Konten dari Pengguna

Gali Lubang Tutup Lubang Pemerintah Tangani Thrifting

Deaninda Kirana
Mahasiswi Jurnalistik Universitas Padjadjaran
3 Juli 2024 15:01 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Deaninda Kirana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pasar Cimol Gedebage, salah satu pasar thrifting terbesar di Bandung, Jawa Barat | Sumber : Habibah Salimah
zoom-in-whitePerbesar
Pasar Cimol Gedebage, salah satu pasar thrifting terbesar di Bandung, Jawa Barat | Sumber : Habibah Salimah
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kemarin, saya baru saja berbelanja dan menjelajahi Pasar Cimol Gedebage, Bandung, salah satu pasar thrifting terbesar di Bandung. Tak jarang, pengunjung yang datang ke Pasar Cimol Gedebage pun berasal dari berbagai daerah, tak hanya Kota Bandung saja.
ADVERTISEMENT
Pasar Cimol Gedebage ini menawarkan berbagai jenis barang bekas mulai dari pakaian, sepatu, hingga topi. Semua barang tersebut dibandrol dengan harga yang sangat terjangkau dan masih dalam kondisi layak pakai.
Berburu barang bekas atau yang kini dikenal dengan sebutan ‘thrifting’ ini mulai digandrungi kembali oleh masyarakat, terutama Gen Z. Hal ini dikarenakan, melalui kegiatan thrifting ini Anda bisa mendapatkan barang yang unik dan dijamin tidak akan sama dengan orang lain, tetapi dengan harga yang sangat terjangkau.
Biarpun begitu, satu tahun lalu, terdapat kejadian tidak mengenakkan untuk para pedagang barang bekas yang ada di Pasar Cimol Gedebage ini. Tak hanya Cimol, beberapa pusat barang bekas lainnya juga sempat mengalami pengalaman tak mengenakkan ini seperti contohnya Pasar Senen.
ADVERTISEMENT
Ya, satu tahun lalu, tepatnya bulan Maret 2023, persoalan pasar thrifting ini sempat menjadi pro-kontra panas yang ada antara pemerintah dan para pedagang pasar thrifting. Bahkan, Pasar Cimol Gedebage sempat ditutup selama beberapa waktu pada bulan Maret 2023 lalu.
Selaras dengan penutupan tersebut, Kementerian Perdagangan melarang bisnis thrifting sesuai dengan perintah Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Larangan ini mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 mengenai Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor dalam Pasal 2 Ayat 3 tertulis bahwa “Barang Dilarang Impor berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas”.
Para pedagang di Pasar Senen mengalami penurunan stok baru pakaian impor imbas dari peraturan yang diterapkan oleh Pemerintah saat itu. Lebih buruk daripada itu, Pasar Cimol Gedebage pada saat itu sempat ditutup hingga waktu tertentu karena larangan masuknya barang impor.
ADVERTISEMENT
Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang tersebut guna menyelamatkan UMKM fashion lokal. Menurut Pemerintah, kehadiran pasar thrifting yang menjual barang-barang impor ini menjadi ancaman besar untuk persaingan UMKM fashion lokal sehingga, peraturan tersebut dikeluarkan pemerintah.
Sayangnya, tampaknya keputusan pemerintah mengeluarkan Undang-Undang tersebut terkesan ‘Gali Lubang Tutup Lubang’, karena pemerintah memang berusaha menyelamatkan UMKM fashion lokal atau kesannya mengembangkan produk lokal, tetapi tanpa memikirkan sisi para pedagang thrifting yang dirugikan akibat keluarnya peraturan pemerintah tersebut.
“Pemerintah khawatir perihal persaingan UMKM fashion lokal, padahal tidak juga. Yang sebenarnya mengancam itu impor barang baru dari China yang besar-besaran. Jadi, kalau gitu Pemerintah sebenarnya lindungi siapa,” tutur Yadi, Ketua Paguyuban Pedagang di Pasar Cimol Gedebage.
Memang rasanya, seperti tak adil karena demi menyelamatkan UMKM fashion lokal, pemerintah harus memutus sumber nafkah utama para pedagang thrifting di berbagai tempat. Setidaknya, para pedagang thrifting hanya menagih solusi yang mumpuni dari pemerintah untuk mengarahkan mereka dan memberikan mereka kompensasi sesuai kerugian yang mungkin mereka dapatkan dari peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut.
ADVERTISEMENT
“Padahal, banyak juga, orang yang menggantungkan hidupnya ke Pasar Cimol ini. Pindahan dari Pasar Baru, ITC, semuanya kesini untuk batu loncatan, kita juga untuk sewa di sini bisa per berapa bulan, pokoknya bener-bener membantu dan meringankan pedagang kecil lah,” tambah Yadi menceritakan soal para pedagang di Pasar Cimol Gedebage yang kebanyakan menjadikan pendapatan dari penjualan barang bekas tersebut sebagai pemasukan utama.

