Konten dari Pengguna

Fenomena Hustle Culture di Kalangan Anak Muda Zaman Sekarang

Dhiyan Afifah
Saya merupakan mahasiswi jurusan Hubungan Internasional Universitas Brawijaya.
24 Mei 2022 18:31 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dhiyan Afifah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
working picture. photo : Oleh bongkarn thanyakij
zoom-in-whitePerbesar
working picture. photo : Oleh bongkarn thanyakij
ADVERTISEMENT
Masyarakat kini mungkin sudah lazim dengan kehidupan yang kompetitif karena sejak kecil kita sudah diajarkan untuk bersaing agar menjadi yang ‘terbaik’. sifat kompetitif tersebut membuat kita ingin terus berlomba-lomba menjadi yang terbaik dalam segala bidang, termasuk dalam hal meraih kesuksesan. Kita tentunya sering mendengar atau melihat kata-kata motivasi tentang kesuksesan seperti, work hard pays off, don’t stop until you proud, great things never come from comfort zone¸serta kata-kata motivasi lainnya yang cenderung mengajarkan kita untuk selalu ‘work hard’ dalam mencapai kesuksesan. Hal-hal tersebut tentunya menciptakan pola pikir masyarakat, khususnya anak muda yang sedang dalam proses mencari kesuksesan serta jati diri untuk melakukan usaha ‘lebih’ dengan tujuan agar mereka segera mencapai kesuksesan tersebut, bahkan terkadang usaha tersebut dilakukan secara berlebihan hingga memangkas waktu istirahat mereka.
ADVERTISEMENT
Sebagian besar dari anak muda di zaman ini berpikir bahwa dengan mengganti waktu istirahat dengan kegiatan lain, serta memiliki jadwal yang ‘padat’ akan membuat produktifitas mereka bertambah serta akan meningkatkan kesempatan mereka untuk mencapai pekerjaan impian. Fenomena tersebut biasa disebut dengan hustle culture.

Jadi, sebenarnya apa sih hustle culture itu?

Hustle culture terbagi menjadi dua kata, yaitu hustle yang berarti terburu-buru atau serba cepat dan culture yang artinya budaya. Jadi, secara Bahasa hustle culture berarti budaya terburu-buru dalam bekerja hingga melewati batas ketentuan dan kemampuan diri dalam bekerja dengan tujuan agar mereka cepat mendapatkan kesuksesan dalam bekerja. Jika merujuk pada Oxford Learner’s Dictionary, maka hustle culter ini diartikan dengan mendorong seseorang agar bisa bergerak lebih cepat secara agresif.
ADVERTISEMENT
Hustle culture ini tidak hanya diterapkan oleh suatu individu saja, tetapi seringkali diterapkan oleh sistem perusahaan yang membuat para pekerja untuk melakukan tugasnya secara sigap dan cepat, tentunya dengan menanamkan mindset bahwa nantinya para pekerja akan mendapatkan ‘reward’ atas jasanya tersebut. padahal, belum tentu ‘reward’ tersebut akan sebanding dengan beban dan tanggung jawab yang dikerjakan, dan hal ini seringkali dikaitkan dengan eksploitasi tenaga kerja.

Apa penyebab adanya hustle culture ?

Hustle culture sendiri tak bisa dilepaskan dari adanya demand masyarakat terhadap kebutuhan hidup yang tidak disediakan secara ‘mudah’ mau pun ‘gratis’ oleh pemerintah, hal tersebut menyebabkan mereka harus berusaha untuk memenuhi sendiri kebutuhannya. Sebagian masyarakat juga menanggung beban kebutuhan tiga generasi, yaitu Orang tua, dirinya sendiri, serta anak-anak mereka, yang tentunya membuat mereka untuk terus hustling agar dapat memenuhi kebutuhan tiga generasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Adanya tuntutan serta kompetisi dalam mencapai kesuksesan juga berpengaruh dalam sifat hustling masyarakat. salah satu tokoh yang menjadi figure dalam kesuksesan, Elon Musk, CEO Tesla dan SpaceX, beliau pernah membuat cuitan di twitter sebagai berikut :
Postingan tersebut jika diartikan adalah orang yang hanya bekerja 40 jam/minggu tidak akan bisa mengubah dunia. Selanjutnya, dia juga menulis rekomendasi bekerja dengan estimasi waktu 80 jam/minggu, atau mungkin hingga 100 jam/minggu. Hal tersebut tentunya semakin menggelorakan semangat gila kerja pada masyarakat, terlebih Elon Musk juga merupakan salah satu tokoh yang menjadi ‘kiblat’ kesuksesan saat ini.

Apakah dampak dari hustle culture ?

Perilaku hustle culture yang identik dengan ‘overworking’ tersebut tentunya membawa sejumlah dampak negatif, terutama dalam hal Kesehatan jasmani dan rohani. Berdasarkan hasil riset penelitian Komunitas Kala Krisis Keluarga Besar Mahasiswa FK Unair , bahwa 1 dari 3 orang pekerja Indonesia mengalami gangguan Kesehatan mental akibat ‘overworking’. Lalu, di jepang terdapat setidaknya 1 dari 5 orang pekerja di jepang menghadapi risiko kematian akibat terlalu banyak bekerja.
ADVERTISEMENT
Hustle culture juga memicu penyakit seperti darah tinggi, diabetes, serangan jantung, stroke, hingga gangguan pencernaan, penyakit tersebut tentunya memicu tingginya angka kematian akibat sifat gila kerja ini. Di Jepang, terdapat juga ratusan kematian terkait dengan kerja berlebihan dilaporkan setiap tahun, bersama dengan sejumlah masalah kesehatan yang serius.
Pada intinya, kita boleh saja untuk bekerja keras dan berusaha untuk meraih sesuatu yang kita inginkan, akan tetapi tetap harus dalam batas wajar dan tidak melewati batas kemampuan diri. Kita juga harus memberi jeda pada diri kita untuk beristirahat sebagai bentuk tanda cinta kita kepada diri sendiri. jadi, cobalah untuk menyeimbangkan beban kerja dengan aktivitas lain yang menjadi sumber kebahagiaan, agar terciptanya work-life balanced.
ADVERTISEMENT