Konten dari Pengguna

Mampukah Hewan Memprediksi Bencana Alam?

Dasar Binatang
Menyajikan sisi unik dunia binatang, menjelajah ke semesta eksotisme lain margasatwa
3 September 2020 10:51 WIB
clock
Diperbarui 9 November 2020 23:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dasar Binatang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Anjing. Foto: LUM3N from Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Anjing. Foto: LUM3N from Pixabay
ADVERTISEMENT
National Geographic mencatat pada tahun 373 Sebelum Masehi, para sejarawan yakin bahwa beberapa hewan, seperti tikus, ular, dan musang, berbondong-bondong meninggalkan kota Helice di Yunani tepat beberapa hari sebelum gempa bumi menghancurkan tempat itu. Selama berabad-abad, ilmuwan terus mengembangkan penelitian terkait antisipasi hewan terhadap bencana alam.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini dilaporkan oleh manusia modern yang menduga beberapa hewan memiliki kemampuan memprediksi fenomena alam yang tidak mampu dilakukan oleh indra manusia. Kasus tersebut mencakup ikan lele bergerak dengan cepat, ayam yang berhenti bertelur, dan lebah yang diketahui meninggalkan sarangnya. Hewan peliharaan, seperti kucing dan anjing bertingkah aneh, menggonggong dan mengeluarkan suara tanpa alasan yang jelas atau menunjukkan kegelisahan, sesaat sebelum tanah bergetar.
Meskipun ini hanya sebatas dugaan, karena penemuan ilmiah belum terlalu mendukung, terdapat bukti anekdotal yang signifikan dari mana penjelasan yang masuk akal dapat disimpulkan. Situs Science Abc mencoba mengulas kejadian unik ini.

Indra Keenam pada Hewan

Para ilmuwan memperdebatkan tentang hewan yang menggunakan indra keenam untuk merasakan bencana. Mereka lebih mempercayai hewan memanfaatkan indra yang ada secara efisien, dibandingkan dengan indra yang dimiliki oleh manusia. Indra paling peka untuk mencapai kemampuan unik ini diduga melalui pendengaran.
ADVERTISEMENT
Manusia diketahui hanya mampu mendengar suara antara 20 hertz hingga 20.000 kilohertz. Ini berarti manusia tidak dapat mendeteksi suara yang muncul di luar dari angka tersebut. Beberapa hewan, seperti anjing, gajah, kelelawar, dan rusa, memiliki pendengaran di luar kisaran. Itulah mengapa fauna-fauna tersebut dianggap memiliki kemampuan indra keenam.

Tingkah Laku Hewan Darat sebelum Gempabumi Datang

Gempabumi diakibatkan oleh tumbukan dua lempeng yang menyebakan munculnya gelombang seismik di bawah permukaan tanah. Adapun gelombang seismik menghasilkan suara infrasonik berfrekuensi rendah di bawah 20 hertz. Jelas saja, manusia tidak mampu merasakan ini sebelum getaran tiba di permukaan tanah.
Seperti yang telah disinggung, anjing memiliki kapabilitas merasakan sesuatu yang bersifat anomali. Oleh karena itu, anjing mulai bertingkah aneh, meskipun tidak mengetahui bahwa getaran itu berasal dari gempa bumi. Anjing tidak memiliki konsep darimana suatu getaran berasal. Ketika ada sesuatu yang tidak biasa, maka anjing akan mengekspresikan gejala-gejala kekhawatiran. Selain itu, gajah dan hewan tertentu lainnya menunjukkan pola serupa di alam liar.
ADVERTISEMENT

Tingkah Laku Hewan Laut sebelum Siklon atau Badai Datang

Kemampuan pengindraan bencana tidak terbatas pada hewan darat. Hewan air juga menunjukkan perilaku dalam merespon bencana alam. Makhluk perairan akan bertingkah aneh sebelum siklon atau badai di lautan datang. Hewan mampu merasakan kondisi tekanan udara dan tekanan hidrostatik yang turun secara signifikan.
Fauna laut yang tidak terbiasa pada kondisi perubahan seperti ini akan cepat bereaksi menggunakan mekanisme pertahanan untuk menghindari bahaya yang mungkin terjadi. Dalam beberapa kasus, hiu dan ikan lainnya ditemukan berenang ke lautan yang lebih dalam dan lebih aman sebagai upaya penyelamatan diri dari badai laut.

Tingkah Laku Burung dalam Merespons Perubahan Cuaca Ekstrem

Beberapa spesies burung dilaporkan sangat responsif terhadap perubahan gejala cuaca yang bersifat signifikan, diantaranya pemanasan global. Meskipun begitu, setiap spesies memiliki tingkat kepekaan yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Burung yang hidup di tempat kering, seperti burung gagak mampu bertahan saat bencana kekeringan melanda. Sementara itu, burung yang memiliki habitat basah juga peka terhadap perubahan lingkungan dan memiliki kecenderungan bermigrasi dalam jarak lebih jauh ketika merasakan gejala tidak biasa pada tempat tinggalnya.