Menagih Janji Solusi dari Pemerintah

Kebijakan pemerintah tentu saja tak selalu menguntungkan banyak pihak dalam satu waktu, tetapi setidaknya jika pun dapat memiliki dampak merugikan, ada baiknya dari pihak pemerintah sebagai pemangku regulasi, juga menyediakan sebuah langkah mitigasi yang bisa menyelamatkan pihak yang dirugikan dari hadirnya kebijakan yang mereka keluarkan.
ADVERTISEMENT
Istilahnya, sedia jas hujan sebelum hujan lebat. Hal ini tentunya juga berlaku untuk kasus thrifting kali ini. Langkah pertama yang setidaknya bisa dilakukan pemerintah sebelum mengeluarkan Undang-Undang ini adalah; memberi sosialisasi kepada seluruh pedagang thrifting di berbagai daerah, mengenai bahaya impor berlebihan karena dapat mengganggu berkembangnya produk lokal.
Melalui sosialisasi ini pula, pemerintah bisa memberikan konsultasi dan saran yang bisa diberikan kepada pedagang thrifting cara menjual barang-barang lokal yang sekarang sudah mulai marak diproduksi oleh beberapa home industry.
Tak hanya itu, sebagai pemangku regulasi, bahkan pemerintah juga bisa memberikan jalan untuk para pedagang thrifting bisa ikut menjual produk lokal seperti; menghubungkan industri produk lokal dengan para pemilik kios-kios di pasar thrifting, agar mereka bisa mulai menjual produk lokal, sehingga keduanya sama-sama diuntungkan.
ADVERTISEMENT
Langkah kedua, apabila peraturan sudah telanjur dikeluarkan tanpa sosialisasi dan pembekalan preventif, pemerintah setidaknya bisa memberikan kompensasi pada pedagang thrifting baik itu dalam bentuk uang tunai sejumlah kerugian yang mereka alami sebagai imbas dari keluarnya peraturan tersebut, atau dalam bentuk produk lokal yang sekiranya bisa dijual lagi oleh para pedagang thrifting.
Setidaknya, dengan kedua langkah di atas, pemerintah tidak hanya menyelamatkan UMKM fashion lokal, tetapi juga menyelamatkan para pedagang thrifting. Sehingga, masalah bisa terselesaikan dengan benar, tanpa merugikan pihak manapun.
Pemerintah juga harus mengingat mengenai adanya penjualan thrifting secara daring, sehingga pemerintah juga harus bisa menekan penjualan thrifting daring ini jika memang pemerintah memiliki tujuan utama untuk menyelamatkan UMKM fashion lokal.
ADVERTISEMENT
Jangan sampai, tujuan utama pemerintah untuk menyelamatkan UMKM fashion lokal justru merugikan pihak lain dan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Pemerintah sebagai pemangku regulasi harus bisa menjadi fasilitator masyarakat dalam mensejahterakan hidup mereka masing-masing.