Netizen yang Bijak dan Berakhlak Mulia

Deni Darmawan
Standardisasi Dai MUI Angkatan ke-24 dan Penulis Buku Religi dan Literasi
Konten dari Pengguna
6 Februari 2023 17:04 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Deni Darmawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
 Gambar: Deni Darmawan Karikatur (dokpri)
zoom-in-whitePerbesar
Gambar: Deni Darmawan Karikatur (dokpri)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebelum memasuki era digital, aktivitas manusia serba-manual dan terbatas. Kini, di era digital perkembangan teknologi informasi dan komunikasi semakin cepat dan pesat, warga berbodong-bondong menggunakan gawai yang terkoneksi dengan internet untuk memudahkan aktivitas digital mereka dan bisa berselancar dalam jagat media sosial.
ADVERTISEMENT
Penduduk yang aktif menggunakan internet disebut warganet atau netizen. Netizen dari belahan negara manapun bisa saling menyapa, berbagi informasi, dan berbagai aktivitas lainnya. Jarak bukan lagi menjadi penghalang untuk berhubungan satu sama lain. Mulai dari belajar, rapat, seminar, pelatihan dan kegiatan lainnya bisa dinikmati di era digital ini.
Pertanyaannya, siapa di era digital yang tidak mempunyai ponsel pintar atau smartphone? Sebagian besar sudah banyak menggunakan ponsel pintar. Bahkan, berdasarkan hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada periode tahun 2021-2022 ada 210,03 juta pengguna internet di dalam negeri. Satu ponsel bisa melakukan beragam aktivitas dan menggeram dunia. Satu ponsel berjuta fungsi dan manfaat.
Dengan satu ponsel, kita juga bisa berselancar sambil bermain peran dan menjalankan semua aktivitas dalam jagat media sosial. Bahkan, ada saja orang-orang yang menarik diri dari masyarakat dan asyik dengan dunia maya hingga lupa diri.
ADVERTISEMENT
Kehadiran internet seperti dua sisi mata uang. Bisa digunakan hal yang positif atau negatif. Semua tergantung dari manusianya. Oleh sebab itu, menjadi netizen harus cakap literasi digital. Sehingga, kehadiran internet kita manfaatkan untuk hal-hal positif yang bisa mendongkrak kualitas diri.
Para netizen kini berasal dari berbagai kalangan, beragam usia dan latar belakang. Kebebasan dalam dunia maya kadang sering disalahartikan untuk bisa melakukan apa saja, termasuk hal-hal negatif seperti cyberbullying (perundungan di dunia digital), hate speech (ujaran kebencian), hoaks (informasi bohong), penipuan, prostitusi online, dan sebagainya. Undang-undang Informasi dan Transaksi Ekonomi (ITE) agar warganet atau netizen tidak melanggar hukum.
Namun, hal yang menyesakkan dada kita semua, menurut Microsof yang melakukan survei pada Maret tahun 2020 melaporkan melalui Digital Civility Indek (DCI) bahwa netizen Indonesia mendapat predikat tidak sopan peringkat kedua dunia dan peringkat pertama se-Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
Hal ini bukan tanpa bukti, dari berbagai penelusuran di Google bisa dilacak melalui portal berita media onlie yang memberitakan alasan-alasan yang menyebabkan netizen Indonesia tidak sopan peringkat pertama se-Asia Tenggara dan peringkat ke-empat dunia.
Alasan yang sering dikemukakan adalah, seringnya memproduksi dan menyebarkan hoaks, perundungan di dunia maya (cyberbullying), ujaran kebencian (hate speech), dan hal-hal negatif lainnya. Padahal, Indonesia dikenal sebagai warga yang ramah, santun, murah senyum dan respek. Kini, di era digital dicap sebagai netizen yang tidak sopan se-Asia. Apa kata dunia!?

