Konten dari Pengguna

Mengukir Masa Depan dengan Pondasi Utang

Nanda Pratama
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jambi
30 Agustus 2023 10:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nanda Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi utang. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi utang. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Dalam sorotan isu resesi yang kian menghimpit, seperti denting piano yang merasuk jiwa, muncul satu seni yang tak terelakkan-seni bernama utang. Dalam gema berbagai isu ekonomi, ia melengkapi harmoni kesulitan dan peluang. Seperti sepenggal sajak dalam novel kehidupan, utang menjadi pusaka kata yang diukir dalam setiap lembaran waktu.
ADVERTISEMENT
Tatkala perbincangan tentang utang mulai menghiasi ranah publik, ia tak hanya berada dalam jangkauan negara Indonesia yang kian mencoba meraih jenjang yang lebih tinggi. Di benua biru, di negeri berjuluk "tanah impian," Amerika, utang menjulang setinggi gedung pencakar langit. utang menjadi pondasi bagi megahnya bangunan peradaban.
Selayaknya tari yang mempesona, negara-negara menjunjung tinggi kegagahan mereka melalui persembahan utang. Mereka membuktikan bahwa utang tak sekadar beban, tetapi alat untuk mencipta peluang. Saat ini, sorotan memandu kita pada peristiwa saat seorang pemimpin negara Indonesia bertemu dengan jawara-jawara dunia, menawarkan pelukan investasi. Namun, di balik tawaran itu tersembunyi nyanyian utang yang tiada henti mengalun.
Jauh dari gemerlap panggung global, di panggung mikro, utang tak kalah memikat. Dalam hamparan kehidupan yang berliku, prinsip "kali lobang tutup lobang" menjadi mantra. Seakan menjadi napas penghidupan, masyarakat merangkai rentetan hari-hari dengan benang utang. Ia bukan sekadar beban, ia adalah tonggak penentu nasib, di mana derap langkah tak putus beriringan dengan bayang-bayang utang.
ADVERTISEMENT
Di media sosial bertebaran lembaga keuangan penyedia jasa utang, di daerah-daerah hampir setiap kecamatan bisa ditemukan lembaga-lembaga penyedia jasa utang. Begitu mudahnya persyaratan serta jaminan yang ditawarkan oleh pihak penyedia jasa membuat Masyarakat lupa dengan apa yang ia punya. Dengan ringan Masyarakat menjawab negara aja utang masa kita takut berutang.
perempuan, masa depan Foto: Shutterstock
Namun, tak dapat dipungkiri, rintihan terkadang menyelubungi nyanyian harapan. Kala utang hadir sebagai obat mujarab, ia juga mendatangkan risiko yang mengintai seperti bayangan malam. Namun, ia dihadirkan sebagai penyejuk di tengah hiruk-pikuk kesulitan. Utang bukan sekadar pintu terakhir, melainkan pintu menuju jalan yang lebih cerah.
Sebagai pujangga, Zawawi Imron dengan kata-kata yang tiada tanding, mengatakan bahwa utang adalah samudra air mata tempat berlayar ceria anak-anak kita. Dalam melukis perasaan manusia, ia mengaitkan kehancuran dan kebahagiaan dengan tali yang tak terputus—tali utang.
ADVERTISEMENT
Dalam alunan yang penuh keterikatan dan peluang ini, kita menemukan cerita tentang diri kita sendiri. Dalam setiap langkah, ada kesempatan untuk meraih impian, dan dalam tiap putaran, ada keterikatan yang mengajarkan nilai-nilai. Seperti tarian yang tak pernah berakhir, kita pun tak pernah berhenti merangkai cerita—tentang utang, tentang hidup, dan tentang diri kita sendiri.
Utang memiliki peran kompleks yang mencakup dua sisi yang saling melengkapi: peluang dan keterikatan. Baik di level makro maupun mikro, utang menjadi alat yang dapat membuka peluang baru, meskipun juga membawa risiko keterikatan. Filosofi utang mengajak kita merenungkan implikasi etika, nilai-nilai, dan arti sejati dari kebebasan dalam keterikatan. Dalam melodi resesi dan tarian harapan, utang mengiringi langkah-langkah kita, mengingatkan bahwa dalam setiap kesulitan terdapat potensi untuk pertumbuhan dan perubahan.
ADVERTISEMENT