Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE): Pelindungan Privasi dan Data
9 Januari 2023 11:19 WIB
·
waktu baca 15 menitTulisan dari Danrivanto Budhijanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 132 Tahun 2022 tentang Arsitektur Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Nasional pada tanggal 20 Desember 2022. Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan Perpres baru tersebut tentang Arsitektur SPBE diterbitkan dengan tujuan untuk menutup celah korupsi yang dapat muncul dalam urusan pengadaan barang dengan cara digitalisasi. Sehingga ke depan proses pemanfaatan dan penggunaan keuangan negara dapat dipantau dengan lebih transparan. "Ya, diskusi publik tentang sistem pemerintahan berbasis elektronik untuk digitalisasi agar bisa menutup sebanyak mungkin celah-celah korupsi di dalam proses penggunaan uang negara dan jalannya pemerintahan," ujar Mahfud dalam pernyataannya melalui tayangan video di kanal YouTube Kemenko Polhukam, Jumat 23 Desember 2022 sebagaimana diberitakan oleh Kumparan (https://kumparan.com/kumparannews/jokowi-terbitkan-perpres-arsitektur-spbe-nasional-mahfud-tutup-celah-korupsi-1zUstBVZybh/3).
ADVERTISEMENT
Hukum Administrasi Pemerintahan 4.0
Pembentukan SPBE di Indonesia sejalan dengan transformasi menuju Masyarakat 5.0 (Society 5.0). Masyarakat 5.0 adalah suatu terminologi faktual dan futurikal yang yang dipahami sebagai suatu konsep masyarakat yang berpusat pada manusia (human-centered) dan berbasis teknologi (technology based) sehingga kecerdasan buatan (Artificial Intelligence-A.I.) akan mentransformasi Big Data yang dikumpulkan melalui internet pada segala bidang kehidupan (the Internet of Things-IoT) termasuk pula melalui pemanfaatan Blockchain (cryptonomic), Learning Machine, dan Robotic sehingga menjadi suatu kearifan baru, yang akan didedikasikan untuk meningkatkan kemampuan manusia membuka peluang-peluang bagi kemanusiaan. Transformasi menuju Masyarakat 5.0 akan membantu manusia untuk menjalani kehidupan yang lebih bermakna.Trio teoretikus sepanjang masa yaitu Socrates, Aristoteles, dan Plato akan terkaget-kaget kalaulah tidak dikatakan gamang jika mereka masih bisa menjadi saksi hidup dari Revolusi Industri Keempat atau The Fourth Industrial Revolution (Revolusi Industri 4.0).
ADVERTISEMENT
Evolusi bahkan revolusi Teori Hukum tidak hanya memiliki karakter filosofis, historis, humanis, sosiologis, psikologis, bahkan ekonomis namun sudah mengarah kepada teknologis. Ternyata yang dapat mengantisipasi permasalahan yang muncul akibat pemanfaatan teknologi adalah sistem hukum, bukan teknologinya itu sendiri. Gregory N. Mandel memberikan ketegasan hal dimaksud dalam History Lessons for a General Theory of Law and Technology, Minnesota Journal of Law in Science and Technology, Vol. 8:2, 2007 yaitu "The marvels of technological advance are not always risk- free. Such risks and perceived risks often create new issues and disputes to which the legal system must respond.”
Rakyat dan bangsa Indonesia dalam berjuang mengakhiri Pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional menjadikan relevannya teknologi informasi. Presiden Joko Widodo kembali menegaskan dalam Pidato Sidang Tahunan MPR-RI, tanggal 14 Agustus 2020 bahwa
ADVERTISEMENT
Hal dimaksud memiliki artikulasi ideologikal bangsa sebagaimana dimuat dalam Sila Kedua dan Ketiga Pancasila. Nilai-nilai kemanusiaan (humanity values) dalam Sila Kedua Pancasila yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab” memiliki makna bahwa seluruh manusia diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya selaku mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang sama derajatnya, sama hak dan kewajibannya, dan tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, dan golongan. Nilai-nilai kebangsaan (nationality values) dalam Sila Ketiga Pancasila yang berbunyi “Persatuan Indonesia” memiliki makna bahwa meskipun masyarakat Indonesia terdiri dari beragam etnis, suku bangsa, agama, ras, dan sebagainya, persatuan tetap harus dijunjung. Jangan sampai bangsa ini terpecah belah. Dalam nilai kebangsaan juga terkandung nilai patriotisme dan cinta tanah air, yaitu setiap rakyat Indonesia memiliki kewajiban untuk bekerjasama dan rela berkorban untuk kepentingan tanah air tercinta. Adaptasi Kebiasaan Baru adalah infrastrukur pemulihan ekonomi dan sosial, namun tetap mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan (humanity values) dan kebangsaan (nationality values) dengan berbasis virtual.
