Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Mengapa Perundungan Bisa Terjadi?
24 November 2023 9:00 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Dela Januarani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman, penuh inspirasi, dan memberdayakan untuk setiap siswa. Namun, semakin maraknya kasus perundungan atau bullying yang terjadi di lingkungan sekolah menunjukkan bahwa masalah ini masih menjadi tantangan serius dalam menciptakan lingkungan belajar yang ideal.
ADVERTISEMENT
Perundungan tidak hanya merugikan para korban secara fisik dan emosional, tetapi juga merusak keberagaman dan keharmonisan di dalam kelas.
Menurut KBBI, kata rundung didefinisikan dengan mengganggu, mengusik secara terus menerus serta menyusahkan seseorang yang disebut korban dari perundungan. Perilaku merundung merupakan salah satu perilaku yang tidak baik karena memiliki tendensi menyakiti, melukai serta merugikan orang lain.
Perilaku merundung dilakukan oleh seorang atau bahkan sekelompok pelaku perundungan yang melakukan hal tidak menyenangkan pada pihak lainnya sebagai korban perundungan. Mayoritas pelaku perundungan adalah seseorang yang menganggap dirinya berkuasa dan lebih baik dibandingkan dengan korban perundungan.
Biasanya korban yang dirundung adalah seseorang yang dianggap lemah dengan dicirikan tidak memiliki kekuatan yang menjadikannya tidak mampu melawan atau membela diri saat diberikan perilaku yang tidak baik.
ADVERTISEMENT
Mengapa Seseorang Melakukan Tindakan Perundungan?
Terdapat berbagai alasan dan penyebab seseorang melakukan tindakan perundung. Jika ditinjau dari artikel penelitian oleh Bussey (2023) yang berjudul "The contribution of social cognitive theory to school bullying research and practice", memaparkan pandangan fenomena perundungan dari sudut pandang kognitif sosial.
Menurut teori ini, terjadinya perundungan merupakan interaksi atau kombinasi dari faktor perilaku perundungan, lingkungan, dan individu.
1. Faktor perilaku
Faktor perilaku merujuk pada keterlibatan dalam perilaku perundungan. Dalam beberapa kasus, perilaku perundungan sering terjadi dalam sebuah kelompok, contohnya perundungan yang terjadi di SMP Cilacap Jawa Tengah yang direkam dan ditonton oleh teman-temannya.
Menurut teori ini, peran atau reaksi penonton dapat menjadi kunci dalam upaya pencegahan perundungan. Hasil penelitian menunjukkan jika penonton membantu pelaku perundungan, situasi perundungan bisa menjadi lebih buruk, tetapi jika ada yang membela korban, perilaku ini bisa membantu mengurangi bahkan menghentikan perundungan.
ADVERTISEMENT
Namun, bantuan ini tidak dilakukan dengan membalas kekerasan, tetapi dengan cara yang positif, misalnya melaporkan kepada guru, meminta bantuan orang dewasa, atau mencoba mengalihkan perhatian para pelaku perundungan.
2. Faktor Lingkungan
Pengaruh lingkungan ditunjukkan oleh beragam pengaruh sosial, yaitu dari teman sebaya, orang tua, guru, dan media. Dalam lingkungan sekolah, keberanian teman sebaya untuk melibatkan diri melawan perundungan sangatlah penting.
Penelitian menunjukkan, saat siswa terlibat dalam membela korban, mereka bukan hanya menjadi contoh perilaku yang baik, tetapi juga bisa memotivasi siswa lain untuk membela korban perundungan di masa depan.
Namun, saat ini masih banyak siswa yang tidak berani campur tangan saat menyaksikan perundungan, misalnya tidak berani melaporkan tindakan perundungan dan korban perundungan juga sering kali ditinggalkan tanpa dukungan, sehingga kesadaran siswa mengenai hal ini masih perlu ditingkatkan.
ADVERTISEMENT
Orang tua juga memainkan peran penting terhadap keterlibatan anak-anak dalam perundungan. Anak yang dibesarkan dengan pola asuh di mana orang tua memperbolehkan adanya perilaku kekerasan tanpa memberikan konsekuensi kepada anak, misalnya teguran atau hukuman, membuat anak cenderung lebih sering terlibat dalam perundungan.
Sebaliknya anak-anak yang mendapatkan dukungan dan kasih sayang dari orang tua, lebih mungkin membela teman sebayanya yang menjadi korban. Orang tua juga dapat berperan sebagai model perilaku kekerasan bagi anak.
Seorang anak yang menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga dan anak yang tinggal di lingkungan tidak aman, dapat menyebabkan anak memiliki potensi lebih besar untuk terlibat dalam perundungan.
Guru juga memiliki peran dalam perundungan di sekolah. Bagaimana guru mengatur kelas dan memberikan pujian atau kritik terhadap perilaku perundungan, dapat mempengaruhi seberapa banyak perundungan yang terjadi di dalam kelas. Guru juga perlu mengedepankan pesan anti perundungan.
