Konten dari Pengguna

Dilema Etika dan Privasi dalam Penggunaan Data Pribadi di Era Digital

Daffa Arrivo Aryanto
Saya merupakan Mahasiswa Prodi Informatika Fakultas Teknologi Informasi dan Sains Data Universitas Sebelas Maret, saya memiliki minat di bidang komputer, serta pemogaman web dan game.
7 Desember 2024 23:10 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Daffa Arrivo Aryanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi digital yang menampilkan gembok hijau bercahaya di tengah lingkaran dengan latar belakang biru gelap, dikelilingi oleh elemen geometris seperti kotak-kotak kecil dalam gradasi hijau dan biru. Gambar ini menggambarkan konsep keamanan digital atau perlindungan data dalam era teknologi. Sumber: Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi digital yang menampilkan gembok hijau bercahaya di tengah lingkaran dengan latar belakang biru gelap, dikelilingi oleh elemen geometris seperti kotak-kotak kecil dalam gradasi hijau dan biru. Gambar ini menggambarkan konsep keamanan digital atau perlindungan data dalam era teknologi. Sumber: Freepik
ADVERTISEMENT
Di era digital seperti saat ini, data pribadi menjadi aset yang sangat berharga bagi perusahaan dan pemerintah. Namun, pengumpulan data ini sering kali kurang mendapat perhatian yang cukup terhadap resiko privasi yang ada. Di Indonesia, tantangan dalam mencegah bocornya data pribadi semakin mendesak, Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat sebantak 124 kasus dugaan pelanggaran perlidungan data pribadi dari 2019 hingga Mei 2024, di mana 111 di antaranya merupakan kebocoran data. Kasus ini, termasuk kebocoran data BPJS Kesehatan dan data pemilih Pemilu 2024, hal tersebut memicu persoalan etis mengenai peran perusahaan dan pemerintah dalam memastikan keamanan data pribadi di era digital ini.
ADVERTISEMENT
Sebagian besar dari 111 kasus kebocoran data tersebut melibatkan ratusan juta data pribadi penduduk. Banyak data yang bocor ini tidak terenkripsi, menjadikannya rentan terhadap eksploitasi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Kasus kebocoran data baru-baru ini yang melibatkan data wajib pajak menambah panjang daftar insiden serupa yang melibatkan basis data milik negara. Sebelumnya, kebocoran data juga menimpa data peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, data pemilih tetap Pemilu 2024, data pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), dan data pelanggan penyedia jasa telekomunikasi seluler. Sayangnya, penanganan atas berbagai dugaan kebocoran data ini kerap kali kurang transparan, sehingga menimbulkan keraguan di kalangan publik terhadap keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan masalah ini.
Kasus-kasus kebocoran data tersebut memperjelas kerentanan data pribadi di tangan institusi besar, baik swasta maupun pemerintah. Skala kebocoran data yang terjadi menunjukkan bahwa resiko semacam itu bukan hanya kemungkinan, melainkan realitas yang membutuhkan tindakan serius.
ADVERTISEMENT
Isu etis dalam penggunaan data pribadi menjadi perhatian yang tak kalah penting. Pemerintah dan perusahaan diharapkan bertindak secara etis dengan memberikan pemberitahuan dan mendapatkan persetujuan pengguna sebelum memanfaatkan data pribadi mereka. Mereka juga memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga data tersebut dari penyalahgunaan. Hal ini menyoroti pentingnya etika digital sebagai elemen mendasar dalam proses bisnis dan pengembangan teknologi.
Untuk mewujudkan ekosistem digital yang aman dan etis, diperlukan kerja sama antara masyarakat, pemerintah, dan sektor teknologi. Transparansi dalam pengelolaan data, edukasi publik mengenai pentingnya perlindungan data pribadi, serta pengembangan teknologi yang mengutamakan privasi, seperti sistem enkripsi, merupakan langkah penting. Dengan langkah ini, diharapkan masa depan digital dapat menjaga keseimbangan antara kemajuan teknologi dan hak privasi individu.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia telah mencoba mengatasi tantangan ini dengan mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) pada tahun 2022. UU ini bertujuan untuk membentuk landasan hukum yang kuat dalam melindungi data pribadi warga negara. Namun, tantangan penerapan UU PDP masih cukup besar, baik dari segi kesiapan infrastruktur, sosialisasi, maupun pemahaman publik tentang hak-hak mereka terkait privasi.
Di sektor swasta, perusahaan didorong untuk mengadopsi kebijakan perlindungan data yang lebih proaktif. Penerapan standar keamanan seperti enkripsi data, otentikasi dua langkah, dan pemantauan ancaman berkelanjutan semakin diperlukan untuk melindungi data pengguna dari akses tidak sah. Selain itu, perusahaan memiliki tanggung jawab moral untuk menghargai privasi pengguna, termasuk transparan dalam menjelaskan bagaimana data mereka digunakan.
ADVERTISEMENT
Namun, membangun kepercayaan publik dalam hal perlindungan data pribadi tidak hanya bergantung pada perangkat hukum dan teknologi. Kerjasama antar pemangku kepentingan, termasuk masyarakat, pemerintah, dan sektor teknologi, sangat penting. Langkah ini mencakup edukasi publik mengenai risiko kebocoran data, transparansi dalam penanganan insiden, serta pengembangan teknologi yang mengutamakan privasi, seperti sistem enkripsi yang aman. Dengan upaya yang terkoordinasi, diharapkan privasi individu dapat tetap terjaga di tengah kemajuan teknologi yang pesat, sehingga keseimbangan antara inovasi dan hak privasi dapat tercapai.