Nasionalisme Rasa, Tanamkan Kecintaan Milenial Terhadap Gastronomi Indonesia

Dewi Sulistiawaty
Content Creator
Konten dari Pengguna
19 Agustus 2023 13:31 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dewi Sulistiawaty tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
IGC gelar talkshow bertajuk "Nasionalisme Rasa" di Lippo Mall Kemang, Jakarta Selatan (18/8)
zoom-in-whitePerbesar
IGC gelar talkshow bertajuk "Nasionalisme Rasa" di Lippo Mall Kemang, Jakarta Selatan (18/8)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam rangka memperingati HUT RI ke-78, Indonesian Gastronomy Community (IGC) mengadakan sebuah talkshow bertajuk “Nasionalisme Rasa”.
ADVERTISEMENT
Kegiatan yang digelar di Atrium Lippo Mall Kemang, Jakarta pada hari Jumat, 18 Agustus 2023 tersebut dihadiri oleh beberapa pembicara, diantaranya Ahmad Arif, seorang Jurnalis dan juga Penulis Buku; Nofel Saleh Hilabi, seorang Entrepreneur dan Owner Shabugin; Alyssa Abidin, seorang Actor; Chef Rayhan Paramartha, Top Master Chef Season 9 dan juga Owner Bakmielenial; serta Vishal Kumar selaku Wakil Ketua Umum IGC dan VP Growth Yummy.
Tema "Nasionalisme Rasa" sengaja diusung IGC sebagai salah satu upaya untuk menanamkan nilai kebangsaan melalui kecintaan terhadap gastronomi Indonesia. Untuk diketahui, IGC sendiri terbentuk dengan tujuan untuk memajukan Indonesia dan memperkuat kearifan lokal melalui kuliner khas Indonesia, dengan memperkenalkan dan juga memberikan pemahaman melalui sejarah dan budaya yang tersebar di Nusantara.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan kuliner yang umumnya hanya dilihat dari segi rasa dan tampilan, gastronomi memiliki pandangan yang lebih luas tehadap kuliner. Selain rasa dan tampilan, gastronomi juga memahami kuliner dari segi sejarah dan budayanya, baik dari tata cara adat istiadat, filosofi, dan nilai-nilai luhur yang terkandung dari kuliner tersebut.

Pendapat Milienial Tentang Gastronomi Indonesia

Belakangan ini, generasi milenial mulai banyak yang tertarik dengan kuliner luar negeri, misalnya makanan asal Korea Selatan. Apakah dengan begitu berarti mereka melupakan kuliner Nusantara? Hal tersebut tidak tergambar dari lima pembicara muda yang hadir pada talkshow "Nasionalisme Rasa".
Sebagai pemain peran yang baru berkecimpung di dunia entertainment, Alyssa menyebut bahwa pengenalan kuliner Nusantara pada generasi muda bisa dilakukan melalui media film. Menurutnya media ini bisa merangkul banyak orang sekaligus. Tak hanya ditonton oleh masyarakat Indonesia, namun juga masyarakat dunia.
ADVERTISEMENT
“Film-film Indonesia sudah banyak yang diakui di kancah internasional. Bayangkan kalau kita membawa tema kuliner Indonesia, pasti akan lebih luas jangkauannya. Apalagi melihat minat orang Indonesia yang tinggi terhadap film. Kita bisa berkarya, berkomunikasi, dan menjelaskan mengenai gastronomi melalui cerita. Tentu itu akan sangat menarik,” ujarnya.
Dari sisi bisnis Novel berpendapat, jika kuliner Nusantara bisa dikemas secara menarik, dengan tema yang baik, tentunya nilainya akan naik juga. Dengan begitu secara otomatis harganya pun akan ikut terangkat.
“Makanan tradisional pun bisa mengikuti perkembangan zaman, dengan cara mengemasnya secara modern. Jika dilihat tampilannya bagus, trus rasanya enak, tentu akan dicari orang. Makanan kita juga disukai oleh orang luar, seperti nasi goreng, nasi Padang, dan lain-lain. Ini berarti kuliner Indonesia tidak kalah dengan negara lainnya. Generasi muda harus bisa melihat peluang bisnis ini ke depan,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Selaku Wakil Ketua IGC yang aktif di kementerian, Vishal mengungkapkan bahwa generasi muda yang berada di luar negeri sangat berperan dalam memperkenalkan gastronomi Indonesia. Menurutnya, selain rasa yang enak dan kemasan yang menarik, cara lain untuk menaikkan nilai suatu kuliner, khususnya kuliner Nusantara adalah dengan mengganti nama menunya dengan nama yang terdengar lebih ‘internasional’, misalnya bahasa Inggris.
Sementara Arif mengatakan bahwa budaya pangan di Indonesia dibangun dari keberagaman kuliner, yang timbul karena keberagaman sumber pangan yang berbeda-beda di setiap daerah. Jadi bicara mengenai kuliner Indonesia, tak saja bicara tentang nasi, namun juga ada singkong, jagung, dan sagu. Menurutnya pangan bukan hanya sekedar mengisi perut, namun juga menjadi identitas budaya suatu daerah.
ADVERTISEMENT
“Namun jika dilihat saat ini, memang ada pergeseran yang cukup signifikan terjadi. Misalnya hampir di setiap daerah kita jarang menemui makanan asal dari daerah tersebut. Kita malah menemuinya di daerah lain. Mestinya masyarakat lokal juga harus bangga dengan pangan lokalnya. Pada dasarnya keberagaman lokal kita ini yang menjadi pondasi kemandirian pangan,” ungkap Arif.
Chef Rayhan sendiri mengaku sangat bangga menjadi chef yang bisa meramu masakan Indonesia. Ia bahkan rela datang ke daerah untuk belajar langsung dari warga setempat, tentang bagaimana caranya memasak makanan khas dari daerah tersebut dengan benar.
Sebagai Ketua IGC, Ria Musiawan berharap talkshow "Nasionalisme Rasa" ini dapat memberikan gambaran luas tentang bagaimana kayanya ragam makanan dan minuman Indonesia yang terbentang dari Sabang hingga Merauke, Miangas hingga Rote, kearifan lokal yang patut dibanggakan, karena mencerminkan budaya dan jati diri bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
"IGC berharap melalui talkshiw ini dapat disebarluaskannya semangat untuk mencintai dan mengonsumsi kuliner yang berbasis bahan pangan lokal. Selain itu, peserta dapat mengetahui bagaimana perjalanan bahan pangan dari tempat asal hingga sampai di tempat bersantap, sehingga akan bangkit respek atas bahan pangan lokal yang bersumber dari kekayaan alam Indonesia. Maka, masyarakat pun dapat menjadi pahlawan-pahlawan dari lingkup yang paling dekat," pungkasnya.