ADVERTISEMENT
Fenomena perundungan yang dipengaruhi faktor lingkungan juga dapat terjadi akibat proses pembelajaran atau learning dengan adanya percontohan atau modeling yang dilakukan oleh seseorang. Adanya proses berpikir untuk meniru perilaku yang dianggap wajar dilakukan menjadikan seseorang ikut-ikut-an dalam aksi perundungan.
Oleh karena itu semua bentuk media, terutama media sosial, memiliki dampak terhadap perundungan di sekolah. Kekerasan online yang tidak disensor di media sosial, dengan sedikit sanksi sosial, dapat menyebabkan normalisasi cyberbullying, terutama di kalangan pengguna media sosial yang aktif.
3. Faktor Individu
Faktor individu mempengaruhi terjadinya perundungan. Meskipun siswa mungkin telah mempelajari bahwa perilaku kekerasan tidak boleh dilakukan atau mempelajari cara membantu korban, apakah mereka menerapkan pengetahuan ini tergantung pada sejumlah faktor psikologis, yaitu harapan sosial, harapan dirinya, dan keyakinan siswa mengenai kemampuan dirinya dalam melaksanakan tindakan tertentu atau dikenal sebagai self efficacy.
ADVERTISEMENT
Harapan sosial mencakup persepsi siswa tentang bagaimana orang lain, termasuk teman sebaya, akan merespons perilaku perundungan. Sebagai contoh, mereka mungkin mendapatkan persetujuan dan penguatan dari teman sebaya, bahkan mungkin mencapai status tinggi dalam kelompoknya karena perilaku perundungan.
Hal ini berkontribusi pada motivasi mereka untuk melanjutkan perilaku perundungan. Begitu pula dengan siswa yang membantu perilaku perundungan, saat mereka mendapatkan pujian dari korban atau memperoleh dukungan sosial dari kelompok teman sebayanya, akan mempengaruhi motivasi mereka untuk melakukan hal yang sama di masa mendatang.
Harapan siswa dapat dijelaskan dengan konsep disengagement moral, yaitu di mana siswa berupaya membenarkan perilaku perundungan yang dilakukan untuk mengurangi perasaan bersalah mereka, padahal mereka tahu bahwa perilaku tersebut tidak baik.
ADVERTISEMENT
Misalnya siswa mungkin berpikir perundungan terhadap orang lain dilakukan untuk mencapai suatu tujuan yang lebih baik dan melakukan pembenaran diri bahwa perilaku mereka tidak seburuk tindakan orang lain, atau saat siswa menyebut tindakan mereka sebagai bercanda dan siswa juga mungkin dapat melemparkan tanggung jawab atas perundungan yang dilakukan terhadap kelompok, sehingga siswa tidak secara langsung merasa bertanggung jawab atas perundungan yang dilakukan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku perundungan yang berulang dapat meningkatkan kemungkinan penggunaan mekanisme disengagement moral untuk membenarkan perilaku tersebut.
Self efficacy mencakup keyakinan siswa terhadap kemampuannya untuk melakukan tindakan tertentu dalam situasi tertentu. Bagaimana self efficacy ini mempengaruhi perilaku perundungan? Penelitian menunjukkan bahwa siswa dengan self efficacy yang rendah cenderung lebih terlibat dalam perilaku perundungan.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, siswa yang memiliki keyakinan atau self efficacy yang tinggi bahwa mereka dapat membela korban perundungan, cenderung lebih siap untuk melibatkan diri dalam membantu dan menghentikan perilaku perundungan.
Selain itu, konsep self efficacy kelompok, yang mencakup keyakinan guru dan siswa dalam mengatasi perundungan, berhubungan dengan banyaknya perilaku membela korban perundungan dan kurangnya perundungan.
Dalam keseluruhan konteks ini, pengelolaan peran penonton dan memahami peran guru dan dampak media, dapat membantu menciptakan lingkungan sekolah yang lebih aman dan mendukung bagi semua siswa, di mana perundungan dapat dicegah atau ditangani dengan lebih efektif.
Pemahaman tentang harapan sosial juga dapat membantu kita menggali lebih dalam mengenai motivasi di balik perilaku perundungan. Konsep disengagement moral dapat memberikan wawasan tentang mekanisme psikologis yang mungkin digunakan siswa untuk membenarkan perilaku perundungan mereka, bahkan ketika mereka menyadari bahwa itu tidak dapat diterima.
ADVERTISEMENT
Selain itu dengan memahami peran self efficacy, kita dapat merancang strategi intervensi yang mendukung siswa untuk lebih percaya diri dalam mengambil tindakan positif.
Program pencegahan dan intervensi perundungan perlu mengajarkan siswa keterampilan yang mendorong strategi pemecahan masalah yang efektif dan perilaku prososial atau menolong orang lain dengan cara positif.