Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Ketentuan Hukum dan Fungsi SPTNP, SPP, SPSA dalam Praktik Kepabeanan
29 April 2025 13:45 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Danandjaja Rosewika Toriq Budihardja tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Dalam sistem kepabeanan Indonesia, terdapat beberapa jenis surat penetapan yang memegang peranan penting dalam proses administrasi impor dan ekspor barang. Ketiga surat penetapan utama yang sering digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) adalah Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP), Surat Penetapan Pabean (SPP), dan Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA). Masing-masing surat memiliki fungsi, dasar hukum, dan konsekuensi yang berbeda dalam penerapannya.
ADVERTISEMENT
Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP)
SPTNP adalah surat resmi yang memuat hasil penetapan tarif dan/atau nilai pabean yang mengakibatkan kekurangan atau kelebihan pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor (PDRI). Surat ini diterbitkan berdasarkan kewenangan pejabat bea dan cukai untuk menetapkan tarif dan/atau nilai pabean atas barang impor yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor (PPI).
Tarif dan nilai pabean merupakan dua komponen krusial dalam menentukan besaran bea masuk dan PDRI yang harus dibayarkan oleh importir. Walaupun penentuan tarif dan nilai pabean ini pada dasarnya dilakukan secara mandiri oleh importir, hal tersebut tetap harus mengikuti metode dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
ADVERTISEMENT
SPTNP diterbitkan melalui mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh pejabat DJBC. Proses ini meliputi penelitian dokumen dan/atau pemeriksaan fisik barang untuk memastikan kepatuhan importir terhadap peraturan yang berlaku. Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen (PFPD) adalah petugas bea dan cukai yang ditunjuk untuk melakukan penelitian dokumen impor dan menetapkan tarif dan/atau nilai pabean dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
Apabila dalam proses penelitian atau pemeriksaan ditemukan perbedaan data, pejabat bea dan cukai akan menetapkan tarif dan/atau nilai pabean sesuai dengan hasil penelitian dan/atau pemeriksaan tersebut. Penetapan inilah yang kemudian dituangkan dalam SPTNP.
Secara ringkas, SPTNP berfungsi sebagai dokumen tagihan yang diterbitkan ketika ditemukan kesalahan dalam penyampaian PPI. Selain berisi penetapan atas kekurangan bea masuk dan/atau PDRI, SPTNP juga dapat memuat sanksi administrasi yang terkait dengan penetapan tarif dan/atau nilai pabean.
ADVERTISEMENT
SPTNP dikenal juga dengan istilah "Notul" (singkatan dari Nota Pembetulan) atau lebih familiar dengan sebutan "tambah bayar" karena memuat tambahan bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang harus dibayar oleh importir. Ketika SPTNP diterbitkan, importir wajib melunasi kekurangan pembayaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan apabila tidak dilunasi tepat waktu dapat berimbas pada penerbitan surat teguran, pembekuan izin, atau bahkan penyitaan.
Surat Penetapan Pabean (SPP)
SPP adalah surat yang digunakan untuk menagih kekurangan pembayaran bea masuk dan PDRI, selain karena penetapan tarif dan/atau nilai pabean berdasarkan PPI. SPP terkait dengan pelaksanaan sejumlah ketentuan dalam UU Kepabeanan yang cakupannya lebih luas daripada SPTNP.
ADVERTISEMENT
Salah satu contoh penerbitan SPP adalah ketika terdapat selisih barang impor antara yang dibongkar dengan yang diberitahukan. Dalam kasus ini, jika pengusaha atau importir tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, maka akan terjadi kekurangan pembayaran bea masuk dan PDRI serta pengenaan sanksi administrasi.
Kekurangan pembayaran bea masuk, PDRI, dan sanksi tersebut kemudian akan ditetapkan dan ditagih melalui SPP. Tujuan utama SPP adalah untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan kepabeanan selain yang berkaitan dengan penetapan tarif dan nilai pabean berdasarkan PPI.
Perbedaan mendasar antara SPP dan SPTNP terletak pada cakupan pelanggaran yang menjadi dasar penerbitannya. SPTNP diterbitkan khusus untuk kasus penetapan tarif dan/atau nilai pabean berdasarkan PPI, sedangkan SPP diterbitkan untuk kasus-kasus lain yang diatur dalam UU Kepabeanan.
ADVERTISEMENT
Meskipun keduanya dapat memuat sanksi administrasi, sanksi dalam SPTNP berkaitan dengan penetapan tarif dan/atau nilai pabean berdasarkan PPI, sementara sanksi dalam SPP berkaitan dengan penetapan selain tarif dan/atau nilai pabean berdasarkan PPI.
Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA)
SPSA adalah surat yang diterbitkan khusus untuk menagih sanksi administrasi berupa denda atas pelanggaran yang hanya mengakibatkan kewajiban membayar sanksi administrasi, tanpa kewajiban membayar kekurangan bea masuk atau PDRI.