Tiga Hal Menjadi Netizen Bijak dan Berakhlak Mulia

Ilustrasi media sosial Twitter. Foto: Shutter Stock
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan agar kita bisa menjadi netizen yang bijak dan berakhlak mulia. Pertama, memanfaatkan gawai untuk hal yang positif. Buatlah konten-konten yang menarik, menginspirasi, mendidik, dan bermanfaat untuk para netizen lainnya.
ADVERTISEMENT
Misalnya membuat gambar, artikel, audio, artikel dan video yang menarik, mendidik, menginspirasi dan bermanfaat yang bisa disebar di seluruh jagat media sosial. Dengan adanya konten-konten positif, maka netizen lain memperoleh banyak manfaat.
Konten-konten tersebut akan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan etika netizen. Apalagi, jika membuat konten keagamaan yang menyejukkan, mencerahkan, dan memberikan petunjuk pada kebaikan dunia dan akhirat, sehingga netizen semakin saleh secara individu atau sosial.
Dari Abu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda 'Barangsiapa menunjukkan suatu kebaikan, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya'.” (HR. Muslim)
Jadilah netizen yang kreatif dan inovatif. Penuhi dunia digital kita dengan foto, gambar, artikel dan video yang mampu menginspirasi, mendidik, memberi kebaikan dan manfaat.
ADVERTISEMENT
Semakin banyak kita membuat konten yang bisa memberikan pencerahan, petunjuk, dan kebaikan kepada netizen lainnnya, maka kita akan mendapat pahala. Apalagi, jika netizen itu melakukan kebaikan karena konten-konten positif yang kita buat, maka sebanyak itu pula kita mendapat pahala.
Kedua, jadilan netizen yang bertakwa dan berakhlak mulia. Sempurnanya iman seorang mukmin adalah yang paling baik akhlaknya di antara mereka. Sebagaimana hadits nabi yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.”
Indikator orang yang bertakwa adalah kehati-hatian dalam bersikap, bertutur kata, dan kehatian-hatian dalam melangkah. Kehatian-hatian dalam semua hal, termasuk kehati-kehatian dalam mengupload gambar, teks, video dan komentar status dalam dunia maya.
Sikap penuh pertimbangan dan kehati-hatian itulah yang perlu ditanamkan dalam diri netizen agar tidak sembarangan dan sembrono dalam meng-upload apapun.
ADVERTISEMENT
Netizen yang mempunyai sifat takwa akan berhati-hati ketika ingin menyampaikan melalui lisan dan tulisan di media sosial. Rekam jejak seseorang bisa terdeteksi di dunia digital. Jika ia tinggalkan rekam jejak positif, maka ia akan beruntung. Sebaliknya, jika netizen meninggalkan hal yang buruk, kerugianlah yang didapat.
Jangan sampai terpancing emosi, sehingga tersulut komentar penuh kebencian, fitnah, hoaks, dan caci-maki. Setiap netizen hendaknya memperhatikan dampak yang terjadi jika asal komentar tanpa kehati-hatian dan pertimbangan.
Hasil laporan dari Digital Civility Index (DCI) memang sangat mengejutkan kita semua, karena netizen Indonesia dilabeli netizen tidak sopan se-Asia Tenggara. Hoaks, ujaran kebecian, perundungan, beragam penipuan, caci-maki, dan diskriminasi kerap kali seliweran dalam jagat media sosial yang ditemukan di media sosial.
ADVERTISEMENT
Indonesia dikenal sebagai negara demokrasi dan mempunyai tingkat toleransi yang tinggi. Indonesia juga dikenal sebagai mayoritas muslim terbesar di dunia dan kerap kali menjadi contoh negara muslim yang berhasil dalam hal toleransi. Namun, dengan adanya hasil laporan dari DCI menjadi perhatian kita bersama.
Ketiga adalah selektif dan cermat dalam menerima informasi. Begitu banyak berita atau informasi yang berseliweran di era digital. Netizen dengan mudah memproduksi, menerima dan meneruskan hoaks tanpa saring sebelum sharing.
Netizen tidak lagi cermat ketika menerima berita tanpa dibaca teliti dan menyeluruh. Jika dibaca sepotong-sepotong maka mengambil kesimpulan pun akan sepotong-sepotong juga. Dibutuhkan ketelitian dan kecermatan agar bisa menyeleksi semua berita yang masuk ke ponsel kita.
ADVERTISEMENT
Wahyu pertama dalam surat Al-Alaq ayat satu sampai lima adalah perintah "iqro", yaitu membaca. Membaca adalah proses untuk bisa memahami tentang pesan, ide dan gagasan yang ada.
Perintah membaca tidak sekadar membaca tapi tidak memahami isi teks dan konteks. Membaca harus melibatkan Allah, agar apa yang dibaca memperoleh kemanfaatan dan petunjuk.
Menjadi Netizen yang bijak dan berakhlak mulia harus jernih dalam berpikir, logis dalam memahami berita, kritis dalam membaca dan tidak emosian, apalagi baperan hingga tersulut emosi. Tahan jempol, sebab jempol dan jemarimu adalah harimaumu. Saring berita sebelum sharing.
Bukankah di dalam Al-Qur'an surat Al-Hujurat ayat keenam, Allah SWT memerintahkan untuk melakukan tabayyun (cek, ricek, dan kroscek) terhadap informasi yang diterima.
ADVERTISEMENT
“Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6)
Dibutuhkan ketelitian dalam membaca berita. Setidaknya, kita bisa men-cek siapa yang memproduksi berita/informasi tersebut. Dari manakah sumbernya, apakah isi informasi tersebut seusai dengan logika dan akal sehat. Saat ini, sudah ada beberapa website yang bisa dipergunakan untuk men-cek kebenaran semua informasi.
Pegiat literasi digital, aktivitas dakwah, dan semua lapisan masyarakat bersama Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) perlu melakukan kolaborasi agar bisa menggelar acara-acara yang ciamik, kreatif dan inovatif untuk mencerdaskan netizen menjadi bijak dan berakhlak mulia di kehidupan era digital saat ini.
ADVERTISEMENT