Konten dari Pengguna

BEM sebagai Wadah Penerapan Kepemimpinan Ideal dalam Organisasi Eksekutif

Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji, dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya! Mahasiswa Fakultas Hukum di UPN Veteran Jakarta.
10 Mei 2023 10:43 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kepemimpinan itu Menyatukan Gagasan dengan Rekan Kerja yang Hebat untuk Menuntaskan Tujuan
zoom-in-whitePerbesar
Kepemimpinan itu Menyatukan Gagasan dengan Rekan Kerja yang Hebat untuk Menuntaskan Tujuan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Universitas adalah salah satu tangga untuk pijakan mahasiswa guna menjadi bagian dalam pembangunan nasional dan menjadi bagian dalam perannya nanti di tengah masyarakat.
ADVERTISEMENT
Mahasiswa dalam sebuah universitas mampu menghubungkan dan saling mengorelasikan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebutuhan masyarakat dalam melaksanakan pendidikannya.
Banyak pendapat menyebutkan mahasiswa adalah seorang anggota masyarakat yang posisinya sebagai elite cendekiawan muda, karena kelebihan mahasiswa yang memiliki tanggung jawab intelektual dan moral.
Dalam menjalankan tanggung jawabnya sebagai seorang cendekiawan muda, mahasiswa dapat menjadi kader dalam organisasi intra kampus ataupun organisasi ekstra kampus.
Ilustrasi mahasiswa. Foto: shutterstock
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) merupakan lembaga yang paling disorot karena mengemban kekuasaan eksekutif di dalam kampusnya. Oleh karena itu, seorang mahasiswa yang berkiprah dan mengabdi menjadi Ketua BEM harus memiliki beberapa karakteristik ideal tersendiri.
Pada dasarnya, BEM dibentuk berdasarkan sifat independensinya untuk menyalurkan, mengayomi, dan membela hak-hak dan aspirasi mahasiswa sebagai "rakyatnya" serta membangun kultur demokratisasi di dalam kampus.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya dalam internal kampus, BEM pun memiliki kewenangan untuk menjadi fasilitator aspirasi mahasiswa dalam tujuan politik eksternalnya. BEM menjadi pembangun sinergisitas antara organisasi mahasiswa, organisasi buruh, dan lain sebagainya.
Melihat fungsi eksternalnya, BEM dapat dikatakan berperan pula sebagai pihak yang bertanggung jawab guna menjadi kontrol sosial dalam penyelenggaraan negara.
Diskusi mahasiswa Foto: Dok. ITS
Maka dari itu, Ketua BEM memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi internal dan fungsi eksternal. Fungsi internal adalah fungsi kepemimpinan Ketua BEM yang difokuskan untuk mengurus rumah tangga keorganisasian kampus dan/atau mengemban tanggung jawab sebagai pemimpin kabinet agar tercapai segala visi dan misi yang dicita-citakan pada masa kampanyenya.
Fungsi selanjutnya adalah fungsi eksternal, yaitu sebagai aktivis muda, fungsi kepemimpinan Ketua BEM yang difokuskan untuk menjadi pejuang HAM, pejuang demokrasi, dan lain-lain. Fungsi aktivis muda seorang Ketua BEM diejawantahkan dalam setiap kegiatan aksi, diskusi, dan konsolidasi yang membawa nama kampusnya untuk berperan dalam keresahan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Menurut analisis penulis, tipe kepemimpinan ideal antara Ketua BEM sebagai pemimpin kabinet dengan pemimpin aktivis kampus (eksternal), Ketua BEM harus memiliki kedua-duanya secara bersamaan dan tidak timpang satu sama lain.
Seorang Ketua BEM harus menjadi pemimpin dalam kabinetnya agar semua rencana terakomodasi, kabinet tidak menjadi berantakan, dan program kerja terealisasi.
Ilustrasi mahasiswa ujian. Foto: exam student/Shutterstock
Begitu pula untuk urusan eksternal, Ketua BEM harus terjun langsung ke masyarakat dengan tujuan menjadi perwakilan Keluarga Besar Mahasiswa-nya di luar kampus, ia harus mampu menjadi katalisator gerakan mahasiswa di kampus, dan lain sebagainya.
Apabila seorang Ketua BEM melaksanakan kedua fungsi tersebut dengan timpang, maka organisasi BEM-nya akan menjadi buruk. Ketua BEM yang hanya fokus pada urusan eksternalnya, ditambah dia adalah orang yang hanya memanfaatkan panggung untuk dirinya sendiri, urusan organisasi BEM-nya akan tercerai-berai.
ADVERTISEMENT
Kabinet yang dibentuknya bergerak tidak tentu arah, menteri-menteri (Bidang/Biro) yang ia pilih bermanuver sendiri tanpa kontrol dari kendali pimpinannya. Tidak hanya itu, beragam masalah seperti pelanggaran kode etik anggotanya pun akan bermunculan.
Lebih parahnya lagi adalah apabila Biro Satuan Pengendali Internal sebagai “tangan kanan” Ketua BEM-nya pun berkhianat dan tidak lagi bersedia untuk menjadi penegak kode etik.
Ilustrasi mahasiswa muslim di Prancis Foto: Philippe Desmazes/AFP
Begitu pula yang terjadi ketika Ketua BEM hanya fokus pada urusan internal organisasinya, predikat mengenai organisasi universitasnya akan dikatakan “loyo” dan tidak progresif.
Fitnah dan kecaman mulai berdatangan, tentang aliran dana dari elite politik dan sebaginya, mengakibatkan ketidakpercayaan Keluarga Mahasiswa pada Ketua BEM-nya, karena tidak adanya gerakan kerakyatan yang dilakukannya dalam satu periode kabinetnya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, dalam dunia ide dan teori, dunia ideal dan realitas, Ketua BEM yang ideal adalah Ketua BEM yang menjalankan fungsi internal sebagai pemimpin kabinet dengan fungsi eksternal sebagai aktivis mahasiswa secara bersamaan dan dilakukan dengan seimbang dan tidak timpang satu sama lain.