Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Mengapa Stunting di Banten Naik Saat Angka Nasional Menurun?
15 Oktober 2024 11:32 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Dicki Prayogi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di balik tinggi badan anak yang kurang dari normal, terdapat ancaman serius bagi masa depan mereka. Stunting bukan hanya soal ukuran fisik, tetapi juga menyangkut kecerdasan, kesehatan, dan produktivitas generasi muda. Di Banten, krisis ini semakin memburuk. Bagaimana stunting bisa melonjak meski upaya pencegahan telah dilakukan?
ADVERTISEMENT
Pentingnya Masalah Gizi pada Balita
Permasalahan gizi pada balita adalah isu penting yang harus segera ditangani karena generasi muda menjadi kunci masa depan bangsa. Salah satu masalah terbesar di Indonesia adalah stunting, yaitu kondisi gagal tumbuh yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dan infeksi berulang. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi stunting di Indonesia mencapai 21,5 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan masalah gizi lainnya seperti underweight (15,9 persen) dan wasting (8,5 persen).
Situasi Stunting di Provinsi Banten
Di Provinsi Banten, prevalensi stunting mencapai 24 persen, lebih tinggi dari angka nasional. Artinya, 24 dari 100 balita di Banten mengalami stunting. Angka ini merupakan yang tertinggi di Pulau Jawa dan sudah melampaui batas 20 persen yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Tingginya prevalensi ini menempatkan Banten sebagai salah satu dari 12 provinsi prioritas nasional dalam penanganan stunting karena kontribusinya yang signifikan terhadap angka stunting di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Lebih mengkhawatirkan lagi, dibandingkan tahun 2022, prevalensi stunting di Banten naik dari 20 persen menjadi 24 persen, sedangkan angka nasional turun sebesar 0,1 persen poin. Dari delapan kabupaten/kota di Banten, enam di antaranya masuk kategori kronis. Kabupaten Lebak mencatat angka tertinggi dengan 35,5 persen, sedangkan Kota Tangerang Selatan mencatat angka terendah dengan 9,2 persen. Target pemerintah untuk menurunkan prevalensi stunting menjadi 16 persen pada tahun 2023 yang tercantum dalam RPJMN 2020-2024 tampaknya masih jauh dari tercapai. Tantangan semakin berat dengan target penurunan stunting hingga 14 persen pada 2024, yang menuntut kerja keras dan sinergi berbagai pihak.
Faktor Penyebab Stunting
Meskipun akses sanitasi belum layak di Banten menjadi yang terendah kedua di Indonesia (3,3 persen), angka ini belum cukup menekan stunting. Faktor lain yang berpengaruh adalah tingginya prevalensi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita di Banten yang mencapai 44,6 persen serta merupakan yang tertinggi kedua di Indonesia. ISPA menyebabkan penurunan nafsu makan dan mengganggu penyerapan nutrisi pada anak. Selain itu, prevalensi diare pada balita di Banten mencapai 8,2 persen, tertinggi kesembilan di Indonesia. Penyakit ini berisiko membuat anak kehilangan zat gizi penting jika tidak segera ditangani.
ADVERTISEMENT
Pola Makan dan Pemeriksaan Kehamilan
Masalah pola makan juga menjadi faktor penting dalam pertumbuhan anak. Indikator Minimum Acceptable Diet (MAD), yang mengukur kecukupan gizi balita usia 6-23 bulan, menunjukkan bahwa hanya 39 persen balita di Banten yang mendapat asupan makanan sesuai rekomendasi. Angka ini adalah yang terendah di Pulau Jawa dan berada di bawah angka nasional.
Selain pola makan, pemeriksaan kehamilan secara rutin juga memegang peranan penting dalam menekan risiko stunting. Data menunjukkan bahwa hanya 13,2 persen perempuan berusia 10-54 tahun di Banten yang pernah hamil melakukan pemeriksaan kehamilan minimal enam kali atau Antenatal Care (ANC K6). Angka tersebut juga menjadi yang terendah di Pulau Jawa dan berada di bawah angka nasional yang sebesar 17,6 persen. Padahal, pemeriksaan kehamilan ini harus dilakukan secara terstruktur, yaitu setidaknya satu kali pada trimester pertama, dua kali pada trimester kedua, dan tiga kali pada trimester ketiga.
ADVERTISEMENT
Salah satu ketentuan penting dalam ANC K6 adalah kontak dengan dokter minimal dua kali, yaitu satu kali pada trimester pertama dan satu kali pada trimester ketiga, termasuk pemeriksaan ultrasonografi (USG). Pemantauan yang konsisten ini sangat penting untuk mendeteksi sedini mungkin potensi gangguan kesehatan pada ibu atau janin. Dengan penanganan cepat dan tepat, dampak negatif bagi calon bayi dapat dihindari.
Pencegahan stunting sangat penting karena berdampak besar pada masa depan anak. Anak yang mengalami stunting lebih rentan terhadap penyakit, memiliki kemampuan kognitif yang lebih rendah, dan produktivitas yang berkurang. Stunting juga dapat merugikan ekonomi negara hingga 2-3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), yang berpotensi menghambat pencapaian visi Indonesia Emas 2045.
ADVERTISEMENT
Tindakan yang Diperlukan
Untuk menekan angka stunting, peran aktif pemerintah daerah sangat krusial. Upaya pencegahan seperti penanganan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), diare, pemeriksaan kehamilan, dan pemenuhan gizi harus terus diperkuat. Keterlibatan masyarakat juga penting dalam mendukung edukasi mengenai pemeriksaan kehamilan, pola asuh, dan pemberian gizi seimbang bagi anak-anak. Posyandu perlu dioptimalkan sebagai pusat layanan dan informasi kesehatan yang dibutuhkan oleh keluarga.
Langkah-langkah preventif seperti menjaga ventilasi dan kualitas udara di rumah serta mengurangi paparan asap rokok di sekitar balita, sangat diperlukan untuk mencegah ISPA. Selain itu, menjaga kebersihan makanan dan sanitasi lingkungan juga esensial dalam mencegah diare. Pemberian bantuan pangan bergizi seperti telur, susu, dan daging kepada keluarga kurang mampu harus ditingkatkan untuk memastikan balita mendapatkan nutrisi yang memadai. Sosialisasi pentingnya pemeriksaan kehamilan di posyandu atau puskesmas juga harus terus digalakkan agar ibu hamil mendapatkan pemantauan kesehatan yang optimal. Upaya ini sangat penting demi masa depan anak-anak yang lebih sehat, cerdas, dan produktif, sekaligus menjamin generasi penerus yang siap menghadapi tantangan global.
ADVERTISEMENT
Dicki Prayogi Alumni Politeknik Statistika STIS