Konten dari Pengguna

Komunikasi Sains Adalah Kunci

Dasapta Erwin Irawan
Dosen bidang hidrogeologi di Kelompok Keilmuan Geologi Terapan, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung
19 Maret 2021 23:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dasapta Erwin Irawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Dua cerita di kepala saya

ADVERTISEMENT
Komunikasi sains adalah kunci, dua kisah di bawah ini mencerminkan hal itu. Kisah yang pertama adalah tentang pendaratan di Mars.
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 18 Februari 2020, Konsorsium NASA/JPL-Caltech mengumumkan pendaratan rover (wahana penjelajah nir awak) yang ke-5 di Mars. Wahana penjelajah yang diberi nama Perseverance (ketekunan ekstrem dalam mengerjakan sesuatu hingga sukses) adalah wahana penjelajah terbesar yang pernah dibuat dan diluncurkan NASA ke Mars. Selama 203 hari, wahana seperti kendaraan off road yang dilengkapi laboratorium ini telah menempuh jarak 472 juta km atau kurang lebih sama dengan 45 ribu kali perjalanan pulang pergi dari Sabang ke Merauke.
Membuat mobil saja sudah rumit, apalagi membuat sebuah wahana antariksa tanpa awak, mengirimnya dan memastikannya bisa berjalan di Mars tanpa bantuan langsung seorang manusiapun. Namun kerumitan itu dapat dikemas dengan sederhana dan menarik oleh NASA/JPL-Caltech secara khusus untuk anak-anak. Namanya Mars for Kids.
Foto dari Mars Perseverance, 7 Maret 2021 (NASA/JPL-Caltech)
Cerita yang lain adalah tentang vaksin COVID. Kalau kita ikuti, proses pembuatan vaksin COVID yang rumit sekali, penuh dengan berbagai istilah kedokteran, biokimia, dan ilmu terkait lainnya tentang jasad renik. Itu baru tentang pembuatannya, belum tentang produksinya secara massal, serta distribusinya ke seluruh dunia. Di tengah kerumitan itu, saya mendapati ada banyak penjelasan tentang vaksin ini untuk anak-anak. Salah satunya di bawah ini.
ADVERTISEMENT

Apa yang dapat kita simpulkan dari dua cerita di atas?

Kita dapat melihat sejauh mana para peneliti luar negeri mengerjakan sains secara lengkap, bukan hanya di bagian hulu, tetapi hingga ke ujung paling hilir dekat ke laut, yaitu membuat penjelasan yang sederhana, bahkan untuk anak-anak. Pihak-pihak yang membuat penjelasan-penjelasan itu bukan hanya para peneliti langsung, tetapi juga pemangku kepentingan lainnya. Pola kerja seperti ini patut dicontoh oleh seluruh peneliti, dari negara manapun di dunia.
Kenapa?
Karena sains yang mereka lakukan sejatinya bukan hanya milik mereka, sesama peneliti, tetapi juga milik masyarakat luas. Selain karena riset mayoritas dibiayai oleh uang negara, juga karena sains bukanlah sains kalau hanya bermanfaat untuk para penciptanya.
ADVERTISEMENT

Bagaimana dengan di Indonesia?

Di Indonesia celah antara peneliti dan masyarakat masih lebar. Peneliti bekerja dengan berbagai indikator kinerja yang berpotensi menjauhkan mereka dari orang-orang yang mestinya memahami hasil penelitiannya. Hasil riset sebagian besar hanya muncul sebagai artikel yang terbit di jurnal ilmiah dan seminar-seminar, karena memang itulah tuntutan kinerja yang diganjar dengan insentif maksimum.
Ini menyebabkan komunikasi seolah hanya terjadi di antara peneliti saja. Percakapan tersebut tidak pernah keluar, karena masyarakat pun banyak yang tidak paham dengan apa yang dibicarakan. Ini yang membuat berita bohong (hoax) lebih cepat tersebar dibanding hasil penelitian resminya.
Walaupun sedikit sekali, tetapi saat ini kita sudah punya banyak inisiatif untuk mengomunikasikan sains dengan cara yang "lebih cair". Media-media seperti Kompasiana, The Conversation, dan Kumparan sendiri hanya tiga contoh saja media daring yang memberikan keleluasaan kepada siapa saja untuk menyampaikan pemikirannya, termasuk di dalamnya adalah kelompok peneliti.
ADVERTISEMENT
Saat ini dengan tertatih-tatih ada beberapa kegiatan pelopor yang dijalankan oleh saintis, mahasiswa dan praktisi jurnalisme untuk menerjemahkan kode sains ke bahasa populer bahkan bahasa anak-anak, seperti Anak Bertanya, Jadi Gini_, Klasiks, Society of Indonesian Science Journalists, juga jurnal untuk anak yang sedang digagas oleh Relawan Jurnal Indonesia. Kepeloporan ini tentunya perlu didukung terutama oleh kelompok ilmuwan, karena sebagian tanggungjawab mereka telah dibantu oleh masyarakat.

Pentingnya komunikasi sains

Jarak antara peneliti dan masyarakat dapat didekatkan dengan komunikasi sains dengan jangkauan yang lebih luas. Di luar negeri kegiatan ini dikenal dengan istilah science outreach yang dapat digagas oleh peneliti secara langsung atau para praktisi komunikasi.
Komunikasi sains dilakukan dengan menggabungkan konten ilmiah dengan cara penyajian yang sederhana, mudah dicerna, dengan menggunakan media yang dekat dengan masyarakat. Saat ini ada banyak media sosial yang banyak penggunanya, seperti Instagram, Twitter, dan Facebook, yang dapat digunakan secara maksimal untuk membebaskan ilmu pengetahuan secara langsung dari tangan pertama.
ADVERTISEMENT
Disadari bahwa persepsi tentang komunikasi sains bisa berbeda-beda diantara para ilmuwan. Banyaknya pendapat bahwa komunikasi sains adalah tugas penulis sains (science writers) atau jurnalis sains (science journalists), tidak mengurangi peran ilmuwan sebagai praktisi sains. Informasi akan tajam dan akurat bila disampaikan oleh pelaksananya secara langsung.
Meskipun antusiasme memang sangat dibutuhkan, tapi komunikasi sains sendiri dapat dipelajari. Prinsipnya sederhana bagaimana mengubah sains roket menjadi sains masyarakat (turning rocket science into people's science).
Apakah Anda berminat?
From rocket science to people's science Dasapta Erwin Irawan CC0 bit.ly/osdrawings