Konten dari Pengguna

Jelang Tahun Ajaran Baru: Ragam Rupa Kurikulum Sekolah Dasar

Dien Nurdini Nurdin
Staf Pengajar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
1 November 2023 9:19 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dien Nurdini Nurdin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi layanan pendidikan. Foto: Kemenkeu RI
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi layanan pendidikan. Foto: Kemenkeu RI
ADVERTISEMENT
Walaupun tahun ajaran baru dimulai di bulan Juli, tetapi sekolah-sekolah mulai banyak yang membuka pendaftaran sejak 6 bulan sebelumnya. Orang tua pun sibuk survei, menghadiri open house sekolah, membanding-bandingkan satu sama lain, terutama untuk yang anak-anaknya sudah siap masuk sekolah dasar.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, kurikulum sekolah dasar cukup beragam. Dari kurikulum nasional (sekarang berganti ke kurikulum merdeka), kurikulum berbasis agama, sampai ke kurikulum internasional. Berikut adalah beberapa rangkuman mengenai kurikulum sekolah dasar yang ada di Indonesia.

1. Kurikulum Merdeka

Perbedaan Kurikulum Merdeka dengan Kurikulum 13 adalah fokus pembelajarannya yang tidak sepadat kurikulum sebelumnya, sehingga hanya fokus pada hal-hal yang esensial. Pelaksanaannya pun fleksibel, tergantung kebijakan dan kesiapan dari sekolah masing-masing.
Hal lain yang juga khas dari Kurikulum Merdeka adalah pendekatan yang tidak selalu akademik. 70% materi akademik yang diberikan, sementara 30% nya merupakan materi karakter atau disebut Profil Pembelajar Pancasila.
Kurikulum Merdeka saat ini dipakai oleh sekolah negeri dan swasta di Indonesia. Namun, terkadang ada sekolah-sekolah yang belum menjalankan sepenuhnya. Misalnya, kelas 1-3 menjalankan kurikulum 13, sementara kelas 4-6 menjalankan kurikulum Merdeka. Jadi, hal ini perlu dikonfirmasi ke sekolah ya!
ADVERTISEMENT
Selain itu, ketika sekolah mengeklaim sudah mengadopsi kurikulum merdeka, ada baiknya juga ditanyakan "Perubahan apa yang terjadi di sekolah dengan adanya Kurikulum Merdeka?." Karena seringkali kurikulumnya berganti nama, tetapi sebetulnya proses pengajarannya tetap sama.

2. Kurikulum Berbasis Agama

Salah satu yang paling besar di negara mayoritas muslim adalah JSIT (Jaringan Sekolah Islam Terpadu). Kekhasannya adalah mengutamakan akidah yang lurus, ibadah yang benar, karakter disiplin, jujur, dan ihsan. Selain itu ada juga sekolah berbasis agama Hindu, Buddha, Kristiani, yang fokus pengajarannya adalah membentuk karakter sesuai dengan ajaran agama masing-masing.
Keunggulan memasuki sekolah dengan kurikulum berbasis Agama adalah anak dapat mempelajari nilai-nilai agama yang disampaikan bukan hanya ketika pelajaran agama, namun juga di mata pelajaran lain serta kegiatan lainnya seperti ketika makan siang, fieldtrip, pentas seni.
ADVERTISEMENT
Sekolah ini cocok untuk keluarga yang mementingkan nilai-nilai agama pada diri anak.

3. Kurikulum Sekolah Alam

Sekolah Alam cukup marak di Indonesia. Konsep ini pertama kali digagas oleh Lendo Novo pada tahun 1998, dan sempat ada jaringan Sekolah Alam Nusantara yang beranggotakan sekolah-sekolah alam di Indonesia. Lendo Novo menggagas sekolah alam dengan tujuan membangun peradaban yang memfokuskan pada akhlak, logika berpikir, kepemimpinan, dan kewirausahaan.
Sekolah ini cocok untuk keluarga yang memang tidak menekankan pada akademis (jumlah belajar per hari sedikit) namun fokus pada eksplorasi pengalaman yang membangun kekuatan-kekuatan dari peserta didik.

4. Kurikulum Montessori

Ilustrasi anak belajar di sekolah. Foto: Shutter Stock
Walau marak di era modern, kurikulum Montessori sebetulnya sudah berusia lebih dari satu abad. Maria Montessori pertama kali mengembangkan kurikulum ini pada tahun 1907 di Roma, dengan target anak-anak dari kalangan menengah bawah.
ADVERTISEMENT
Kurikulum ini mengutamakan aktivitas otonomi dan kemandirian (self-directed activity), pembelajaran praktik langsung (hands-on learning), dan permainan kolaboratif. Kekhasan lainnya, kelas tidak digolongkan pada satu usia anak, melainkan bercampur (mixed-age).
Contoh pembagiannya anak-anak usia 6-9 tahun digabung di satu kelas, dan usia 9-12 tahun di kelas lainnya. Penggabungan usia dalam satu kelas ini bermanfaat untuk membangun kemampuan akademis dan sosial anak.
Kurikulum Montessori cocok bagi orang tua yang mengutamakan kemandirian anak, serta keberanian anak untuk berkolaborasi baik dengan teman-teman seusianya maupun orang lain yang berbeda usia.

