Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tarif PPN 12% dan Elektrifikasi: Bagaimana Masa depan PPN DTP?
22 November 2024 17:27 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Dicky Hariyanto dan Fonza Mahligai tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Authors: Dicky Hariyanto & Fonza Mahligai, Mahasiswa Departemen Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia.
ADVERTISEMENT
Saat ini, pemerintah sedang gencar mendorong upaya elektrifikasi transportasi sebagai langkah untuk menjaga kelestarian lingkungan. Upaya untuk mengurangi emisi karbon dan ketergantungan pada bahan bakar fosil melalui elektrifikasi transportasi juga merupakan bentuk dukungan bagi komitmen Indonesia untuk mencapai net zero emission ditahun 2060.
Untuk mendorong keberhasilan elektrifikasi transportasi, pemerintah kemudian mencanangkan berbagai insentif yang ditujukan untuk meningkatkan minat masyarakat terhadap kendaraan listrik. Salah satu insentif tersebut adalah pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebesar 10%, sehingga pembeli kendaraan listrik hanya akan dikenakan PPN sebesar 1%, jauh lebih rendah dari tarif standar sebesar 11%.
Namun demikian, mengacu pada Pasal 5 Ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8 Tahun 2024, fasilitas PPN DTP yang diberikan hanya diberlakukan sampai dengan bulan Desember 2024. Di samping itu, pemerintah juga akan mulai menerapkan pemungutan PPN dengan tarif sebesar 12% sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kedua hal tersebut tentu berpotensi menimbulkan pertanyaan besar mengenai keberlanjutan elektrifikasi transportasi. Apakah nantinya masyarakat akan tetap berminat membeli kendaraan listrik setelah insentif berakhir dan tarif PPN meningkat?
ADVERTISEMENT
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto, dalam konferensi pers pada Senin (4/11) menyatakan bahwa sedang ada pembahasan terkait perpanjangan sejumlah insentif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih ramah lingkungan, salah satu di antaranya adalah PPN DTP. Airlangga juga bependapat bahwa faktor yang perlu diperhatikan untuk mendorong elektrifikasi transportasi adalah daya beli masyarakat yang masih relatif rendah sehingga dengan diperpanjangnya Insentif PPN DTP bisa memacu pertumbuhan daya beli tersebut.
Adapun berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan dengan Satya Tamyawan, selaku Analis Kebijakan Ahli Muda unit Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (PKPN-BKF), diperoleh informasi bahwa pemerintah selalu melakukan peninjauan kembali serta evaluasi terkait pemberian insentif yang dilakukan untuk mencapai target yang diinginkan. Satya mengatakan bahwa hal tersebut diawali dengan memperhatikan usulan kementerian terkait, melihat realisasi anggaran, serta memperhatikan jumlah unit kendaraan yang terjual dari sumber data eksternal.
ADVERTISEMENT
Ketidakpastian terkait keberlanjutan insentif PPN DTP di saat penerapan tarif 12% pada PPN pada masa mendatang menjadi sebuah tantangan di dalam keberlanjutan usaha untuk mendorong elektrifikasi transportasi di Indonesia. pasalnya, insentif yang diberikan oleh pemerintah telah menjadi daya pikat dalam menarik minat masyarakat dan pelaku industri untuk berinvestasi dalam sektor kendaraan listrik (EV) di Indonesia. Insentif PPN DTP yang saat ini berlaku memberikan kemudahan bagi konsumen dan produsen kendaraan listrik, sehingga dapat mempercepat adopsi teknologi ramah lingkungan ini. Di dalam survei yang dilakukan kepada 333 masyarakat wilayah Jakarta pada tahun 2024, 48% dari total responden mempertimbangkan adanya insentif PPN DTP dalam pembelian mobil listrik. Hal ini menandakan bahwa insentif PPN DTP memang memiliki peran yang signifikan dalam mempengaruhi keputusan konsumen untuk beralih ke kendaraan listrik.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, diharapkan pemerintah lebih mempertimbangkan dengan matang dalam menerapkan kebijakan baru yang berhubungan dengan kebijakan lainnya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi distorsi antara tujuan yang ingin dicapai dan dampak kebijakan yang diterapkan, serta untuk memastikan kelangsungan masa depan upaya elektrifikasi transportasi di Indonesia.
Referensi:
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8 Tahun 2024. Tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021. Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Tamyawan, Satya. (2024). Wawancara Mendalam. Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal. Dilakukan pada 13 Agustus 2024.