Konten dari Pengguna

TBC di Bengkulu dan Tantangan Kesehatan dalam Kontestasi Pilkada 2024

DANI FAZLI
Seorang penulis dan content creator, berkuliah di teknik elektro universitas bengkulu dan sekarang juga menjadi pimpinan di start up onschool.id
30 September 2024 9:00 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari DANI FAZLI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pemaparan Implementasi Perpres 67 Tahun 2021 di Indonesia (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Pemaparan Implementasi Perpres 67 Tahun 2021 di Indonesia (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
ADVERTISEMENT
Tuberkulosis (TBC) masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia, termasuk di Provinsi Bengkulu. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, terhitung sejak Januari hingga Mei 2024, sebanyak 8.199 orang terinfeksi TBC di daerah tersebut. Meskipun angka kematian akibat TBC di Bengkulu masih tergolong rendah, penyakit ini tetap membutuhkan perhatian serius, terutama karena faktor penyebarannya yang relatif cepat melalui droplet (percikan cairan dari saluran pernapasan).
ADVERTISEMENT
Dalam konteks sosial - politik, permasalahan kesehatan seperti TBC sering kali diabaikan oleh para pemangku kepentingan, termasuk calon kepala daerah yang tengah bertarung dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Isu ini menjadi semakin relevan ketika Dani Fazli, CEO Onschool Indonesia sekaligus peserta TB Caraka Institut oleh Yayasan Stop TB Indonesia, menyayangkan minimnya respon dari para calon kepala daerah terhadap undangan diskusi mengenai TBC di Bengkulu. Dalam artikel ini akan membahas permasalahan TBC di Bengkulu secara mendalam, mengaitkannya dengan kontestasi Pilkada 2024, serta melihat dari sudut pandang peraturan perundang-undangan yang berlaku dan penelitian - penelitian terkait.
Epidemi TBC di Bengkulu
Menurut laporan dari Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, mayoritas penderita TBC di Bengkulu berasal dari Kota Bengkulu, sementara wilayah dengan kasus terendah adalah Kabupaten Bengkulu Tengah. Penyebab utama tingginya angka TBC ini adalah lingkungan hidup yang tidak sehat, termasuk kebiasaan merokok dan kurangnya pencahayaan alami di rumah-rumah penduduk. Populasi yang paling rentan adalah laki-laki dengan usia antara 17 hingga 50 tahun, meskipun juga ditemukan kasus pada lansia.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini semakin kompleks mengingat bahwa TBC merupakan penyakit menular yang bisa disebarkan melalui droplet dari seseorang yang terinfeksi. Oleh karena itu, penting untuk menerapkan langkah-langkah pencegahan seperti etika batuk yang benar dan penggunaan masker di tempat umum.
Namun, meski situasi ini jelas mengkhawatirkan, tanggapan dari calon kepala daerah terhadap isu ini masih sangat minim. Dani Fazli mengungkapkan bahwa surat undangan diskusi yang dikirimkan kepada para kandidat belum mendapatkan tanggapan yang memadai, menimbulkan pertanyaan mengenai sejauh mana komitmen para calon dalam menangani isu kesehatan, khususnya TBC.
TBC dan Kesehatan Masyarakat menjadi Isu yang Kurang Diperhatikan dalam Pilkada 2024
Minimnya perhatian calon kepala daerah terhadap masalah TBC ini menimbulkan kekhawatiran bahwa kesehatan masyarakat, khususnya terkait penyakit menular, tidak menjadi prioritas dalam visi dan misi mereka. Padahal, TBC adalah penyakit serius yang telah memiliki regulasi khusus dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Perpres ini menggarisbawahi pentingnya sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat dalam upaya pencegahan dan pengobatan TBC.
Peserta TB Caraka Institute (Dokumentasi Pribadi)
Dalam konteks Pilkada, komitmen terhadap isu kesehatan seharusnya menjadi salah satu fokus utama kampanye, mengingat kesehatan adalah hak fundamental setiap warga negara. Namun, kenyataannya, sebagian besar calon kepala daerah lebih fokus pada isu - isu populis lainnya, seperti infrastruktur dan ekonomi, yang meskipun penting, sering kali mengabaikan persoalan kesehatan yang mendesak seperti TBC.
