Tontonan Cuma Pemicu, Ini Penyebab Utama Psikopat

Dien Nurdini Nurdin
Menamatkan pendidikan S1 dan S2 di Fakultas Psikologi UI, kini berprofesi sebagai Psikolog bersertifikat HIMPSI, dosen Fakultas Psikologi UI, dan ibu dari tiga anak.
Konten dari Pengguna
13 Maret 2020 9:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dien Nurdini Nurdin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Saya puas,” begitu pengakuan NF, remaja berusia 15 tahun ketika menyerahkan diri pada polisi usai menghilangkan nyawa tetangganya yang berusia lima tahun. Diketahui, aksi pembunuhan tersebut banyak terinspirasi oleh film thriller yang sering ditonton oleh pelaku. Pelaku juga menyimpan banyak sketsa yang bernada kesedihan dan kebencian. Pemeriksaan masih terus dilakukan mengenai kejiwaan si pelaku.
ADVERTISEMENT
Pilihannya hanya dua, apakah si pelaku dalam kondisi sadar atau tidak sadar ketika melakukan pembunuhan tersebut. Kondisi tidak sadar bisa dipengaruhi oleh bisikan-bisikan dalam kepala yang mengarah pada gangguan skizofrenia. Tapi, kalau ternyata pelaku melakukannya secara sadar dan tanpa penyesalan, hasil kejiwaan dapat mengarah pada cikal bakal psikopat.

Psikopat tapi masih anak-anak?

Menurut The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Fifth Edition (DSM V), anak usia di bawah usia 18 tahun tidak bisa diberi label psikopat. Tetapi, anak di atas usia 12 tahun sudah bisa dikategorikan sebagai "Conduct Disorder with Callous and Unemotional Traits Children" yang potensial menjadi psikopat di usia dewasa (American Psychological Association, 2013). Memberi label "psikopat" terlalu dini pada anak membuat ia justru berperilaku seperti yang dicapkan orang-orang padanya. Meski demikian, penting mengenali penyebab dan latar belakang cikal bakal psikopat agar perilaku ini tidak berkembang ke hal-hal yang merugikan masyarakat.
Sketsa gambar yang dibuat NF menunjukkan unsur kekerasan dan penyiksaan
Psikopat adalah penyakit kejiwaan yang dicirikan oleh tindakan yang bersifat egosentris dan antisosial. Konsep psikopat saat ini berasal dari Dr. Hervey Cleckley (1947), dalam bukunya “The Mask of Sanity” yang menggambarkan pola kepribadian dengan tingkat empati dan rasa bersalah yang rendah, kesombongan, daya tarik palsu, dan tidak punya rasa tanggung jawab yang menghasilkan perilaku yang merugikan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Psikopat sulit dikenali. Sehari-hari mereka beraktivitas normal, berpendidikan, dan memiliki pekerjaan yang baik. Mereka memiliki kemampuan manipulasi yang baik karena beranggapan pikiran kejamnya tidak dapat diterima oleh masyarakat. Tidak semua psikopat berakhir di berita pembunuhan dan tindakan kriminal. Sekitar 1% dari populasi orang dewasa tergolong psikopat. Artinya, bisa jadi ada satu orang dari setiap 100 orang kenalan Anda yang tergolong psikopat.
“Kok bisa? Kok tega?”
Orang normal selalu memandang yang dilakukan psikopat sebagai “Enggak punya otak” atau “Udah rusak otaknya.” Well, literally otak orang normal dan otak psikopat memang berbeda.
Perbedaan otak normal dan psikopat
Ahli neurosains mengungkapkan bahwa otak seorang psikopat mengalami kerusakan di area prefrontal cortex dan amygdala. Area ini banyak mengatur fungsi empati, rasa takut, dan faktor-faktor lain yang terkait kepribadian. Kerusakan otak membuat reaksi tubuh yang berbeda pula, misalnya ketika menonton film horror. Reaksi normal yang dialami adalah jantung berdegup dengan kencang, tangan berkeringat, dan nafas tertahan. Namun, pada psikopat, bagian otak yang tidak teraktivasi membuat reaksinya lebih tenang dan tanpa ketakutan.
ADVERTISEMENT
Efek kerusakan yang dialami orang yang psikopat memiliki efek yang hampir sama seperti mereka yang kecelakaan di bagian kepala depan. Phineas Gage (1848), pekerja rel kereta api mengalami kecelakaan kerja yang parah di mana sebilah tombak menembus kepalanya dan merusak area prefrontal cortex. Gage dilaporkan selamat, namun kerusakan otak yang dialaminya membuat ia menjadi pribadi yang benar-benar berbeda sampai orang-orang merasa bahwa ia “no longer Gage.” Gage berubah dari orang yang baik, ramah, sopan, dan mudah bekerja sama menjadi orang yang kasar, marah, dan sulit berempati.
Kecelakaan yang dialami Phineas Gage menjadi salah satu dasar berkembangnya neurosains di bidang psikologi

Apa penyebab kerusakan otak pada psikopat?