ADVERTISEMENT
Hukum Administrasi Pemerintahan 4.0 (e-government law) memerlukan dasar teoritikal untuk memastikan dicapainya stabilitas (stability), dapat memprediksi (predictability), dan keadilan (fairness) dalam suatu keseluruhan sistem hukum, ekonomi, dan teknologi terhadap peradaban manusia Adaptasi Kebiasaan Baru. Hukum Administrasi Pemerintahan 4.0 (e-government law) dalam pendekatan Teori Hukum Pembangunan memiliki artikulasi sebagai Hukum Administrasi Pemerintahan yang meliputi asas-asas dan kaidah serta meliputi lembaga serta proses-proses yang mewujudkan Hukum Administrasi Pemerintahan ke dalam kenyataan kehidupan masyarakat Revolusi Industri 4.0 sebagai peradaban digital global.
Hukum Administrasi Pemerintahan 4.0 (e-government law) merupakan wujud nyata dari Teori Hukum Konvergensi sebagai pemahaman konseptual dan teoretikal dari penyatuan (convergence) variabel-variabel teknologi, ekonomi, dan hukum terhadap hubungan manusia dan masyarakat di Abad Informasi Digital, baik dalam tataran nasional, regional maupun tataran internasional.
ADVERTISEMENT
Hukum Administrasi Pemerintahan 4.0 (e-government law) sebagai Hukum Administrasi Pemerintahan yang meliputi asas-asas dan kaidah serta meliputi lembaga serta proses-proses yang mewujudkan Hukum Administrasi Pemerintahan ke dalam kenyataan kehidupan masyarakat Revolusi Industri 4.0 sebagai peradaban digital global secara teoritikal adalah sebagai berikut:
1. Hukum Administrasi Pemerintahan 4.0 (e-government law) berlaku universal dan abadi yang direfleksikan dengan asas dan prinsip sesuai dengan konseptual “asas” yang bersumberkan pemikiran dari Mazhab Hukum Alam dengan tokoh-tokohnya yaitu Thomas Aquinas, Dante, dan Hugo Grotius;
2. Hukum Administrasi Pemerintahan 4.0 (e-government law) adalah perintah (command), kewajiban, dan sanksi sebagaimana dimuat dalam norma peraturan perundang-undangan oleh yang memiliki kekuasaan (negara) sesuai dengan konseptual “kaidah” yang bersumberkan pemikiran dari Mazhab Positivisme Hukum dan Legisme dengan tokoh-tokohnya yaitu Jellinek, Hans Kelsen, dan John Austin;
ADVERTISEMENT
3. Hukum Administrasi Pemerintahan 4.0 (e-government law) adalah jiwa bangsa (volkgeist) yang berbeda-beda menurut waktu dan tempatnya, serta bersumber pada pergaulan hidup manusia dari masa ke masa (historikal, aktual, futurikal) tercermin melalui perilaku semua individu kepada masyarakat yang modern dan kompleks, dimana kesadaran hukum rakyat itu diartikulasikan para ahli hukumnya (doktrin) sebagaimana konseptual “lembaga” yang bersumberkan pemikiran dari Mazhab Sejarah dengan tokoh-tokohnya yaitu Carl von Savigny dan Puchta; dan
4. Hukum Administrasi Pemerintahan 4.0 (e-government law) adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat sebagaimana konseptual “proses” bersumberkan pemikiran dari Mazhab Sociological Jurisprudence dengan tokoh-tokohnya yaitu Roscoe Pound, Eugen Ehrlich, Benjamin Cardozo selain juga bersumberkan pemikiran dari Mazhab Pragmatic Legal Realism dengan tokoh-tokohnya Oliver Wendell Homes, Karl Llewellyn dan juga Roscoe Pound, bahwa hukum itu merupakan “a tool of social enginnering” dan memahami pentingnya rasio atau akal sebagai sumber hukum.
