Donald Trump Puji Islam, Jinak-jinak Merpati di Depan Raja Salman

22 Mei 2017 9:48 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Donald Trump dan Raja Salman (Foto: REUTERS/Jonathan Ernst)
zoom-in-whitePerbesar
Donald Trump dan Raja Salman (Foto: REUTERS/Jonathan Ernst)
Presiden Amerika Serikat Donald Trump seakan mengubah pandangannya soal Islam dalam kunjungannya ke Arab Saudi akhir pekan lalu. Trump seakan telah "jinak" dan memuji Islam, di hadapan Raja Salman, berbeda dengan pernyataan yang "galak'" tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Pidato-pidato Trump di Arab Saudi menuai pujian dan kecaman. Pujian karena Trump dianggap telah mengubah pandangannya soal Islam. Sementara kecaman yang datang dari para pendukungnya, yang menganggap Trump luluh di hadapan Raja Salman.
Dalam salah satu kutipan pidatonya, Trump mengatakan bahwa Islam "adalah salah satu agama terbesar di dunia". Pernyataan ini berbanding terbalik dengan berbagai klaimnya pada kampanye presiden tahun lalu.
Salah satunya pada 9 Maret 2016, dalam wawancara dengan CNN, Trump mengatakan: "Saya kira Islam membenci kami. Ada kebencian yang besar di sana."
Pidato Trump di Saudi lantas mendapatkan cemoohan dari para pendukungnya melalui Twitter. Kebanyakan mereka menyebut Trump presiden pengecut.
ADVERTISEMENT
Trump dalam pidatonya seakan menahan diri menyebut Islam sebagai bagian dari terorisme. Dia memang menyebutkan "Islamic terror", "Islamist", namun kemudian menyebut terorisme bukan bagian dari Islam.
Pernyataan ini lagi-lagi bertolak belakang dengan pernyataan Trump tahun lalu, ketika dia tengah merebut suara untuk mengalahkan Hillary Clinton dalam pemilu.
Trump saat itu bahkan mengecam Hillary Clinton dan Barack Obama yang menolak menyandingkan "Islam" dan "ekstremisme". Namun dalam pidato di Saudi, Trump seakan menjadi orang yang baru.
Donald Trump mengunjungi Saudi Arabia (Foto: REUTERS/Jonathan Ernst)
zoom-in-whitePerbesar
Donald Trump mengunjungi Saudi Arabia (Foto: REUTERS/Jonathan Ernst)
"Teroris tidak menyembah Tuhan, mereka menyembah kematian...Setiap kali teroris membunuh orang tidak berdosa, dan membawa nama Tuhan, itu adalah penghinaan bagi semua umat beragama," kata Trump.
ADVERTISEMENT
Dia menyerukan negara-negara Muslim untuk memusnahkan ekstremisme. Dalam pidatonya itu, Trump menyebut kerja sama senjata AS dengan Saudi senilai 110 miliar dolar AS adalah salah satu upaya melawan terorisme.
Walau dikecam oleh para pendukungnya, pidato Trump ini mendapatkan pujian dari masyarakat Amerika. Beberapa mengatakan bahwa ini adalah pidato terbaik Trump selama menjabat Presiden.
Lembaga advokat Muslim Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) mengatakan pidato Trump layak diacungi jempol, namun hal itu tidak lantas "menghapuskan kalimat-kalimat buruk Trump terhadap Islam dalam beberapa tahun terakhir".
"Presiden harus juga mengakui kontribusi yang dibuat Muslim Amerika selama beberapa generasi untuk kebaikan negara ini," kata Nihad Awad, Direktur Eksekutif CAIR.
Beberapa orang mengatakan, kecaman Trump terhadap Islam hanya dilakukan untuk menarik dukungan pada pemilu presiden 2016.
ADVERTISEMENT
Donald Trump mengunjungi Saudi Arabia (Foto: REUTERS/Jonathan Ernst)
zoom-in-whitePerbesar
Donald Trump mengunjungi Saudi Arabia (Foto: REUTERS/Jonathan Ernst)
"Tidak hanya Trump, semua presiden berbicara keras soal dunia Arab. Tapi mereka berubah setelah menjadi presiden demi kepentingan Amerika," kata Omar Shalaby, warga Yerusalem kepada NBC News.
Tidak salah jika dikatakan AS punya kepentingan besar terhadap Saudi. Kerajaan Saudi yang dipimpin Raja Salman adalah salah satu negara peminjam utang terbesar bagi Amerika Serikat.
Pada Mei tahun lalu terungkap, Saudi mengantongi surat utang AS senilai US$116,8 miliar atau lebih dari Rp1.551 triliun. Selama empat dekade AS tidak pernah mengungkapkan utang mereka terhadap Saudi ini.
Besaran utang ini menjadikan Saudi pemegang utang luar negeri AS terbesar ke-13. China adalah negara yang memegang obligasi terbesar AS, hingga US$1,3 triliun, kedua adalah Jepang, US$1,1 triliun.
ADVERTISEMENT