Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Berburu Satai Khas Teluk Pucung, Bekasi
27 Januari 2022 14:17 WIB
Tulisan dari Deanita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Untuk kamu yang suka berburu kuliner unik, atau kamu yang ingin sekadar mencicipi satai biawak, kamu harus coba berkunjung ke daerah Teluk Pucung di Bekasi saat malam hari.
ADVERTISEMENT
Teluk Pucung, adalah sebuah kelurahan di Bekasi Utara yang terkenal dengan olahan satai khasnya yang banyak ditemui di tenda-tenda warung makan sepanjang Jalan Perjuangan. Namun, hidangan satai yang dijual bukanlah olahan daging yang umum dikonsumsi seperti ayam ataupun kambing, melainkan hewan reptil yang masih satu famili dengan komodo, yaitu biawak. Dalam tulisan ini, penulis berkesempatan untuk merasakan pengalaman memakan daging kadal ini di sebuah warung bernama Sate Biawak Warung Lina yang beralamat di Jl. Perjuangan, RT.001/RW.003, Teluk Pucung, Kec. Bekasi Utara, Jawa Barat, yang buka setiap hari dari pukul 16.00 sampai 00.00.
ADVERTISEMENT
Sejuknya angin malam sesekali menerpa dan membuat uap hangat dari bakaran arang yang melepaskan bau gurih dari proses karamelisasi bumbu satai di atasnya semakin terasa menggugah. Sama sekali tidak ada bau-bauan tidak sedap seperti amis ataupun bau “lebus” alias bau khas hewan seperti pada beberapa warung satai kambing atau sapi.
Satu porsi satai biawak yang berisi sepuluh tusuk akhirnya siap dihidangkan dengan beralaskan sebuah piring kaca ala rumahan. Satu tusuk satai terdiri dari lima potong daging seukuran kacang kedelai jepang. Bumbu pelengkap yang dipilih untuk menemani masakan Pak Ferry adalah bumbu kecap dengan tingkat kepedasan sesuai selera ditemani potongan tomat, cabai rawit dan bawang merah mentah. Sekilas, aroma satai ini mirip dengan satai ayam. Hanya saja, ada sedikit sentuhan aroma lada yang jarang ditemui di hidangan satai pada umumnya.
ADVERTISEMENT
Saat dimakan, tekstur daging begitu empuk dan terasa seperti gugusan serat-serat tipis yang mudah tercerai-berai hanya dengan sekali-dua kali kunyahan. Sesekali terdapat bagian urat yang terasa lebih berlemak dan lebih kenyal namun tetap ramah untuk dikunyah otot rahang. Sesekali juga ada bagian dari daging yang meskipun masih bertekstur seperti serat-serat tipis, tetapi lebih sulit untuk dihancurkan dan sedikit lebih kering dibandingkan bagian urat.
Rasa gurih dari daging yang masih hangat ditambah manis dari kecap, pedas dari cabai dan sedikit lada benar-benar menjadi perpaduan yang pas. Penambahan bawang merah mentah, cabai, maupun tomat sebagai variasi di tiap gigitan juga menambah semarak letupan rasa di dalam mulut.
Seperti diolah dengan cara yang tepat, satai biawak di satai Biawak Warung Lina ini hingga saat memakannya pun, tidak tercium bau bau apek, amis, atau bau tidak sedap lainnya yang kerap ditimbulkan oleh daging-daging hewan. Sehingga meskipun dihantui bayangan kadal yang melenggak-lenggok di air yang keruh, pelanggan tidak akan merasa mual atau jijik saat memakannya.
ADVERTISEMENT
Saat dimintai keterangan, pak Ferry selaku pengelola warung hanya menjawab, “Wah kenapa dagingnya bisa tidak bau itu caranya rahasia, Mbak,” sembari membersihkan gajih dari gumpalan daging yang sudah dipisahkan dari tulang dan kulit. “Kalau ini daging bagian mulut, nah ini gaiihnya harus dibersihkan, biar pembeli nggak kecewa,” terangnya kemudian, dengan satu tangan mengangkat seutas daging berbentuk memanjang dari tumpukan daging yang digelar di hadapannya pada sebuah alas plastik lebar. Proses penyiapan bahan ini dilakukannya pada sela-sela waktu saat semua pesanan pelanggan sudah disajikan.