ADVERTISEMENT
Hukum Administrasi Pemerintahan 4.0 (e-government law) sebagai adalah konseptual Sui Generis Lex Imperium Administratio dengan yurisdiksi virtual, Sui Generis berasal dari terminologi latin yaitu “of its own kind or class; unique or peculiar. The term used in intellectual property law to describe a regime designed to protect rights that fall outside traditional patent, trademark, copyright, and trade secret doctrines. For example, a database may not protected by copyright law if its content is not original, but it could protected by a sui generis statute designed for that purposes”. (Black's Law Dictionary, Ninth Edition, West Publishing Co, St. Paul, 2009, hlm. 1572)
Hukum Administrasi Pemerintahan 4.0 (e-government law) didasarkan kepada pemahaman dari subjek Hukum Administrasi Pemerintahan yang melakukan perbuatan hukum administrasi pemerintahan dan memiliki akibat hukum administrasi pemerintahan yang terkoneksi, berinteraksi, dan bertransaksi data digital di ruang siber/maya (cyberspace). Terminologi cyberspace diperkenalkan pada tahun 1984 oleh William Gibson dalam bukunya berjudul Neuromancer. Cyberspace memiliki juga variabel-variabel waktu (time), ruang (space), ukuran (size), virtual, anonimitas (anonymous), keuangan (money), dan kekuasaan (power). Variabel-variabel dimaksud sebagai ruang interaksi dinamis dari Cyber Society memiliki implikasi fakta hukum dan fakta teknologi informasi yang dikenal dengan Hukum Teknologi Informasi atau Cyberlaw.
ADVERTISEMENT
Lex Digitalis di Indonesia
Kehadiran Negara melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 (UU ITE) sebagai Lex Digitalis merupakan manifestasi dari pencapaian Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Matthias C. Kettemann, The Normative Order of the Internet: A Theory of Rule and Regulation Online A Theory of Rule and Regulation Online, Oxford University Press, 2020). Sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD Tahun 1945, terdapat empat tujuan atau cita-cita ideologikal Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; meningkatkan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian yang abadi, dan keadilan sosial. Fungsi Lex Digitalis sesuai Teori Hukum Pembangunan adalah untuk mencapai ketertiban dan keadilan yang merupakan fungsi hukum secara klasikal, serta hukum juga berfungsi sebagai sarana pembaharuan dalam masyarakat yang dipengaruhi teknologi digital.
ADVERTISEMENT
UU ITE sebagai Lex Digitalis di Indonesia juga memiliki Panca Fungsi Hukum sesuai dengan konseptual teoritikal dari Sjachran Basah (Sjahran Basah, Tiga Tulisan tentang Hukum, Penerbit Armico, Bandung, 1986) yaitu:
1. Fungsi Direktif bahwa Lex Digitalis berfungsi sebagai pengarah dalam membangun untuk membentuk masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan bernegara;
2. Fungsi Integratif bahwa Lex Digitalis berfungsi sebagai pembina kesatuan bangsa;
3. Fungsi Stabilitatif bahwa Lex Digitalis berfungsi sebagai pemelihara (termasuk ke dalamnya hasil-hasil pembangunan) dan penjaga keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat;
4. Fungsi Perfektif bahwa Lex Digitalis berfungsi sebagai penyempurna terhadap tindakan-tindakan administrasi negara, maupun sikap tindak warga negara dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat; dan
ADVERTISEMENT
5. Fungsi Korektif bahwa Lex Digitalis berfungsi baik terhadap warga negara maupun administrasi negara dalam mendapatkan keadilan.
UU ITE sebagai Lex Digitalis Indonesia memiliki kemampuan menyeimbangkan antara faktor Ekspresif yaitu mengungkapkan pandangan hidup, nilai-nilai budaya dan keadilan masyarakat, dengan faktor Instrumental yaitu "sarana" (tools) untuk menciptakan dan memelihara ketertiban, stabilitas dan prediktabilitas sosial yang sanggup mendorong, mengkanalisasi dan mengarahkan perubahan masyarakatnya yang masif dan akseleratif dalam dunia digital.
Hukum Administrasi Pemerintahan 4.0 sebagai Lex Digitalis Imperium Administratio atau (digital government law) merupakan revolusi dari sistem Hukum Administrasi Pemerintahan. Suatu kebiasaan dan praktik terus menerus yang berevolusi menjadi lembaga hukum dikenal dalam Sejarah Hukum dengan "Lex Mercatoria" atau Hukum Para Pedagang. Lex Mercatoria secara independen melembagakan kedaulatan yurisdiksional dan memberikan keyakinan bagi para pelaku komersial tentang keadilan hakiki dalam hubungan transaksional mereka sebagaimana disampaikan oleh Harold J. Berman & Colin Kaufman, The Law of International Commercial Transactions (Lex Mercatoria), 19 HARV. INT'L L.J. 221 (1978). Teori Hukum Administrasi Pemerintahan mengartikulasikan Lex Imperium Administratio sebagai hukum yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan yang berlangsung di dalam wilayah suatu negara terkait yuridiksi Hukum Administrasi Pemerintahan nasional termasuk mengatur norma hukum yang sifatnya memaksa. Lex Imperium Administratio yang sifatnya memaksa mengikat untuk substansi yang sifatnya nasional (domestik) sebagai tujuan pembentukan legislasi dan mengikat sehingga memastikan bahwa penyelenggaraan pemerintahan berlangsung dengan lancar, cepat atau efektif.