5. Kurikulum Waldorf

Pada 1919 di Stuttgart (Jerman), Emil Molten, pengawas pabrik rokok Waldorf-Astoria memutuskan untuk membuka sebuah sekolah bagi anak-anak para buruh pabriknya. Sekolah ini menekankan pada pengembangan kemampuan intelektual, artistik, dan praktis para muridnya secara terpadu dan holistik.
ADVERTISEMENT
Fokus sentral dari pendidikan Waldorf adalah pengembangan imajinasi dan kreativitas anak. Untuk itu, anak banyak memiliki waktu untuk bermain bebas, berkarya, serta berkoneksi dengan alam.
Kurikulum Waldorf cocok untuk orang tua yang ingin anaknya mengenal kekuatan dirinya dengan baik, terkoneksi dengan alam, dan mampu berkreasi sebagai bentuk sumbangsihnya pada lingkungan.

6. Kurikulum International Baccalaurate (IB)

Program IB khususnya untuk SD (Primary Year Program /PYP) pertama kali dikenalkan pada tahun 1997, dikembangkan oleh International Schools Curriculum Project (ISCP), di Geneva, Swiss. Kurikulum IB sendiri diawali dengan program diploma di tahun 1968, sehingga tidak heran pendekatannya lebih ke pemikiran dan karakter yang dibutuhkan di dunia kerja.
Ada 4 fokus utama dari program IB: International mindedness (wawasan internasional), profil pembelajar IB, kurikulum yang luas, seimbang, dan terkonsep dengan baik, serta pendekatan belajar dan mengajar yang fokus pada siswa.
ADVERTISEMENT
Kurikulum IB cocok untuk orang tua yang mementingkan anak memiliki kekuatan dan profil karakter yang dibutuhkan di karier masa depan. Hanya saja, biaya sekolah yang cukup tinggi pada sekolah berbasis kurikulum IB dapat menjadi bahan pertimbangan lainnya.

7. Kurikulum Cambridge

Kurikulum Cambridge dikembangkan oleh Cambridge International pada tahun 1858, menjadikannya salah satu kurikulum tertua di dunia. Cambridge Primary Framework dimulai dari Stage 1 (untuk usia 5 – 6 tahun) sampai Stage 6 (untuk usia 10 – 11 tahun).
Secara umum, sebetulnya pilihan mata pelajaran Cambridge cukup banyak, yaitu: Bahasa Inggris, Matematika, Sains, Seni Desain, Literasi Digital, ICT/Teknologi, Musik, dan yang terbaru adalah Well Being. Namun, di Indonesia, sekolah yang berkurikulum Cambridge biasanya fokus pada mata pelajaran pada Bahasa Inggris, Matematika, Science, sementara untuk mata pelajaran lainnya masih mengadopsi kurikulum lokal.
ADVERTISEMENT
Hal ini dikarenakan kurikulum Cambridge bersifat add on untuk mata pelajarannya (bisa dipilih dan diambil yang sesuai dengan kebutuhan sekolah). Oleh karena itu, jika tertarik dengan sekolah berkurikulum Cambridge, bisa ditanyakan pada sekolah; "Mata pelajaran apa saja yang menggunakan asesmen Cambridge (Cambridge Primary Checkpoint)?"
Dalam setiap pelajaran Cambridge Primary Global Perspectives mengembangkan keterampilan penelitian, analisis, evaluasi, refleksi, kolaborasi, dan komunikasi. Jadi pembelajarannya bukan hanya bersifat hafalan, tetapi juga level pemikiran yang lebih tinggi serta ada kegiatan proyek.
Kurikulum Cambridge cocok untuk orang tua yang menekankan pada akademis, tetapi juga dalam bentuk penerapan ilmu yang lebih luas.

8. Kurikulum Blended Learning

Kurikulum dengan metode blended mulai marak menjadi pilihan sejak era pandemi. Pembelajaran blended learning merupakan kombinasi dari praktik belajar tatap muka dan daring. Misalnya, kegiatan daring diadakan dengan menonton video tutorial, melakukan kuis interaktif, dan diskusi kelompok. Sedangkan kegiatan tatap muka dapat melakukan kunjungan belajar, pameran karya, dan proyek kolaborasi.
ADVERTISEMENT
Kurikulum ini cocok untuk orang tua yang fleksible serta sering berpindah kota, namun memiliki waktu dan mau bekerja sama untuk terlibat langsung dengan pendidikan anaknya.
Setiap kurikulum memiliki keunggulannya masing-masing. Tentunya juga tidak terlepas dari kekurangannya. Semua kembali pada prioritas dan kesesuaian dengan nilai-nilai yang ditanamkan di rumah. Bagaimana dengan Anda, kurikulum mana yang akan dipilih?