Warung satai ini terbilang sangat sederhana. Terdapat dua meja dengan ukuran kurang lebih dua meter dan lebar delapan puluh sentimeter di sisi kanan dan kiri tenda. Warung seluas kurang lebih tiga setengah kali lima meter ini memiliki keliling yang tidak disekat penuh, sehingga tempat makan terasa sangat terbuka. Lalu-lalang kendaraan pun terdengar cukup bising serta menggerakkan angin di sekitar tempat itu.
ADVERTISEMENT
Menu yang ditawarkan pun hanya dua jenis, yaitu satai biawak dan biawak rica-rica. Untuk menu minuman, warung ini hanya menyediakan minuman kemasan botol. Tersedia juga olahan minyak biawak yang dikemas botolan.
Dalam sehari, warung ini mampu menjual kurang lebih satu ekor biawak. Daging-daging biawak tersebut didapatkan dari hasil tangkapan sendiri di daerah Muara Gembong, Bekasi, yang memang populer sebagai tempat berburu biawak jenis biawak air. Sekali tangkap, Pak Ferry dapat membawa pulang dua hingga tiga ekor biawak dengan berat beragam antara kurang lebih lima hingga delapan kilogram.
Untuk pelanggan dari warung satai ini, menurut keterangan pengelola warung, kebanyakan datang untuk mengkonsumsi biawak sebagai obat, bukan untuk santap malam. Cara mengkonsumsi daging biawak sebagai obat pun ada caranya tersendiri. Daging tidak boleh dimakan bersamaan dengan nasi demi mempercepat penyerapan dan mengoptimalkan khasiat. Selain itu, menurut rekomendasi beliau, sebaiknya konsumsi dilakukan rutin setiap dua kali seminggu sampai penyakit dirasa sudah sembuh.
ADVERTISEMENT
Cara makan ini dijumpai pada dua orang konsumen bernama David dan Cang asal Bekasi yang berprofesi sebagai sales. Mereka mengaku sudah sering mengkonsumsi satai ini dan meyakininya sebagai obat yang bagus untuk penyakit ataupun untuk sekadar menjaga kesehatan kulit. Sedangkan pelanggan lain, Kaila asal Bekasi, mengaku baru pertama kali mencoba satai biawak, sehingga tidak banyak mengetahui tentang cara konsumsi tersebut dan banyak meminta saran dari pengelola warung. Dirinya berpikir untuk mencoba daging biawak sebagai obat untuk keluhan gatal pada kulit setelah mendapat informasi dari temannya.
Meskipun daging biawak dianggap memiliki khasiat kesehatan, ternyata pengolahan dagingnya tidak melulu hanya sebagai satai. Biawak bisa juga diolah menjadi rica-rica dan sup. Kedua menu ini adalah hidangan yang paling banyak dipilih oleh pelanggan Warung Lina yang secara khusus memesan potongan daging mentah untuk dimasak sendiri.
ADVERTISEMENT
Pada cakupan yang lebih luas, olahan daging biawak sudah terbilang variatif. Hal ini terlihat dari berbagai resep yang tersebar di internet. Tingkat kesulitan beragam, dari hanya bumbu kecap dan asam pedas hingga rendang.
Untuk faktor khasiat, sejauh ini, belum ada riset ilmiah yang mendukung klaim bahwa daging biawak baik untuk kesehatan kulit. Bahkan, kebanyakan riset tentang biawak mengatakan sebaliknya. Kulit, organ pencernaan, dan kotoran biawak terdapat banyak parasit berbahaya. Di sisi lain, sebuah tim riset asal Thailand yang diketuai Jitkamol Thanasak, menemukan bahwa darah dari biawak memiliki unsur yang mampu melawan penyakit dan meningkatkan imunitas tubuh bagi manusia. Sayangnya, penelitian pro-kontra mengenai khasiat biawak ini tidak secara spesifik membahas tentang bagian tubuh yang dikonsumsi manusia seperti daging, lemak, dan empedu.
ADVERTISEMENT