ADVERTISEMENT
Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) sebagai E-Government Law di Indonesia
Hukum Administrasi Pemerintahan 4.0 (e-government law) sebagai fundamental teori dari SPBE di Indonesia dalam menerapkan yurisdiksi virtual tetap mendasarkan kepada unsur-unsur esensial sebagai Lex Digitalis Imperium Administratio merupakan dampak langsung dari pembentukan legislasi dan regulasi di Indonesia. Seorang tokoh hukum administrasi negara Indonesia yang sekaligus juga Guru Besar Hukum Administrasi Negara dari Universitas Padjajaran dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (1988-1991, 1992-1995) yaitu Sjachran Basah menyampaikan pemikiran yang aktual dan futurikal di tahun 1986 pada Orasi Ilmiah Dies Natalis XXIX Universitas Padjadjaran bahwa:
Pemikiran Sjachran diwujudkan 28 tahun kemudian dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU Administrasi Pemerintahan 2014). UU Administrasi Pemerintahan 2014 menjamin hak-hak dasar dan memberikan pelindungan kepada Warga Masyarakat serta menjamin penyelenggaraan tugas-tugas negara sebagaimana dituntut oleh suatu Negara Hukum sesuai dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (3), Pasal 28 F, dan Pasal 28 I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan norma konstitusional dimaksud maka Warga Masyarakat tidak menjadi objek, melainkan subjek yang aktif terlibat dalam penyelenggaraan Pemerintahan. UU Administrasi Pemerintahan 2014 mengaktualisasikan secara khusus norma konstitusional hubungan antara negara dan Warga Masyarakat.
ADVERTISEMENT
Penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SBPE) yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia menunjukkan peningkatan. Hasil survei e-Government Development Index (EGDI) yang diselenggarakan oleh United Nations menunjukkan bahwa Indonesia berada di rangking 88 dari 193 negara di tahun 2020. “Ini mengalami peningkatan 19 peringkat dari penilaian sebelumnya pada tahun 2018, di mana kita berada pada rangking 107,” ujar Deputi bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini saat membuka Ajang Komunikasi dan Sosialisasi (AKSI) SPBE bertema Sosialisasi Pelaksanaan Evaluasi SPBE Tahun 2020 secara daring pada Senin 13 Juli 2020 (https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/indeks-e-government-indonesia-naik-19-peringkat-di-level-internasional).
Masyarakat Indonesia pada hari ini merupakan komunitas yang sangat haus akan informasi digital apapun yang muncul di layar dawai pintarnya (smartphone) melalui media sosial, kalaulah tidak ingin dikatakan sebagai “social media-junkies“. Bergulirnya reformasi semenjak tahun 1998 mendorong bergeraknya bandul informasi ke arah kebebasan yang hampir tanpa kendali, dimana sebelumnya informasi menjadi barang yang mahal bahkan terkadang menjadi sesuatu yang tidak “halal”. Dilakukannya beberapa kali perubahan atas Undang-Undang Dasar 1945 dan disahkannya Undang-Undang R.I Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia memberikan kontribusi bagi pelindungan hak-hak mendasar bagi warga masyarakat Indonesia. Pasal 28F dari Amandemen Kedua Undang-Undang Dasar Tahun 1945 memuat bahwa:
ADVERTISEMENT
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Kebebasan memperoleh informasi memiliki keterkaitan yang sangat erat dari pemahaman hak-hak pribadi atau hak-hak privat atau hak-hak privasi (privacy rights). Kebebasan memperoleh informasi adalah hak asasi yang harus berakhir apabila muncul garis embarkasi pelindungan terhadap hak-hak pribadi. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pada Pasal 28 G ayat 1 dan Pasal 28 H ayat 4 memuat hak-hak konstitusional pribadi bahwa:
“Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlidungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi."
ADVERTISEMENT
“Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.”
