Konten dari Pengguna

Silakan Naturalisasi, Asal Jangan Lupa Bibit Sendiri!

Daniel Septianus
Halo. Selamat datang. Saya seorang yang sangat menaruh perhatian kepada sepak bola Indonesia. Selamat membaca tulisan-tulisan saya. Salam hangat. Terima kasih.
9 Oktober 2024 13:15 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Daniel Septianus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) semakin gencar untuk melakukan naturalisasi terhadap para pemain yang memiliki darah atau garis keturunan Indonesia. Sampai tulisan ini dikeluarkan, setidaknya sudah ada beberapa pemain yang mendapatkan kewarganegaraan Indonesia melalui proses naturalisasi, di antaranya adalah Thom Haye, Maarten Paes, Jay Idzes hingga Mees Hilgers.
Sumber Foto: Website PSSI (https://www.pssi.org/news/jay-idzes-dan-thom-haye-menyambangi-stadion-utama-gelora-bung-karno)
Naturalisasi yang dilakukan oleh PSSI bertujuan untuk meningkatkan kualitas permainan dari Timnas Indonesia agar bisa bersaing di level Asia hingga Dunia. Federasi berharap para pemain naturalisasi tersebut dapat memberikan impact yang signifikan terhadap permainan dari Timnas Indonesia asuhan Shin Tae-Yong (STY).
ADVERTISEMENT
Sampai tulisan ini dikeluarkan, naturalisasi-naturalisasi yang dilakukan oleh PSSI memang membuahkan hasil positif, seperti kenaikan drastis dalam ranking FIFA, menembus babak gugur untuk pertama kali di Piala Asia, hingga mentas dalam Ronde Ketiga Kualifikasi Piala Dunia.
Sumber Foto: Website PSSI (https://www.pssi.org/news/ciamiknya-debut-manis-ragnar-oratmangoen-dan-thom-haye)
Akan tetapi, banyak pihak yang tidak senang terhadap prestasi Timnas Indonesia. Celakanya, ketidaksenangan tersebut juga datang dari pemain lokal. Mereka beralasan bahwa prestasi tersebut tidak mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia karena mayoritas diisi oleh para pemain naturalisasi. Mereka juga mengatakan bahwa keberadaan para pemain naturalisasi menghilangkan kesempatan pemain lokal untuk membela Timnas Indonesia.
Penulis melihat bahwa keberadaan para pemain naturalisasi berdampak positif untuk Timnas Indonesia serta tidak serta merta menghilangkan kesempatan pemain lokal untuk membela Timnas Indonesia. Akan tetapi, jangan sampai naturalisasi ini membuat pihak federasi abai terhadap kewajiban membina pemain sejak usia dini.
ADVERTISEMENT
Para pemain naturalisasi tersebut benar-benar memberikan dampak positif terhadap permainan Timnas Indonesia asuhan STY. Kita bisa melihat bagaimana pola permainan Timnas Indonesia yang mengandalkan kemampuan passing jarak dekat dan kombinasi antar pemain untuk membongkar pertahanan lawan, benar-benar dieksekusi secara maksimal. Kehadiran para pemain naturalisasi tersebut juga berdampak kepada para pemain lokal yang ada di Timnas Indonesia, seperti Marcelino, Ernando, dan Rizky Ridho.
Hal tersebut diakui oleh para pemain lokal yang melihat keberadaan para pemain naturalisasi sebagai kesempatan emas untuk menyerap ilmu untuk meningkatkan kualitas permainan mereka. Keberadaan para pemain naturalisasi tersebut mendorong mereka untuk berlatih lebih keras demi posisi di Timnas Indonesia. Mereka sama sekali tidak melihat bahwa kehadiran para pemain naturalisasi sebagai ancaman. Dengan demikian, terlihat bahwa kehadiran para pemain naturalisasi tidak hanya berdampak positif secara kolektif tetapi juga individual.
ADVERTISEMENT
Penulis melihat bahwa keberadaan para pemain naturalisasi sangat baik untuk Timnas Indonesia. Terlebih lagi, target PSSI yang dibebankan kepada STY bukan lagi sekadar bersaing di level Asia Tenggara tetapi Asia bahkan Dunia. Target-target tersebut akan sulit dicapai apabila skuat Timnas Indonesia diisi oleh para pemain lokal. Dengan demikian, untuk saat ini, langkah PSSI terkait naturalisasi, sudah tepat dan tidak perlu diperdebatkan. Selain itu, para pemain yang dinaturalisasi juga masih memiliki darah atau garis keturunan Indonesia sehingga mereka adalah Warga Negara Indonesia. Mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai seorang Warga Negara Indonesia.
