Konten dari Pengguna

Bersepeda Kini Bukan Sekadar Olahraga

Dheni Ramadhan
Mahasiswa Program S-1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6 Desember 2021 13:16 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dheni Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber gambar : www.freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber gambar : www.freepik.com
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu belakangan ini, tepatnya pasca merebaknya pandemi Covid-19 di Indonesia. Masyarakat Indonesia menjadi lebih terisolasi dalam menjalani kegiatan sehari-hari. Terlebih, bagi beberapa pekerja, mereka terpaksa menjalani pekerjaan dari rumah/work from home (WFH). Akibatnya, banyak orang merasa bosan dengan aktivitasnya di rumah dan kemudian mencari kesibukan lainnya. Tentunya pada kesibukan yang tetap dapat menyehatkan tubuh di tengah-tengah wabah pandemi Covid-19.
ADVERTISEMENT
Dari beberapa kegiatan serta aktivitas yang banyak digandrungi, salah satunya ialah kegiatan olahraga. Belum lepas dari ingatan, bagaimana animo masyarakat terhadap olahraga yang satu ini, yaitu bersepeda pada awal masa pandemi Covid-19. Hampir di setiap jalan dipenuhi oleh para pesepeda, khususnya pada hari libur. Baik kalangan dewasa sampai anak-anak, pria ataupun wanita, dengan segala jenis sepeda yang digunakan.
Hal ini tentunya berdampak pada penjualan sepeda yang terjadi di Indonesia. Hal ini seakan menjadi mimpi indah bagi para penjual sepeda. Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiadi, mengatakan tren penggunaan sepeda sejak masa pandemi Covid-19 meningkat. Bahkan, permintaan sepeda di Indonesia meningkat 1.000 persen.
"Permintaan sepeda di Indonesia meningkat hingga 1000 persen," kata Budi dalam Pekan Sepeda Nasional 2020, Jakarta, Sabtu (17/10).
ADVERTISEMENT
Namun, di balik masifnya kegiatan bersepeda ini ada segelintir permasalahan yang terjadi. Salah satunya, ketidakjelasan hukum atas kegiatan bersepeda dan objek sepeda itu sendiri. Mulai dari status sepeda yang akan disamakan seperti kendaraan bermotor, peraturan jalur khusus sepeda, bahkan sampai pajak untuk sepeda. Sungguh sangat disayangkan, apabila permasalahan yang terjadi ini dapat mengakibatkan penurunan penggunaan sepeda nantinya.
Tapi pertanyaan besar yang timbul ialah, apakah kegiatan bersepeda ini akan terus lestari? walau tidak ada faktor penghalang untuk melakukan kegiatan bersepeda seperti yang telah dibahas sebelumnya. Atau ini hanya sebatas kelatahan masyarakat atas suatu tren yang terjadi. Untuk menjawab itu, mari kita lihat fakta yang ada di lapangan tentang bagaimana masyarakat menganggap kegiatan bersepeda itu.
ADVERTISEMENT
Bersepeda pada mulanya bertujuan untuk membuat tubuh menjadi sehat. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, bersepeda telah memiliki berbagai tujuan. Gaya hidup, salah satu yang paling populer dari sekian banyak tujuan bersepeda akhir-akhir ini. Hal itu dapat terjadi seiring berkembangnya keterbukaan budaya pada era globalisasi ini, yang memungkinkan setiap budaya luar dapat masuk dan terjadi akulturasi di dalamnya.
Hal tersebut juga yang terjadi di kota-kota besar saat ini, seperti kota Jakarta. Situasi yang terjadi di Jakarta sekarang ini, ialah bagaimana bersepeda telah menjadi suatu gaya hidup bagi para penggunanya. Sepeda telah menjadi sebuah gambaran pribadi atau suatu kanvas bagi penggunanya. Yang artinya, setiap pesepeda bebas menuangkan ide serta kreativitasnya dalam mendesain sepedanya. Contohnya saja dengan hadirnya beberapa sepeda custom dengan persilangan model yang terjadi, seperti contoh sepeda gravel yang merupakan persilangan antara sepeda road bike dengan jenis sepeda mountain bike.
ADVERTISEMENT
Realita yang terjadi ini justru akan menjadi sebuah jalan atas terbukanya wadah kreasi baru bagi para penikmat dan pengguna sepeda, sebab mereka dapat menuangkan serta membuat desain sepedanya sesuai dengan ide dan kreasinya sendiri.
Bahkan, untuk beberapa orang, sepeda dapat dianalogikan menjadi gambaran dari genre musik yang mereka suka. Mengutip pembicaraan Jimi Multhazam pada kanal YouTube Gaya Berkendara, Jimi mengungkapkan bahwa ada pengaruh antara jenis sepeda dengan preferensi atau selera musik yang disuka.
“Kalau sepeda carbon itu buat musik rock/progressive rock, kalau sepeda onthel itu musik folk, sepeda gravel ini musik hard rock, yang paling keren itu fixed gear itu ibarat musik punk rock,” tuturnya.
Dari pernyataan Jimi tersebut, dapat kita petik kesimpulan bahwa bagi beberapa orang, jenis sepeda yang berbeda-beda ternyata memiliki makna dan ciri khas tersendiri di dalamnya. Meskipun, bagi sebagian orang, jenis dan desain sepeda bukanlah hal yang terlalu penting bagi sebuah sepeda, melainkan tujuan bersepeda itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Memang pada dasarnya ulasan di atas tadi biasanya hanya terjadi pada kalangan tertentu saja. Khususnya kalangan masyarakat urban yang memang sudah ada dan telah lama berkecimpung di dunia persepedaan. Namun, di balik itu bersepeda merupakan hak bagi setiap orang dan tujuan bersepeda juga merupakan preferensi bagi setiap orang, jadi kita tidak dapat mengubah atau mempengaruhi hal itu. Yang sebaiknya kita lakukan ialah tetap mendukung budaya bersepeda, yang pada dasarnya sangat baik untuk kesehatan lingkungan khususnya untuk kesehatan udara. Bersepeda juga berarti mendukung pengurangan polusi dari gas buang kendaran bermotor yang biasa kita gunakan.
Dan yang terakhir, satu hal yang perlu disadari pula bagi para pesepeda, kita juga harus tetap menjaga keselamatan berkendara saat menggunakan sepeda, terlebih penggunaan sepeda di jalan-jalan yang padat akan kendaraan lain. Selalu gunakan alat keselamatan berkendara dan selalu menjaga ketertiban berlalu lintas. Jika hal ini telah disadari bagi setiap pengguna jalan, maka sangat sulit untuk menemukan permasalahan yang terjadi di jalan.
ADVERTISEMENT
Salam dua pedal
Forever Two Wheels