Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Dilema Kebijakan Luar Negeri: Kekhawatiran Indonesia Bergabung BRICS
6 Mei 2025 20:48 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Daffa Dzaki Fath Arifin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pada tanggal 6 Januari 2025, kabar mengejutkan datang untuk Indonesia. betapa tidak, sebagai negara Asia Tenggara pertama Indonesia resmi tercatat sebagai keanggotaan blok ekonomi besar dunia, BRICS.
ADVERTISEMENT
Keputusan ini merupakan hasil dari persetujuan yang diberikan pada KTT BRICS di Johannesburg pada Agustus 2023, namun formalitas keanggotaan ditunda hingga terbentuknya pemerintahan baru Indonesia pasca pemilihan presiden 2024.
Langkah ini mencerminkan akan kebijakan politik Indonesia yang bebas aktif dan menekankan kerja sama dengan negara berkembang demi memperkuat tatanan global yang lebih inklusif. lantas apakah ini adalah kebijakan yang menguntungkan ataukah kekhawatiran yang patut di kritisi?
Sebagai negara berkembang yang memiliki target menjadi negara maju pada tahun 2045, tentu Indonesia amat memiliki kebutuhan yang mendesak dalam berbagai sektor. Dengan memperkuat kerjasama Internasional maka akan memuluskan langkah Indonesia untuk memperkuat potensi ekonomi di dunia Internasional.
NDB (New Developement Bank) menjadi salah satu produk unggul BRICS yang menguntungkan negara-negara berkembang terlebih anggota BRICS tersebut. Dibanding dengan IMF, NDB cenderung lebih fleksibel terutama dalam hal persyaratan dan pendekatan terhadap kedaulatan ekonomi negara peminjam seperti, minimnya intervensi dalam kebijakan domestik, dan cenderung lebih longgar dalam hal persyaratan kebijakan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Bak pisau bermata dua, kehawatiran penulis timbul dari kebijakan lain dari BRICS seperti, dedolarisasi dalam sistem keuangan alternatif. Gebrakan BRICS untuk menciptakan mata uang bersama dan mendorong penggunaan mata uang lokal dalam sistem perdagangan antaranggota dan kecenderungan indonesia dalam aspek geopolitik yang cenderung condong kepada penantang blok barat (Tiongkok dan Rusia). Jika tidak di sikapi dengan tegas ini tentu akan memicu ketegangan antara Indonesia dengan AS dan blok barat yang memungkinkan AS mengecam dan menindak Indonesia dalam hubungan diplomatik, ekonomi dan geopolitik.
Bagaimana tidak? jika AS melihat keintensan Indonesia pada agenda BRICS bisa saja AS merasa kepemimpinannya dalam global tertantang dan memicu renggangnya dialog antar kedua negara.
Petrodollar system yakni penggunaan dollar dalam perdagangan Internasional, yang merupakan salah satu pilar ekonomi terbesar Amerika Serikat dalam mendominasi ekonomi dunia. Dengan hadirnya gebrakan BRICS untuk menciptakan mata uang bersama tentu ini menjadi ancaman besar bagi perekonomian AS. Jika kita melihat kembali masa lalu bagaimana AS menginvasi Irak karna mulai menjual minyak dalam bentuk euro (walaupun alasan resminya adalah "senjata pemusnah massal" yang tidak pernah terbukti kebenarannya hingga sekarang).
ADVERTISEMENT
Kemudian Libya diinvasi oleh NATO karna mengusulkan mata uang pan-Afrika berbasis emas untuk menggantikan dolar dan euro dalam perdagangan Afrika (lagi-lagi bukan ini yang menjadi alasan resminya, melainkan menyangkut soal HAM. Tapi banyak ahli yang melihat ini karna unsur kepentingan geopolitik ekonomi AS dibaliknya).
Jika gebrakan BRICS untuk menciptakan mata uang bersama ini benar-benar sukses, tentu akan memicu kemarahan AS karna akan potensial sekali dampaknya bagi AS seperti: Melemahnya permintaan global terhadap dolar. Karna Jika minyak bisa dibeli dalam mata uang lain permintaan terhadap dolar dapat menurun. bahkan dengan ini posisi geopolitik AS dapat melemah karna jika dolar bukan lagi “raja”, tekanan ekonomi AS bisa melemah drastis.
Tentu sebelum skenario tersebut terjadi, AS telah berhitung dengan matang langkah yang harus mereka tempuh. bahkan-walaupun harus menginvasi negara lain.
ADVERTISEMENT
Tulisan ini merupakan opini kekhawatiran penulis akan kedaulatan NKRI. Sebagai mitra strategis AS di Asia Tenggara, dalam bidang ekonomi yang sifatnya transformatif dan berjangka panjang, Indonesia perlu menegaskan bahwa keikutsertaannya di BRICS tidak berarti anti-Barat. Tetapi, demi memperluas kerja sama global yang lebih seimbang dan inklusif serta Meningkatkan Diplomasi Simetris dengan AS dan BRICS untuk menunjukkan bahwa Indonesia tetap pada prinsip politik nonblok. bahkan, dapat menjadi jembatan antara AS dengan BRICS untuk mendapatkan manfaat dari kedua sisi.