Sehingga pelindungan hak konstitusional informasi sebagaimana dimuat Pasal 28F, Pasal 28 G ayat 1, dan Pasal 28 H ayat 4 Undang-Undang Dasar 1945 perlu pula dipahami dengan amanat konstitusi lainnya yang juga dimuat dalam Pasal 28J UUD 1945 Ayat (2):
“Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo dalam Pidato Kenegaraan di Gedung Parlemen pada tanggal 16 Agustus 2019, menegaskan bahwa Indonesia harus siap dalam menghadapi kolonialisme digital (Data as New Oil) dengan artikulasi yang sangat bernas bahwa “Data adalah jenis kekayaan baru bangsa kita, kini data lebih berharga dari minyak", karenanya menurut Presiden Jokowi bahwa Indonesia harus mewujudkan kedaulatan data (data sovereignty). Setiap hak warga negara harus dilindungi oleh legislasi dalam adaptasi kebiasaan baru sebagai amanat kedaulatan virtual.
Perlindungan informasi dan dokumen elektronik sebagai data digital memiliki norma legislasi sebagaimana dimuat dalam UU ITE 2008 dan UU ITE 2016 yaitu:
Pasal 26
(1) Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
ADVERTISEMENT
(2) Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.
(3) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan Orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.
(4) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sudah tidak relevan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Ketentuan mengenai tata. cara penghapusan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dalam peraturan pemerintah.
Penjelasan Pasal 26:
Ayat (1)
Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi mengandung pengertian sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
a. Hak pribadi merupalan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan.
b. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang lain tanpa tindakan memata-matai.
c. Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.
Presiden sebagai Kepala Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 Tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (Perpres SPBE 2018) sebagai dasar regulasi electronic governement (e-government) dengan pertimbangan utama yaitu untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, transparan, dan akuntabel serta pelayanan publik yang berkualitas dan terpercaya sehingga diperlukan sistem pemerintahan berbasis elektronik; dan untuk meningkatkan keterpaduan dan efisiensi sistem pemerintahan berbasis elektronik diperlukan tata kelola dan manajemen sistem pemerintahan berbasis elektronik secara nasional.
ADVERTISEMENT
Terminologi regulasi dari electronic governement (e-government) adalah Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) yaitu penyelenggaraan pemerintahan yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memberikan layanan kepada Pengguna SPBE (instansi pusat, pemerintah daerah, pegawai Aparatur Sipil Negara, perorangan, masyarakat, pelaku usaha, dan pihak lain yang memanfaatkan Layanan SPBE). Layanan SPBE diberikan pengertian regulasi sebagai keluaran yang dihasilkan oleh 1 (satu) atau beberapa fungsi aplikasi SPBE dan yang memiliki nilai manfaat. Aplikasi SPBE adalah satu atau sekumpulan program komputer dan prosedur yang dirancang untuk melakukan tugas atau fungsi Layanan SPBE. Tata Kelola SPBE adalah kerangka kerja yang memastikan terlaksananya pengaturan, pengarahan, dan pengendalian dalam penerapan SPBE secara terpadu. SPBE dilaksanakan dengan prinsip-prinsip:
a. efektivitas;
ADVERTISEMENT
b. keterpaduan;
c. kesinambungan;
d. efisiensi;
e. akuntabilitas;
f. interoperabilitas;dan
g. keamanan.
Prinsip Efektivitas dalam SPBE merupakan optimalisasi pemanfaatan sumber daya yang mendukung SPBE yang berhasil guna sesuai dengan kebutuhan. Prinsip Keterpaduan dalam SPBE merupakan pengintegrasian sumber daya yang mendukung SPBE. Prinsip Kesinambungan dalam SPBE merupakan keberlanjutan SPBE secara terencana, bertahap, dan terus menerus sesuai dengan perkembangannya. Prinsip Efisiensi dalam SPBE merupakan optimalisasi pemanfaatan sumber daya yang mendukung SPBE yang tepat guna. Prinsip Akuntabilitas dalam SPBE merupakan kejelasan fungsi dan pertanggungjawaban dari SPBE. Prinsip Interoperabilitas dalam SPBE merupakan koordinasi dan kolaborasi antar Proses Bisnis dan antar sistem elektronik, dalam rangka pertukaran data, informasi, atau Layanan SPBE. Prinsip Keamanan dalam SPBE merupakan kerahasiaan, keutuhan, ketersediaan, keaslian, dan kenirsangkalan (non-repudiation) sumber daya yang mendukung SPBE.
ADVERTISEMENT