Jika melihat kompetisi sepak bola Indonesia, terlihat sekali bagaimana kualitas pemain lokal. Dalam hal ini, Penulis tidak hanya berbicara soal skill di atas lapangan tetapi juga kemampuan lain, seperti mental, sisi emosional, fisik, tingkat disiplin hingga pola hidup. Penulis melihat hal-hal di atas belum dimiliki secara menyeluruh oleh para pemain lokal, utamanya terkait disiplin dan pola hidup.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Penulis juga melihat keberadaan para pemain naturalisasi tidak menutup pintu untuk pemain lokal membela Timnas Indonesia. Hal tersebut dapat kita lihat dari berbagai kesempatan yang diberikan oleh STY kepada para pemain lokal untuk membela Timnas Indonesia. Akan tetapi, para pemain tersebut memang tidak sesuai standar dan gagal menunjukkan kualitas ketika diberikan kesempatan oleh STY sehingga memilih para pemain naturalisasi.
Sumber Foto: Website PSSI (https://www.pssi.org/news/shin-tae-yong-panggil-34-pemain-untuk-tc-timnas-indonesia)
Dengan begitu, pintu Timnas Indonesia sebenarnya terbuka lebar bagi seluruh pemain, termasuk pemain lokal, asalkan mampu menunjukkan konsistensi permainan dan menunjukkan kualitas maksimal ketika diberikan kesempatan oleh jajaran kepelatihan.
Para pemain lokal seharusnya terpacu untuk bersaing di level tertinggi agar dapat mengenakan seragam Timnas Indonesia, bukannya merengek dan meminta-minta agar proses naturalisasi dikurangi bahkan dihilangkan oleh PSSI. Pemain-pemain seperti Ernando, Rizky Ridho, hingga terbaru Malik Risaldi merupakan bukti bahwa kualitas membuat mereka berada di Timnas Indonesia.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, Penulis menyoroti pembinaan usia muda oleh PSSI. Penulis berharap bahwa PSSI sambil melakukan berbagai pergerakan progresif untuk memaksimalkan pembibitan usia muda, seperti kompetisi usia muda yang tersistem dengan baik hingga mewajibkan setiap klub memiliki tim junior. Penulis menyadari bahwa pembibitan usia muda tidak bisa dinikmati hasilnya dalam waktu dekat dan oleh sebab itu PSSI mengambil langkah naturalisasi.
PSSI harus memastikan bahwa kompetisi usia muda diselenggarakan secara berjenjang dan berkesinambungan serta jauh dari segala bentuk kepentingan pribadi/golongan. Federasi juga harus mampu memastikan bahwa setiap klub memiliki tim junior sendiri dan bukan hasil "comot" dari tim Sekolah Sepak Bola (SSB).
Sumber Foto: Website PSSI (https://www.pssi.org/news/mola-elite-pro-academy-u-16-loloskan-empat-tim-ke-babak-semifinal)
Faktanya, banyak sekali klub di Indonesia yang belum memiliki tim junior sehingga ketika mengikuti kompetisi usia muda, misalnya Elite Pro Academy (EPA), terpaksa merekrut satu tim SSB untuk dijadikan tim muda mereka. Praktik-praktik tersebut tentu tidak benar sehingga PSSI harus memastikan bahwa hal di atas hilang dari peredaran.
ADVERTISEMENT
Walau memang pembibitan usia muda tersebut juga harus dibarengi dengan penyelesaian berbagai masalah yang ada di sepak bola Indonesia, seperti perbaikan kompetisi sepak bola profesional, mulai dari tingkat atas hingga bawah, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia jajaran perangkat pertandingan.
Intinya, Penulis ingin mengatakan bahwa jangan sampai PSSI lupa terhadap kewajibannya untuk mengembangkan pemain-pemain sejak usia dini. Naturalisasi boleh dilakukan dan tidak haram dalam sepak bola. Hanya, menjadi kebodohan dan catatan merah bagi PSSI apabila terus bergantung kepada proses naturalisasi untuk meningkatkan prestasi Timnas Indonesia.
Dengan demikian, PSSI juga perlu memperbaiki sistem dan struktur dari kompetisi usia muda di Indonesia demi kelahiran pemain-pemain kualitas terbaik untuk membela Timnas Indonesia di kancah Asia dan Dunia.
ADVERTISEMENT