"Berita Palsu" Berujung Putusnya Hubungan Diplomatik Arab Saudi-Qatar

5 Juni 2017 12:29 WIB
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Doha. (Foto: Wikimedia Commons)
Awal pekan ini diawali oleh putusnya hubungan antara Arab Saudi dan sekutunya dengan Qatar. Langkah-langkah pemutusan hubungan langsung dilakukan, termasuk pengusiran diplomat dan warga dari Qatar oleh negara-negara Teluk.
ADVERTISEMENT
Arab Saudi, Mesir, Bahrain dan Uni Emirat Arab pada Senin (5/6) serentak menyatakan "bercerai" dengan Qatar. Alasannya, Qatar dinilai tidak lagi berada bersama mereka dalam memerangi terorisme Ikhwanul Muslimin dan ISIS, dan provokasi sektarian oleh Iran.
Tudingan ini bermula dari tulisan di kantor berita Qatar, Qatar News Agency, pada 24 Mei lalu. Dalam tulisan itu, Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani, dilaporkan berpidato dalam sebuah upacara militer, menyebutkan bahwa Iran adalah "kekuatan besar" dan mengatakan hubungan Qatar dengan Israel "baik".
Pernyataan Emir ini juga dikutip dalam news-ticker siaran stasiun televisi Qatar, namun tanpa menampilkan cuplikan pidato. Dalam kutipan itu, Emir mengatakan: "Iran mewakili kekuatan regional dan Islam yang tidak bisa diabaikan, dan tidak bijaksana jika melawan mereka. Iran adalah kekuatan besar dalam stabilitas di kawasan."
ADVERTISEMENT
Emir Qatar Tamim bin Hamad al-Thani (Foto: Reuters/Faisal Al Nasser)
Dalam berita itu, Emir juga mengatakan Qatar tengah bersitegang dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang sedang disudutkan di negaranya karena berhubungan dengan Rusia.
Pernyataan ini membuat Arab Saudi dan negara-negara Teluk berang. Pasalnya, Iran adalah rival mereka dalam berebut pengaruh di kawasan. Saudi dan Iran berseberangan dalam berbagai konflik di Timur Tengah, seperti di Yaman dan Suriah.
Kemarahan Saudi diperparah dengan cuitan di akun Twitter Menteri Luar Negeri Qatar Mohammed bin Abdulrahman al-Thani yang mengatakan Qatar akan menarik duta besar dari negara-negara tetangga, termasuk Mesir, Kuwait, dan Arab Saudi.
Akibat pemberitaan itu, Saudi dan Uni Emirat Arab langsung memblokir seluruh media Qatar, termasuk yang terbesar, Al-Jazeera.
ADVERTISEMENT
Tidak lama setelah itu, pemerintah Qatar seakan kebakaran jenggot. Mereka mengklaim bahwa pemberitaan itu tidak benar. Menurut mereka, kantor berita Qatar telah diretas dan ditulisi berita hoax mengatasnamakan Emir.
Donald Trump dan Raja Salman. (Foto: REUTERS/Jonathan Ernst)
Menurut juru bicara pemerintah Qatar, Saif Ahmed Al Thani, hacker telah membuat kutipan palsu dari Emir dan Menlu Qatar. News-ticker yang memuat kutipan itu juga tidak muncul di tayangan televisi Qatar, melainkan rekaan di tayangan Youtube.
Untuk membuktikan klaimnya, Qatar bahkan mendatangkan penyidik dari Amerika Serikat.
Perang media
Setelah peristiwa itu, saling berbalas komentar terjadi di media-media Saudi dan Qatar. Melalui media Saudi, pejabat Arab mengatakan bahwa Saudi "tidak akan menoleransi pembangkangan seperti itu, jika disengaja, terutama jika berhubungan dengan Iran."
ADVERTISEMENT
Media Saudi juga tidak peduli dengan klaim Qatar tersebut. Para komentator mengatakan, walau itu peretasan, namun kutipan itu mewakili pandangan sebenarnya dari pemimpin Qatar.
Peta Hubungan Diplomatik Sekutu Arab Saudi & Qatar (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
Dalam tulisan opini di Saudi Gazette, pengamat dan pengusaha Hussein Shobokshi, menuliskan bahwa sikap pro-Ikhwanul Muslimin, Iran, dan Hizbullah, telah ditunjukkan sejak Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani memperoleh kekuasaan dari ayahnya.
Sikap ini, kata Shobokshi, diutarakan Qatar melalui media-media mereka termasuk Al-Jazeera. Media Qatar juga, kata Shobokshi, jadi corong bagi organisasi teroris, termasuk menyuarakan ideologi pengebom bunuh diri.
"Qatar telah mendorong Houthi memperkuat hubungan mereka Iran. Qatar juga membuat pasar mereka untuk investasi Iran," kata Shobokshi dalam tulisannya berjudul "Ancaman Qatar!", Senin (5/6).
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, media Qatar melakukan serangan juga kepada Saudi dan sekutunya. Salah satunya Al Raya, koran milik pemerintah, yang Jumat lalu memajang foto-foto jurnalis Uni Emirat Arab yang dilabeli "pembunuh bayaran."
Manama, Bahrain. (Foto: Wikimedia Commons)
Putus Hubungan
Buntut dari kisruh media itu adalah putusnya hubungan antara Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab, dan Bahrain dengan Qatar dengan alasan keamanan nasional. Qatar disebut mendukung terorisme dan konflik sektarian yang mengancam stabilitas kawasan.
Saudi dan sekutunya disebut berang dengan Qatar yang mendukung Iran di tengah upaya mereka menyudutkan Teheran. Sebelumnya bulan lalu, Saudi dan AS sepakat untuk bersatu melawan Iran.
Ini bukan kali pertama Saudi dan Qatar berseteru. Pada 2014 lalu, Saudi juga menarik duta besar dari Qatar karena negara itu mendukung Ikhwanul Muslimin dan mencampuri urusan negara-negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk (GCC).
ADVERTISEMENT
Bagi Saudi dan sekutunya, Ikhwanul Muslimin adalah kelompok teroris yang merongrong kedaulatan mereka. Sementara Iran dianggap kubu yang berseberangan dengan Saudi dalam berbagai konflik, seperti di Suriah dan Yaman.
Menyusul putusnya hubungan tersebut, Saudi dan sekutunya menutup transportasi udara dan laut dengan Qatar. Bahrain meminta para diplomat Qatar angkat kaki dalam waktu 48 jam, sementara warga Qatar harus segera meninggalkan Bahrain dalam dua minggu.