ADVERTISEMENT
Penelitian dari Setiawan et al. (2020) yang dilakukan di Jawa Barat menunjukkan bahwa kampanye kesehatan masyarakat yang berfokus pada pencegahan TBC memiliki dampak yang signifikan dalam menurunkan angka infeksi. Temuan ini seharusnya menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan di Bengkulu untuk lebih serius dalam menangani TBC. Sayangnya, lambannya respon dari calon kepala daerah terhadap undangan diskusi yang dilayangkan justru mengindikasikan kurangnya kepedulian mereka terhadap masalah kesehatan ini.
Relevansi Peraturan Perundang - undangan dan Komitmen Pemerintah dalam Penanggulangan TBC
Dalam upaya menanggulangi TBC, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Perpres No. 67 Tahun 2021, yang secara tegas memuat strategi nasional dalam penanggulangan TBC. Salah satu poin penting dalam perpres ini adalah penguatan upaya pencegahan dan pengendalian TBC melalui kolaborasi lintas sektor, termasuk keterlibatan pemerintah daerah dalam menyediakan layanan kesehatan yang memadai.
ADVERTISEMENT
Namun, implementasi peraturan ini di tingkat lokal, terutama di Bengkulu, masih menemui berbagai kendala. Dari segi kebijakan, belum terlihat adanya program yang konkret dari pemerintah daerah maupun calon kepala daerah dalam menanggulangi masalah TBC. Hal ini diperparah dengan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pencegahan dan pengobatan TBC, yang ditambah dengan kurangnya upaya kampanye kesehatan yang bersifat komprehensif dari para pemangku kepentingan.
Salah satu contoh implementasi yang berhasil adalah program "Stop TB Partnership" yang telah diadopsi di beberapa daerah di Indonesia dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, lembaga non - pemerintah, dan sektor swasta. Program ini mampu menurunkan angka TBC di daerah yang diintervensi melalui penguatan fasilitas kesehatan, edukasi masyarakat, dan peningkatan akses terhadap obat-obatan. Hal ini seharusnya menjadi model yang dapat diterapkan di Bengkulu, namun tanpa adanya komitmen dari calon kepala daerah, hal ini sulit untuk diwujudkan.
ADVERTISEMENT
Kurangnya Perhatian Calon Kepala Daerah terhadap Isu Kesehatan
Dalam perspektif kritis, absennya respon calon kepala daerah Bengkulu terhadap undangan diskusi tentang TBC bisa diartikan sebagai kurangnya kepekaan terhadap isu - isu kesehatan masyarakat. Ketika para calon lebih fokus pada program - program pembangunan fisik dan infrastruktur yang terlihat kasat mata, mereka cenderung mengabaikan persoalan-persoalan kesehatan yang meskipun tidak terlihat langsung, memiliki dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat.
Dani Fazli menyoroti bahwa kesehatan, khususnya TBC, seharusnya menjadi prioritas dalam kampanye Pilkada. Ini bukan hanya karena TBC merupakan masalah kesehatan yang mendesak, tetapi juga karena penanganan TBC membutuhkan kerjasama lintas sektor yang hanya bisa terjadi dengan adanya kepemimpinan yang kuat dan komitmen yang jelas dari para pemimpin daerah.
ADVERTISEMENT
Kepala daerah yang peduli pada isu kesehatan akan memperlihatkan komitmennya dengan menyusun kebijakan yang sejalan dengan Perpres No. 67 Tahun 2021, mengalokasikan anggaran yang cukup untuk program kesehatan, dan berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk masyarakat, LSM, dan organisasi kesehatan internasional. Sebaliknya, ketidakpedulian terhadap isu ini bisa menjadi sinyal bahwa calon-calon tersebut tidak memiliki visi yang jelas terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Akhir Kata
TBC di Bengkulu adalah masalah yang membutuhkan perhatian serius dari semua pihak, termasuk calon kepala daerah yang tengah bertarung dalam Pilkada 2024. Dengan adanya regulasi yang jelas seperti Perpres No. 67 Tahun 2021, seharusnya isu ini menjadi prioritas dalam agenda kampanye. Namun, kurangnya respon dari para calon kepala daerah terhadap undangan diskusi tentang TBC menunjukkan bahwa isu kesehatan masyarakat masih dipandang sebelah mata.
ADVERTISEMENT
Sebagai masyarakat, kita memiliki peran penting dalam memastikan bahwa calon kepala daerah yang kita pilih adalah mereka yang benar-benar peduli terhadap kesehatan dan kesejahteraan kita, termasuk dalam penanggulangan penyakit menular seperti TBC. Pilkada bukan hanya tentang siapa yang bisa membangun jalan atau jembatan, tetapi juga tentang siapa yang bisa melindungi kita dari ancaman kesehatan yang mematikan.