Seputar Digitalisasi Manuskrip: Syair Cinta Birahi

Desy Anggraini
Desy Anggraini lahir di Jakarta, 09 Desember 1998. Mahasiswa pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia semester 6 dari UIN Jakarta.
Konten dari Pengguna
9 Desember 2020 7:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Desy Anggraini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: https://www.Khastara.perpusnas.go.id
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: https://www.Khastara.perpusnas.go.id

Kita tahu bahwa perpustakaan adalah jantung peradaban. Ungkapan ini dipastikan bukanlah suatu imajinasi yang keluar dari hamba-hamba pengagum sejarah. Bahwa pada kenyataanya perpustakaan selalu menjadi tempat menyimpan ribuan koleksi naskah hingga detik ini.

ADVERTISEMENT
Salah satu bentuk contohnya ialah berbagai macam manuskrip yang diteliti oleh para filologi. Bahkan usia koleksi manuskrip nusantara merentang dari abad ke-8 hingga abad ke-19. Apalagi di era perkembangan zaman ini naskah manuskrip bisa kita temukan dengan mudah yaitu melalui proses digitalisasi naskah.
ADVERTISEMENT
KHASTARA perpusnas salah satunya. Web ini tersedia bagi siapapun yang ingin mengkaji dan meneliti naskah hanya dengan membuka laman tersebut.
Kepala perpustakaan nasional Muhammad Syarif Bando mengatakan,‘adanya situs web ini memudahkan pemustaka dalam mengakses koleksi Pustaka nusantara yang digitalkan dalam bentuk dan format yang menarik sehingga kondisi koleksi tercetak yang sudah rapuh tetap terjaga’.
Saya menemukan salah satu naskah manuskrip berjudul ‘Syair Cinta Birahi’. Naskah ini terdaftar di kode W 267 yang di simpan di Perpustakaan Nasional (Perpusnas). Naskah ini saya ambil secara digitalisasi melalui web Khasanah Pustaka Nusantara (KHASTARA).
Manuskrip masuk dalam kategori Melayu. Perpustakaan Nasional tercantum sebagai pengarang. Naskah ini disalin dengan kode Rol 452. Kemudian naskah ini juga menggunakan penanggalan dengan penanggalan angka latin dengan bahasa melayu.
ADVERTISEMENT
Bagian deskripsi menerangkan naskah ini memiliki ukuran manuskrip 20 x 16 cm. Ukuran Sampul 20 x 16 cm. Ukuran Blok Teks 16 x 11 cm. 13-19 baris/hlm. Naskah ini berisi 38 halaman. Dalam setiap halaman diberikan angka latin. Naskah tersebut disampul dengan hard cover berwarna biru dan naskah ini berbentuk puisi kertas dengan cap di setiap halamannya.
Dalam menuliskan teks penulis menggunakan tinta hitam sehingga tulisannya agar jelas terbaca. Bagian kertas halaman 1-3 kosong. Karena penulis menggunakan aksara arab bagian awal tulisan di halaman ke-4 tertulis judul dalam naskah dengan tulisan V: 267. ‘Ini Syair Cinta Birahi’.
Di awal teks tertulis: Bismillah itu permulaan kalam, dengan nama Allah khalik al-'alam. Melimpahkan rahamat siang dan malam, pada segala mu'min dan islam. Dengarkan tuan suatu cerita, dikarang oleh dagang yang lata. Dagang nan bukan anak pendeta, daripada duduk baik berkata.
ADVERTISEMENT
Sumber: https://www.Khastara.perpusnas.go.id
Di akhir teks tertulis: Terkenangkan zaman masa dahulu, ibu bapa orang pun malu. Tamatlah surat sair parahad, ahtan sahi terlalu jahat. Dagang menyurat dengan maslahat, supaya suka orang melihat.
ADVERTISEMENT
Manuskrip ini juga berisi tentang kisah Sultan Indra. Raja dari negeri Branta Indra yang mempunyai banyak permaisuri, tetapi yang tercantik dan paling disayang hanyalah anak bendahara bernama Siti Lela Mengindra. Kecantikan Siti Lela mengindra termasyhur kemana-mana sampai terdengar oleh Mengindra Syahperi.
Mengindra Syahperi setiap hari memimpikannya dan ingin memandang wajahnya. Mengindra Syahperi lalu pergi ke Beranta Indra dan bertemu dengan Siti Lela Mengindra, sehingga berhasil berkasih-kasihan di antara keduanya. Raja yang mengetahui hubungan keduanya, menjadi marah lalu berusaha menyingkirkan Muda Farahid dengan cara memberikan tugas yang berat-berat.
Manuskrip ini menarik untuk diteliti khususnya dalam hal aksara arab dengan bahasa melayu yang digunakan. Situs web KHASTARA sudah banyak mengkoleksi 8324 judul. Salah satunya adalah manuskrip ini (naskah kuno). Kita sebagai masyarakat Indonesia sangat berpeluang untuk meneliti naskah-naskah yang sangat banyak belum diketahui khalayak.
ADVERTISEMENT
Seperti yang dikatakan Oman fathurahman dalam bukunya bahwa naskah merupakan cermin sejarah masa lalu kita, dan sejarah adalah separuh dari kehidupan setiap bangsa, sejarah pula yang melegitimasi kita sebagai sebuah bangsa yang besar dan patut dibanggakan. Karena sesungguhnya banyak isian naskah yang bisa kita kaitkan dengan keadaan di kehidupan kita sehari-hari.