Konten dari Pengguna

Peran Orang Tua sebagai Benteng Pertahanan bagi Remaja terhadap Risiko HIV/AIDS

Darryl Ryl
Mahasiswa Sosiologi Universitas Brawijaya
5 November 2024 9:49 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Darryl Ryl tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pita merah sebagai simbol dan kampanye terhadap HIV/AIDS. Foto: istockphoto.com
zoom-in-whitePerbesar
Pita merah sebagai simbol dan kampanye terhadap HIV/AIDS. Foto: istockphoto.com
ADVERTISEMENT
Seiiring berkembangnya usia seorang anak, khususnya dalam usia remaja, banyak hal yang membuat para keluarga perlu waspada dalam bagaimana cara mereka bergaul. Pasalnya, masa remaja adalah fase mereka untuk mencari jati diri dan rasa penasarannya terhadap sesuatu sangat tinggi. Jika keluarga tidak hadir dalam fase tersebut atau bahkan cenderung melepaskan mereka begitu saja tanpa adanya pembekalan pengetahuan terhadap dunia luar, terdapat ancaman yang menghantui mereka khususnya remaja. Adapun ancaman yang dimaksud adalah penyebaran penyakit menular HIV/AIDS. Dalam tulisan ini, penulis mencoba untuk membahas secara sosiologis bagaimana peran keluarga dalam melindungi anaknya yang berada di masa abg.
ADVERTISEMENT
Sebelum itu, kita perlu mengetahui bahwa penyakit HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan penyakit yang menyerang sistem imun tubuh dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi dan penyakit. Ketika seseorang yang mengidap HIV lalu tidak mengonsumsi obat dan melakukan medical checkup secara berkala, HIV dapat berkembang menjadi AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome), yaitu suatu kondisi di mana sistem imun sangat lemah dan rentan terhadap infeksi virus. Gejala yang yang dialami oleh pengidap HIV adalah sariawan, sakit kepala, kelelahan berlebih, radang tenggorokan, nyeri otot, dan pembengkakan kelenjar getah bening. Hal yang perlu dipertanyakan adalah bagaimana penyakit ini dapat menular? Mengutip dari World Health Organization bahwa faktor-faktor yang dapat menyebabkan seseorang terjangkit virus HIV adalah melakukan seks bebas tanpa alat kontrasepsi, penggunaan jarum suntik bersamaan, dan kecelakaan medis seperti tidak sterilnya alat sehabis melakukan kontak terhadap pasien HIV.
ADVERTISEMENT

Keluarga sebagai Tempat Belajar

Setelah mengetahui bagaimana virus HIV ini dapat menyebar ke orang lain, para orang tua perlu merefleksikan diri apakah perannya di dalam rumah tangga sudah cukup untuk membekali anaknya untuk “berjuang” melawan kerasnya dunia. Keluarga merupakan tempat awal untuk membangun sebuah pendidikan atau dalam sosiologi dikatakan sebagai preparatory stage atau sebagai tahap persiapan seperti pengetahuan untuk membentuk karakter atau sikap sang anak dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Seharusnya peran keluarga sebagai safe place untuk mendiskusikan perihal pendidikan seksual dan menganggap hal tersebut bukanlah hal yang tabu untuk dipelajari. Selama proses belajar, komunikasi orang tua dalam mensosialisasikan pendidikan seksual diharapkan untuk menyampaikannya secara positif, tanpa adanya rasa mengancam atau memberikan hukuman sebagai konsekuensi (Awaru 2021). Negara juga sudah mengatur tentang kewajiban dan tanggung jawab terhadap anak. Seperti halnya dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 26 mengatakan bahwa orang tua wajib mendidik, melindungi, serta memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti kepada anak.
ADVERTISEMENT

Keluarga sebagai Support System

Lalu bagaimana peran orang tua jika mengetahui bahwa anaknya terdiagnosis sebagai pasien HIV? Dalam kasus ini, keluarga, khususnya orang tua harus menjadi garda terdepan untuk membuat sang anak tidak mengalami keputusasaan. Adapun beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orang tua agar tidak membuat realitas yang menimpa sang anak semakin larut dalam keterpurukan, yaitu:
• Memberikan dukungan emosional karena dengan ia divonis menjadi pasien HIV sering kali mengalami rasa takut, malu, dan cemas mengenai stigmatisasi dari masyarakat di sekitarnya, serta memberikan afirmasi positif agar selalu semangat dalam menjalani hari
• Selalu mendampingi dan mendorong sang anak untuk konsisten dalam melakukan medical checkup agar tubuhnya dapat lebih terkontrol dan virus HIV yang ada tidak bermutasi menjadi AIDS
ADVERTISEMENT
• Memberikan edukasi tentang pencegahan penularan dan menjaga kesehatan jangka panjang. Orang tua dapat berperan sebagai fasilitator edukasi, membantu anak mengakses informasi dari sumber yang dapat dipercaya atau mendampingi dalam sesi konseling dengan ahli medis.

Kesimpulan

Keluarga, khususnya orang tua memiliki peran penting dalam melindungi anak-anaknya, khususnya pada masa remaja dari risiko penularan penyakit berbahaya seperti HIV/AIDS. Sebagai tempat awal belajar, keluarga perlu mengajarkan nilai-nilai moral dan pengetahuan, termasuk pendidikan seksual positif guna membekali anak menghadapi dunia luar. Komunikasi terbuka dalam keluarga mengenai pendidikan seksual dapat membantu anak memahami risiko penularan HIV. Peran keluarga juga sebagai support system yang krusial, ketika sang anak harus menerima bahwa ia adalah pasien HIV. Beberapa cara seperti memberikan dukungan emosional, selalu mendampingi sang anak untuk melakukan medical checkup, serta memberikan edukasi tentang pencegahan penularan dan kesehatan jangka panjang adalah contoh bentuk support keluarga terhadap pasien.
ADVERTISEMENT

Referensi

Awaru, A. Octamaya Tenri. 2021. Sosiologi Keluarga. Vol. 1.