Pertemuan Camp David 2023: Jawaban Pertemuan Trilateral Korut-Rusia-RRT 2023?

Darynaufal Mulyaman
Dosen Prodi HI UKI Jakarta dan Research Fellow di INADIS
Konten dari Pengguna
18 Agustus 2023 18:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Darynaufal Mulyaman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Camp David, Maryland, AS (Liz Guertin/Unsplash)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Camp David, Maryland, AS (Liz Guertin/Unsplash)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dinamika kompleks kerja sama militer antara Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan telah dibentuk oleh faktor sejarah, politik, dan strategis. Hubungan yang rumit ini telah berkembang dari waktu ke waktu, mencerminkan kerja sama dan ketegangan di antara ketiga negara. Era pasca-Perang Dunia II menandai titik balik yang signifikan dalam hubungan militer di antara negara-negara ini.
ADVERTISEMENT
Situasi Korea Utara pada Juli 2023 merupakan situasi yang unik yang mana kompleksitas kondisi tergambar dengan jelas. Pejabat tinggi Rusia dan Tiongkok yang datang langsung ke Pyeongyang untuk menyaksikan parade militer Korea Utara serta ada tentara Amerika Serikat yang melarikan diri ke wilayah Korea Utara dari Korea Selatan.
Guna menjawab hal tersebut, Amerika Serikat seolah menunjukkan bahwa aliansi trilateral utama sekutu AS di sana, Korea Selatan dan Jepang, tampak baik-baik saja melalui rencana pertemuan para pemimpin tiga negara di Camp David, Maryland, AS, Agustus 2023. Kendati demikian, apakah pertemuan Camp David akan menjawab hal tersebut semua?
Kehancuran yang disebabkan oleh perang mendorong Amerika Serikat untuk membentuk aliansi keamanan dengan Jepang melalui Perjanjian Kerja sama Timbal Balik dan Keamanan, yang ditandatangani pada tahun 1960. Perjanjian ini memungkinkan kehadiran pangkalan militer A.S. di tanah Jepang, memposisikan Jepang sebagai sekutu penting di kawasan itu selama Perang Dingin.
ADVERTISEMENT
Demikian pula, Amerika Serikat membentuk aliansi keamanan dengan Korea Selatan untuk melawan ancaman Korea Utara dan pengaruh Soviet di wilayah tersebut. Perjanjian Pertahanan Bersama 1953 memperkuat kemitraan ini, yang mengarah pada penempatan pasukan A.S. di Korea Selatan untuk memberikan pertahanan dan pencegahan terhadap potensi agresi dari Korea Utara.
Sementara aliansi ini berakar pada masalah keamanan bersama, mereka juga memicu ketegangan dan ketidakpekaan historis. Pemerintahan kolonial Jepang atas Korea dan negara-negara Asia lainnya selama paruh pertama abad ke-20 menciptakan kebencian yang mendalam, memperumit hubungannya di wilayah tersebut. Isu-isu seperti kontroversi "wanita penghibur", yang berpusat pada prostitusi paksa wanita Korea oleh pasukan Jepang selama Perang Dunia II, telah membuat tegang hubungan Jepang-Korea Selatan dan memengaruhi lanskap kerja sama militer.
ADVERTISEMENT
Selain itu, permusuhan historis antara Jepang dan Korea Selatan kadang-kadang membuat tegang hubungan mereka masing-masing dengan Amerika Serikat. Perselisihan mengenai klaim teritorial dan interpretasi yang berbeda dari peristiwa sejarah kadang-kadang menghambat upaya kerja sama trilateral dan menghambat pembentukan front persatuan melawan tantangan keamanan bersama dan beberapa tahun terakhir, dinamika geopolitik yang berkembang telah memperkenalkan kompleksitas tambahan.
Krisis yang terjadi pun menjadi multisektor. Mulai dari ekonomi hingga sosial-budaya. Korea Utara yang dibayangi oleh kekuatan ekonomi Tiongkok yang tengah menerima sorotan dunia dengan pertumbuhan luar biasanya tentu bukan hal yang dapat diabaikan begitu saja. Rusia pun, bersama Tiongkok, merumuskan blok ekonomi baru yang katanya dapat menjadi alternatif bagi negara berkembang.
Tentu hal ini menjadi efek tumpah dari sebuah krisis bilateral yang dipakai untuk mengamplifikasi kepentingan nasional negara-negara yang terlibat. Jika ditelisik secara integratif Blok ‘kiri’ terlihat sangat rapi dan kompak jika dibandingkan dengan Blok “kanan”.
ADVERTISEMENT
Maka, AS dan sekutunya di Asia Timur harus mengatasi kompleksitas ini membutuhkan keseimbangan upaya diplomatik, kerja sama pragmatis, dan saling pengertian untuk mendorong keamanan dan stabilitas regional yang langgeng. Oleh karena itu, apakah pertemuan Camp David di Agustus 2023 ini dapat menjawab keraguan itu? Hanya waktu yang bisa menjawab.