Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Liverpool Juara dan Belajar dari Monty Python
23 Juli 2020 7:19 WIB
Tulisan dari Dias Lanang Prabowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Liverpool telah berasil mengunci gelar juara EPL musim ini sejak kompetisi tinggal menyisakan 7 pertandingan.Dan, mereka akhirnya secara resmi dapat mengangkat trofi EPL saat berhadapan dengan Chelsea di tribun kandang mereka sendiri,Anfield. Kutukan hampir 30 tahun tidak bisa menjuarai liga akhirnya usai.
ADVERTISEMENT
Sebagai fans Manchester United tidak ada perasaan yang lebih buruk untuk mendeskripsikan ulang perjalanan mereka sejauh ini berkaca dengan kejadian di atas. Selain kejadian pahit karena adanya Pandemi yang melanda dunia, performa klub naik turun di awal musim, fans MU juga dipaksa untuk menerima Kiamat kecil lainnya yakni melihat Liverpool juara dan membuat perolehan titel EPL menjadi sengit kembali. (MU :20. Liverpool : 19)
Ya, klub yang beberapa tahun belakang selalu jadi objek komedi fans MU karena semacam terkutuk tak bisa menjuarai Liga inggris sejak kompetisi berganti format menjadi Premier League tahun 90an silam. Kali ini, Mereka mendapatkan “tanah yang telah lama dijanjikannya”.
Untuk sebagian fans MU mungkin ada yang sulit menerima kenyataan ini, namun ada pula yang berusaha berdamai dengan keadaan “Ya gaapalah udah saatnya mereka juara, udah lama ga juara-juara, kasian” mencoba bersimplifikasi sambil mendongakan kepala, berusaha tetap tegar meski sebenarnya (mungkin saja) membohongi lubuk hatinya yang terdalam.
ADVERTISEMENT
Harus diakui memang MU kalah segalanya dengan Liverpool di musim ini. Adanya pandemi, sempat memunculkan harapan semu untuk fans yang tak ingin Liverpool Juara dengan mendorong Kompetisi musim ini dibatalkan. Namun pada akhirnya, kompetisi tetap dilanjutkan. Rasanya Tuhan juga terlalu mesakke bila melihat Liverpool terus menerus gagal juara, apalagi bila kita mengingat tragedi terpelesetnya Steven Gerrard yang menjadi meme kontemporer yang tak lekang oleh waktu.
Meski pahit, saya sendiri sudah bisa berdamai atas juaranya Liverpool tahun ini. Saya selalu percaya dengan mahzab yang dikatakan Pangeran Siahaan, “Orang yang tersinggung dibilang MU busuk adalah fans yang tingkat keimanan kepada MU itu masih rendah. Dia belum mengalami asam garam kehidupan mendukung klub bola.”
ADVERTISEMENT
Fans MU sudah dibiasakan menikmati suatu yang asam semenjak Ferguson pensiun. Dari era Moyes, Van gaal bahkan Mourinho fans MU mulai terbiasa untuk merasakan berbagai penderitaan. Namun, saya bisa memahami bila sebagian fans masih sulit move-on oleh komedi yang dibawakan United beberapa tahun terakhir, apalagi ketika melihat rival abadi mereka berhasil juara. Terasa aneh melihat pepatah “Next year will be our year” yang selalu ditujukan ke fans Liverpool tidak berkumandang lagi tahun ini.
Bila kita mencoba berkontempelasi lebih dalam dengan apa yang terjadi di sekitar kita akhir-akhir ini (di luar urusan bola), rasanya kita harus mencoba bersyukur dan belajar dari karya Monty Pyhton.
Monty Pyhton adalah grup komedi inggris yang terkenal dengan gaya dark comedy, satir, humor sureal. Dari serial tv, film hingga lagu-lagu komedi yang mereka ciptakan banyak menginspirasi dan menghibur banyak orang terutama orang-orang yang kalah dalam hidup.
ADVERTISEMENT
Salah satu karya Monty Phyton yang terkenal, yakni lagu berjudul Always look on the bright side of life. Lagu ini adalah lagu para positivistik yang memberikan pesan bahwa kita harus melihat sisi positif dari kepungan hal negatif yang terjadi atau dialami dari hidup kita. Lagu ini cocok untuk didengarkan bila kita merasa depresi dengan hidup. Rasanya lagu ini menjadi official anthem yang cocok untuk dipakai hotline-hotline layanan kesehatan mental .
Dari lagu Monty Python tersebut, sebagai fans MU kita merasa bersyukur Liverpool juara di musim ini. Karena hal itu bukanlah hal terburuk yang terjadi di tahun 2020, karena secara komparatif kita (fans Mu) sudah dipersiapkan untuk melihat sesuatu yang tidak-tidak (Banjir,Adanya wacana perang dunia ke 3, Pandemi Corona, Akrobat Kebijakan Pemerintah).
ADVERTISEMENT
Lagi-lagi itupun kita (fansMU) juga harus patut bersyukur dibanding suratan nasib yang diterima fans Arsenal. Karena bila berbicara komparasi derajat kesabaran, tak ada fans di dunia yang bisa mendekati derajat kesabaran yang paripurna seperti fans Arsenal. Saya tak perlu mengelaborasi lebih lanjut kenapa demikian. Intinya, Selalu ada komparatif yang membuat fans MU harusnya bersyukur atau setidaknya legowo dengan apa yang terjadi musim ini.
Sebagai fans Mu saya sudah siap, bila kelak menikah dan punya anak. Suatu ketika bila anak saya bertanya setelah membaca buku pelajaran tentang sejarah tragedi yang terjadi di dunia.
“Ayah, kenapa tahun 2020 begitu kelam? Banyak masyarakat dunia meninggal, banyak orang di-PHK, sulit mencari penghidupan yang layak.”
ADVERTISEMENT
Ketika itu saya akan bangkit membenarkan tempat duduk, menoleh ke anak saya dengan tersenyum, sambil menyeruput kopi terlebih dahulu,membenarkan posisi kacamata saya. Setelah semua telah terasa siap untuk diceritakan, dan anak saya siap menerima cerita saya. saya mulai menjawab pertanyaan anak saya dengan pelan.
“Jadi gini nak, Ini semua terjadi ketika Liverpol berusaha menjuarai liga inggris”
Seperti kata Payton kita harus mencoba melihat sisi yang lebih terang dari suatu tragedi yang buruk. Meminjam pepatah yang berepetisi tahunan untuk Liverpool, untuk kali ini layak dipinjam sementara untuk pendukung MU, Next Year Will be Our Year, Scouser!