Memahami Pemilu Inggris yang Berakhir "Menggantung"

9 Juni 2017 15:53 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perdana Menteri Inggris Theresa May (Foto: REUTERS/Peter Nicholls)
zoom-in-whitePerbesar
Perdana Menteri Inggris Theresa May (Foto: REUTERS/Peter Nicholls)
ADVERTISEMENT
Pemilu Inggris pada Kamis (8/6) telah berakhir dengan hasil yang tidak sesuai harapan partai berkuasa. Partai Konservatif tidak mendapat suara yang diinginkan, kepemimpinan Theresa May sebagai perdana menteri Inggris terancam digantikan.
ADVERTISEMENT
Ironisnya adalah, Theresa May sudah yakin betul partainya bakal menang pemilu. Pada 18 April lalu, May mempercepat pemilu Inggris yang seharusnya tahun 2020 demi mensolidkan suara mayoritas untuk beberapa isu, salah satunya Brexit. May percaya diri karena poling menunjukkan partainya tidak terkalahkan, apalagi saat itu Partai Buruh popularitasnya tengah anjlok.
Saat berita ini diturunkan sudah 639 dari 650 kursi House of Commons yang ditetapkan berdasarkan perhitungan suara. Partai Konservatif mendapatkan 310 kursi, sementara Partai Buruh 258 kursi, sisanya diperoleh partai-partai kecil.
Jika pun Konservatif memenangkan semua kursi tersisa, tetap saja Konservatif tidak mendapatkan kursi mayoritas di parlemen sebesar 326. Jika demikian, maka situasi ini dinamakan "hung parliament" alias parlemen gantung, tidak ada partai yang berhak membentuk pemerintahan langsung.
ADVERTISEMENT
Jeremy Corbyn (Foto: Reuters/Darren Staples)
zoom-in-whitePerbesar
Jeremy Corbyn (Foto: Reuters/Darren Staples)
Jika sudah begini, ada dua opsi yang bisa dilakukan. Pertama, Partai Konservatif dan Buruh yang dipimpin Jeremy Corbyn harus berkoalisi dengan satu atau lebih partai-partai kecil untuk membentuk mayoritas. Bisa jadi saat ini telah berlangsung lobi di balik layar untuk membentuk koalisi.
Namun dilihat dari partai-partai yang ada, hampir semuanya tidak memiliki ideologi yang sama dengan Konservatif atau Buruh.
Jika koalisi tidak juga terbentuk dan pemerintahan mayoritas pupus, maka opsi kedua diterapkan. Konservatif sebagai pemenang pemilu tetap berhak membentuk pemerintahan, namun pemerintahan yang minoritas.
Parlemen Inggris (Foto: Reuters/Hannah McKay)
zoom-in-whitePerbesar
Parlemen Inggris (Foto: Reuters/Hannah McKay)
Pemerintahan minoritas jarang terjadi di Inggris, tapi bukan tidak mungkin, pernah terjadi tahun 1923, 1974, dan 1977-78.
ADVERTISEMENT
Namun biasanya pemerintah minoritas tidak berlangsung lama. Pasalnya sulit menggolkan program pemerintah jika tidak mendapatkan dukungan mayoritas parlemen. Pemerintah harus ekstra keras melobi suara dari partai lain, termasuk dalam hal penting seperti kesepakatan Inggris keluar dari Uni Eropa alias Brexit.
Belum dipastikan langkah Konservatif atau Buruh. Namun Theresa May menyiratkan tidak akan mundur dari PM, artinya kemungkinan dia akan membentuk pemerintahan minoritas.