanya terjadi di luar kendali kita, fenomena ini dapat ditemui hampir setiap hari.

Pada dasarnya, pareidolia terjadi karena otak kita sangat terlatih untuk mengenali pola-pola penting, terutama wajah. Sebagai makhluk sosial, kemampuan untuk mengenali wajah dengan cepat sangat diperlukan untuk interaksi sosial dan bertahan hidup. Saat kita melihat sesuatu yang menyerupai wajah atau bentuk lain yang memang familiar, otak akan secara otomatis mengidentifikasinya meskipun hanya sebuah ilusi visual. Fenomena ini memunculkan banyak sekali pertanyaan menarik tentang bagaimana otak kita memproses informasi visual dan mengapa otak kita cenderung menciptakan makna dalam benda-benda yang tidak seharusnya.
ADVERTISEMENT
Fenomena pareidolia ini termasuk ke dalam fenomena psikologis yang terjadi ketika otak mencoba mencari pola atau makna dari informasi yang ambigu. Pareidolia dapa terjadi pada berbagai bentuk visual, seperti awan, furnitur rumah, batu, mobil, dan masih banyak lagi. Fenomena ini dapat dijelaskan melalui proses evolusi yang dimana wajah merupakan indikator utama yang sangat memengaruhi interaksi sosial dan keselamatan. Seiring berjalannya waktu, otak manusia cenderung berkembang untuk otomatis mengenali wajah dalam berbagai objek dan lingkungan.
Studi ilmiah juga menunjukkan bahwa pareidolia tidak hanya terjadi pada manusia. Dibuktikan dalam beberapa eksperimen yang menunjukkan bahwa primata juga memiliki kecenderungan yang serupa. Hal ini kemudian memperkuat teori bahwa fenomena ini merupakan bagian dari mekanisme evolusioner untuk melindungi diri.
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan, pareidolia bukan hanya sekadar fenomena visual yang menyenangkan, tetapi juga menjadi bukti dari kecanggihan cara otak kita bekerja dalam menghadapi dunia yang penuh dengan informasi. Dengan memahami ini, kita tidak hanya belajar tentang bagaimana cara otak kita berfungsi tapi kita juga akan semakin menghargai kompleksitas persepsi manusia yang dapat menciptakan makna dalam hal-hal yang tidak terduga.