SPSA digunakan untuk menagih sanksi yang berdiri sendiri, yang berkaitan dengan berbagai ketentuan dalam UU Kepabeanan. Beberapa pasal yang menjadi dasar penerbitan SPSA antara lain Pasal 7A ayat (7), Pasal 7A ayat (8), Pasal 8A ayat (3), Pasal 8C ayat (3), Pasal 8C ayat (4), Pasal 9A ayat (3), Pasal 10A ayat (4), Pasal 10A ayat (8), dan berbagai pasal lainnya dalam UU Kepabeanan.
ADVERTISEMENT
Sanksi administrasi dalam SPSA tidak selalu berupa denda finansial. Meskipun mayoritas sanksi administrasi berbentuk denda, namun implementasinya dapat beragam sesuai dengan ketentuan yang dilanggar. SPSA berfokus pada pengenaan sanksi administratif tanpa adanya komponen tagihan bea masuk atau PDRI.
Hubungan dan Perbedaan Antar Surat Penetapan
Perlu dipahami bahwa meskipun ketiga jenis surat penetapan memiliki fungsi berbeda, terdapat integrasi dalam penerapannya. Apabila penetapan tarif dan/atau nilai pabean dalam SPTNP atau penetapan selain tarif dan/atau nilai pabean dalam SPP mengandung sanksi administrasi, maka sanksi tersebut akan digabung dalam SPTNP atau SPP, bukan diterbitkan secara terpisah sebagai SPSA.
Sementara itu, SPSA digunakan khusus untuk menagih sanksi yang berdiri sendiri, yang tidak terkait dengan penetapan tarif, nilai pabean, atau kewajiban pembayaran bea masuk dan PDRI. Dengan kata lain, SPSA diterbitkan ketika pelanggaran yang terjadi hanya mengakibatkan kewajiban membayar sanksi administrasi, tanpa ada kekurangan pembayaran bea masuk atau PDRI.
ADVERTISEMENT
Dalam praktiknya, importir yang menerima surat penetapan dapat mengajukan keberatan terhadap penetapan tersebut. Berdasarkan penelitian, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi probabilitas keputusan keberatan di bidang kepabeanan, antara lain:
• Nilai invoice
• Kantor keputusan pejabat bea dan cukai
• Subjek sengketa
Probabilitas keputusan keberatan yang mengabulkan seluruhnya dipengaruhi oleh kantor penerbitan keputusan. Misalnya, keputusan yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok memiliki probabilitas 0,246 kali dibandingkan dengan kantor lainnya, sedangkan keputusan yang diterbitkan oleh Kantor Bea dan Cukai Belawan memiliki probabilitas 0,531 kali dibandingkan dengan kantor lainnya.
Aspek Hukum dan Administratif Surat Penetapan
Penetapan tarif, nilai pabean, dan sanksi administrasi diatur dalam berbagai peraturan, termasuk UU Kepabeanan dan peraturan turunannya. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) dalam sumber yang tersedia, untuk kepentingan penetapan tarif dan/atau nilai pabean, pejabat bea dan cukai dapat melakukan pemeriksaan fisik atas barang impor setelah pemberitahuan pabean impor disampaikan.
ADVERTISEMENT
Jika hasil pemeriksaan fisik menunjukkan perbedaan jenis dan/atau jumlah barang dengan pemberitahuan pabean impor, pejabat bea dan cukai akan melakukan penetapan tarif dan/atau nilai pabean sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik. Dalam hal penetapan tersebut mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, importir wajib melunasi kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor, serta dikenakan sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 100% dari bea masuk yang kurang dibayar dan paling banyak 1000% dari bea masuk yang kurang dibayar.
Kesimpulan
Ketiga jenis surat penetapan dalam sistem kepabeanan Indonesia—SPTNP, SPP, dan SPSA—memiliki peran penting dalam menegakkan kepatuhan terhadap peraturan kepabeanan. Masing-masing surat penetapan memiliki karakteristik, fungsi, dan dasar hukum yang berbeda, namun semuanya bertujuan untuk memastikan kepatuhan importir terhadap ketentuan yang berlaku.
ADVERTISEMENT
SPTNP berfokus pada penetapan tarif dan/atau nilai pabean berdasarkan PPI, SPP mencakup kasus-kasus lain selain penetapan tarif dan nilai pabean berdasarkan PPI, dan SPSA khusus untuk menagih sanksi administrasi yang berdiri sendiri. Pemahaman yang komprehensif tentang ketiga jenis surat penetapan ini sangat penting bagi para pelaku usaha yang terlibat dalam kegiatan ekspor dan impor, karena memiliki implikasi finansial dan hukum yang signifikan.
Importir perlu memahami bahwa kepatuhan terhadap peraturan kepabeanan tidak hanya menghindari penerbitan surat penetapan dan sanksi, tetapi juga memperlancar proses impor dan ekspor, serta mengurangi potensi kerugian finansial akibat sanksi administratif yang dapat dikenakan