Yang pertama faktor genetik atau diturunkan dari orang tuanya. Penelitian Waller dkk (2016) pada 561 anak adopsi menunjukkan bahwa adanya faktor bakat psikopat yang diturunkan secara genetik melalui ibu dengan temperamen yang sama. Penelitian lain yang dilakukan Kings College London, menunjukkan bahwa prediksi sifat bawaan tersebut sudah dapat terlihat sejak bayi berusia 5 bulan. Pada penelitian tersebut, bayi yang di kemudian hari menunjukkan ciri-ciri indikasi cikal bakal psikopat lebih memilih bola merah dibandingkan wajah orang ketika dihadapkan pada keduanya.
Tempramen ibu berpengaruh secara genetik pada anak dengan kecenderungan psikopat
Faktor selanjutnya yang paling menentukan adalah pola asuh dalam keluarga. Masih dalam penelitiannya Waller dkk (2016), menunjukkan bahwa anak-anak yang menunjukkan sifat bawaan psikopat pada masa perkembangannya tidak semua berkembang menjadi seorang psikopat. Waller menunjukkan bahwa pola asuh yang positif berhasil secara signifikan menurunkan masalah perilaku di kemudian hari.
Pentingnya pola asuh yang hangat dan penuh empati untuk menumbuhkan anak yang sehat mental
Psikopat sesungguhnya bersumber dari kesedihan dan rasa marah atas besarnya keinginan untuk dicintai dan dipedulikan. Profil psikopat hampir selalu ditemukan pada keluarga yang bermasalah, seperti bercerai, melakukan kekerasan fisik, seksual, maupun psikologis, pola disiplin yang berubah-ubah dan penuh ancaman, serta keluarga yang abai dan tanpa pengawasan. Inti dari pola asuh dalam kecenderungan psikopat adalah kurangnya kehangatan dan interaksi orang tua anak.
ADVERTISEMENT
Lingkungan sosial menengah bawah paling beresiko untuk memicu tumbuhnya psikopat di tengah masyarakat.
Kondisi rumah yang pelik semakin diperkeruh oleh lingkungan sekitar yang kurang mendukung. Kondisi masyarakat dengan sosial ekonomi menengah ke bawah adalah wadah yang subur dalam menumbuhkan jiwa cikal bakal psikopat. Sikap abai dari para tetangga dan tekanan hidup yang menyulut keseharian yang keras semakin mengasah bagian otak reptil manusia. Tuvblad dkk dalam penelitiannya menyimpulkan faktor lingkungan, termasuk gaya pengasuhan dan lingkungan bertetangga menyumbang faktor dua kali lipat dibandingkan faktor genetik bawaan.

Lalu dimana peran film horor yang sering ditonton NF?

Sebetulnya bukan horornya, tetapi lebih ke unsur kekerasan yang ada pada tayangan. Penelitian menunjukkan bahwa tayangan media yang mengandung unsur kekerasan secara langsung berhubungan dengan tindakan agresif. Pada otak anak yang masih berkembang, ada dua bahaya. Yang pertama, ia bisa kesulitan membedakan antara imajinasi dan realita pada tayangan yang ditontonnya. Yang kedua, tayangan yang intens dapat membuat otak mengalami desentisisasi, yaitu otak lama-lama terbiasa dan tidak lagi memberikan sinyal bahaya.
Chucky, salah satu film kesukaan NF yang bertema kekerasan
Pada NF, rasa haus akan kasih sayang diisi oleh kegemaran menonton film horror dan thriller yang tidak sesuai usianya. Ditambah lagi, kondisi lingkungan yang padat dan abai semakin mengaktivasi bagian otak reptilnya untuk memangsa korban di saat yang tepat. Akan tetapi, apakah NF mewakili cikal bakal psikopat atau yang dikategorikan sebagai "Conduct Disorder with Callous and Unemotional Traits Children," hanya pemeriksaan kejiwaan yang bisa memvalidasinya.
ADVERTISEMENT
Dien Nurdini, M.Psi, Psikolog
Follow me on ig: @diennurdini