Pentingnya Memaknai Angka

Dewa Komang Ady Suryadinatha
Saat ini bekerja sebagai Humas di Badan Pusat Statistik. Orang Bali yang tinggal di Jakarta. Pemain tenis yang hobi menonton bola. Gemar mendengar musik namun lebih senang mendengar cerita dari lingkungan sekitar.
Konten dari Pengguna
4 Agustus 2021 15:13 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dewa Komang Ady Suryadinatha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Sahabat saya, Intan, sebut saja begitu, belakangan ini kecanduan Media Sosial. Setiap detik dalam hari-harinya kini dihabiskan di gawai kecil yang jarang Ia lepaskan. Namun belakangan Ia acapkali bertanya, "Angka ini maksudnya apa ya?"

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Intan bukanlah orang yang tak terpelajar. Ia adalah lulusan sarjana di kota kelahirannya. Intan mendapatkan nilai baik di mata kuliah bahasa indonesia dan paham bahasa inggris, meski tak fasih-fasih amat. Intan juga tergolong sebagai generasi milenial. Dilahirkan tahun 1995 membuatnya tergabung bersama 69,90 juta jiwa lain yang akan menjadi bonus demografi Indonesia di masa depan. Tentu tak ada keraguan bagi orang-orang seumur Intan untuk sekadar fasih dalam menggunakan media sosial.
ADVERTISEMENT
Tetapi ada satu aksara yang belakangan sering tak kuasa dipahami Intan. Dia tidak mengerti arti angka-angka. Jika hanya membaca jumlah likes di Facebook, jumlah followers di Instagram, jumlah views di Youtube, atau jumlah retweet di Instagram, mungkin Intan telah khatam. Tetapi jika Intan dihadapkan pada angka berkerumun semacam rilis penambahan angka kasus covid, angka inflasi, atau angka pertumbuhan ekonomi Indonesia year on year, sejenak Intan membisu. Tampaknya Intan bisa membaca angka. Namun gagal mengerti makna.
Media sosial dan Angka. Sumber gambar : Freepik
Tanpa kita sadari, angka telah berkembang sedemikian rupa. Perkembangan peradaban telah mengubah angka menjadi kental akan logika. Tak hanya digunakan sebagai sarana komunikasi, namun angka-angka yang di-jembrengkan di berbagai media kini adalah sarana untuk menyajikan informasi, ekspektasi, dan isyarat-isyarat akan masa depan. Karena itu tak hanya Intan, kita semua perlu melakukan analisis, mempertajam logika, dan menata angka-angka tersebut untuk menarik kesimpulan.
ADVERTISEMENT
Namun kondisi di lingkungan kita tinggal justru berbeda 180 derajat. Permasalahan yang dialami Intan tampaknya akut di ibu pertiwi. Indonesia tercatat menempati ranking ke 62 dari 70 negara berkaitan dengan tingkat literasi, atau berada pada kumpulan 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah. Data The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang menyelenggarakan survei Programme for International Student Assesment (PISA) pada tahun 2018 pun menunjukkan bahwa peringkat Indonesia tidak memuaskan.
Sejak survei dilaksanakan, Indonesia konsisten berada di urutan sepuluh, dari bawah. Dari ketiga kategori kompetensi yakni kemampuan membaca, matematika, dan kinerja sains, skor Indonesia selalu berada di bawah rata-rata.
Ilustrasi Siswa SMA di Indonesia. Sumber gambar : Badan Pusat Statistik
Alih-alih memperbaiki kemalangan itu, beberapa pihak justru melihat celah dan memanfaatkan situasi. Berbagai angka yang disampaikan saat ini dirasa cenderung kontraproduktif entah dengan tujuan yang sulit dipahami. Pihak tersebut tampaknya mengerti bahwa angka dan indikator yang akan disampaikan tersebut kurang baik, sehingga perlu untuk mencari angka lain yang memberikan "rasa aman" semu pada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Namun dalam hal ini, harus diakui bahwa pemerintah tak sepenuhnya harus bertanggung jawab, pentingnya logika dan analisis angka memang harus dibangun sejak dini. Perubahan kurikulum dan sosialisasi mengenai eksplorasi angka bukan hal yang mudah untuk ditanamkan, setidaknya pada Intan yang sudah kadung memasuki usia produktif.
Namun, tidak mudah bukan berarti tidak bisa dilakukan. Pentingnya peninjauan kembali kurikulum soal angka (atau lazim dikenal dengan matematika), terutama logika dan deduksi, mendesak untuk dilakukan. Tentu jika tak ingin kian tertinggal. Pendek kata, penguasaan analisis angka dan data akan menjadi bagian dari kehidupan modern, di bidang apa saja.
Pertanyaannya, apakah kita telah mampu memaknai angka?