Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Pentingnya Konseling di Kalangan Remaja Guna Menghindari Kasus Bunuh Diri
14 Juni 2023 19:33 WIB
Tulisan dari Dhifa Febriyanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini banyak berita tentang seseorang yang mengakhiri hidupnya sendiri atau bunuh diri yang menjadi isu kesehatan mental yang kerap menjadi topik yang kurang dibahas dan diberi perhatian serius di masyarakat Indonesia. Bunuh diri merupakan tindakan seseorang untuk mengakhiri hidupnya secara sengaja. Bunuh diri sering kali dilakukan akibat putus asa, yang penyebabnya sering kali dikaitkan dengan gangguan jiwa misalnya depresi, gangguan bipolar, skizofernia atau merasa lelah, sendiri dan sakit hati yang luar biasa. Orang yang ingin bunuh diri terkadang menunjukkan perilaku yang tidak biasa, tetapi tidak semua orang menyadarinya. Sehingga kasus bunuh diri itu terjadi tanpa ada yang bisa mencegahnya.
International Association for Suicide Prevention (IASP) memperkirakan sebanyak 700 ribu orang meninggal dunia setiap tahunnya karena bunuh diri. Di Indonesia, berdasarkan catatan World Bank, berada di posisi 15 terbawah angka kasus bunuh diri di dunia. Catatan ini diambil dari data terakhir yang direkam oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2019. Hingga saat ini, belum ada data angka kasus bunuh diri terbaru yang tercatat secara resmi. Sebuah studi pada tahun 2022 menemukan bahwa angka bunuh diri di Indonesia mungkin empat kali lebih besar daripada data resmi. Kurangnya data telah menyembunyikan skala sebenarnya dari persoalan bunuh diri di Indonesia, menurut sejumlah pakar. Padahal, WHO mengatakan bunuh diri adalah penyebab kematian terbesar keempat di antara orang-orang berusia 15-29 tahun di seluruh dunia pada 2019.
Seperti pada kasus bunuh salah satu mahasiswa Universitas Pamulang yang terjadi pada awal tahun ini. Dimana sang korban ditemukan tewas dalam sebuah kamar hotel sembari bergandeng tangan dengan pasangannya. Diketahui keduanya melakukan bunuh diri dengan meminum potas atau sebuah racun sejenis sianida yang mematikan. Polisi juga mengatakan pada wartawan, terdapat surat yang diperuntukkan orang tua masing-masing korban, dimana bunuh diri ini dilakukan dengan kesadaran mereka berdua.
Terdapat kasus lain, dimana bunuh diri hampir dilakukan oleh seorang wanita yang didiagnosa mengidap bipolar sehari setelah wisuda. Karna tidak terlalu paham dengan masalah kejiwaan, wanita tersebut berhenti berobat setelah 7 bulan dan berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Namun, setelah ada insiden bunuh diri di kampung halamannya yang membuat orang-orang “heboh” dan menjadikan keluarga itu bahan omongan di kampung, membuat wanita tersebut tidak jadi bunuh diri dan mencari pertolongan dengan kembali berobat.
Pada kasus pertama, bunuh diri terjadi tanpa bisa dicegah, karena korban melakukannya tanpa berpikir dua kali, tanpa berpikir untuk pergi mencari pertolongan malah mencari teman utnuk melakukannya bersama. Sedangkan, pada kasus kedua terlihat wanita yang pernah hampir menjadi korban bunuh diri, masih hidup hingga sekarang karena tekad dan niatnya untuk melakukan konseling dan sembuh dengan tenang.
Dari kedua kasus tersebut, dapat disimpulkan bahwa dengan melakukan konseling dapat membantu meringankan beban permasalahan emosi, perasaan dan sosial yang dialami manusia. Terutama pada remaja, yang dimana di masa remaja mereka akan mulai mencari jati diri, menentukan mana yang benar dan salah, dan apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Dengan melakukan konseling dini pada remaja diharapkan akan membantu menurunnya angka kasus bunuh diri di Indonesia serta di dunia.
ADVERTISEMENT