Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Terapkan Self Love untuk Kebahagiaan yang Maksimal
21 Maret 2022 14:26 WIB
Tulisan dari Diah Fitriani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dengan kecepatan arus teknologi komunikasi saat ini, memang menjadi momok yang menakutkan. Terlebih untuk memupuk perasaan cinta terhadap diri sendiri seperti mencari jarum ditumpukan jerami, itu adalah hal yang tidak semua orang pasti bisa lakukan. Setiap hari manusia dijejali informasi yang terlalu berlebihan. Bahkan, informasi yang tidak kita ingin tahu sekalipun semuanya akan mudah terakses begitu saja, lagi-lagi sistem algoritma media sosial yang ingin membuat anda percaya.
ADVERTISEMENT
Dalam media sosial orang lain akan terlihat seperti bahagia hanya dengan satu postingan foto dengan ukiran senyum yang lebar, kita merasa orang lain lebih dicintai karena banyak yang mengucapkan ulang tahun di postingan media sosialnya, dan melihat orang lebih sukses karena bisa mendapat pekerjaan yang mapan, dan sering terlihat liburan diluar negeri atau makan makanan resto yang mungkin jarang kamu bisa membelinya.
Jika kamu masih memiliki pikiran untuk membandingkan hidup orang lain dengan kehidupanmu, segeralah buang jauh-jauh, dan baca tulisan ini sampai akhir. Self Love merupakan bentuk tindakan mencintai diri sendiri untuk menerima dan memberikan apresiasi terhadap apa yang telah kita miliki. Misalnya dengan memperbanyak bersyukur, dan menerima segala ketetapan hidup yang telah Tuhan berikan terhadap kita.
ADVERTISEMENT
Tuhan telah menciptakan manusia dengan banyak kelebihan dan fitur fisik yang lengkap. Namun banyak orang justru mencari-cari kekurangan yang ada pada dirinya sehingga memudahkan seseorang untuk merasa insecure dan seringkali membandingkan diri dengan orang lain. Bahkan skenario terburuknya akan berujung dengan hal negatif, seperti keputusasaan yang terus berlanjut tanpa titik kesudahan yang berakhir dengan mengakhiri hidup sendiri.
Hal yang amat sia-sia, karena sekali lagi fisikmu bukan acuan segalanya untuk melihat sisi lain dari dirimu, kamu bisa dihargai karena kamu adalah versi terbaikmu. Orang lain akan melihatmu karena itu kamu dan bukan orang lain yang berpura-pura menjadi terlihat sama. Jadi berhentilah untuk mengukur segalanya hanya dengan menggunkan satu perspektif.
Tanpa disadari mungkin orang lain menginginkan posisi yang kita miliki, alih- alih membandingkan diri kita dengan orang lain yang kita pikir hidupnya jauh lebih baik dari kita, cobalah melihat seseorang yang lebih kurang dari kita misalnya teman-teman disabilitas, dan anak-anak jalanan yang tidak punya orangtua ataupun tempat tinggal.
ADVERTISEMENT
Jika kamu masih bisa tidur nyaman dikamarmu dengan kasur yang empuk tanpa harus panas-panasan, ataupun meneduh didepan ruko orang lain karena kehujanan, bersyukurlah karena hidupmu masih lebih beruntung dari sepersekian persen orang didunia ini. Bahkan anak-anak disabilitas sekalipun mereka lebih tahu cara untuk menerima dirinya sendiri. Lantas bagaimana dengan kita yang diberkati kesempurnaan akal, pikiran, maupun fisik, tetapi masih bersikeras untuk mencela ciptaan Tuhan?
Jika kamu masih membandingkan dirimu dengan orang lain maka, berhentilah sekarang juga. Kita tidak pernah tahu hal seperti apa yang orang lain sembunyikan dibalik postingan bahagia di media sosialnya. Begitu juga orang lain yang tidak pernah tahu menyangkut kehidupanmu. Hal yang masuk akal karena orang lain hanya akan menunjukan sisi baiknya, sisi buruknya biarkan dia sendiri dan Tuhan yang tahu.
ADVERTISEMENT
Sering kali kita menjadi umpan atas kebodohan yang kita lakukan sendiri. Saran terbaik adalah berhenti untuk ingin tahu atau kepo dengan kehidupan orang lain, fokus saja dengan kebermanfaatanmu. Langkah itu dapat menjadi pondasi kuat untuk meningkatkan kepercayaan diri dan rasa bersyukur yang selama ini sering terlupakan.
Logika saya seperti ini, bagaimana kita akan menebar cinta kepada sesama apabila untuk mencintai diri sendiri saja kita merasa kesulitan? Seberapa besar kita memperjuangkan kualitas diri dan mengutamakan kebahagiaan, tidak semata-mata pengakuan dari orang lain atas prestasi dan pencapaian. Itu definisi cinta yang sesungguhnya.