Debt Collector dan Humanisme Penagihan

Diki Kuswito Afandi
Associate pada Firma Pelita Hukum
Konten dari Pengguna
23 Februari 2023 18:38 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Diki Kuswito Afandi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Debt Collector. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Debt Collector. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perlahan pertumbuhan ekonomi Indonesia pascapandemi Covid-19 bergerak ke arah yang lebih positif. Aktivitas perkantoran sudah kembali normal bahkan beberapa perusahaan menciptakan kebiasaan kerja baru seperti work from home, teleworking, work from anywhere dan lain sejenisnya. Dengan kebiasaan baru tersebut, aktivitas kerja menjadi lebih fleksibel dan keluar dari pakem masa lalu dimana, bekerja tidak harus melulu dari kantor fisik. Meskipun masih banyak pro dan kontra, faktanya, model kerja seperti ini telah menjadi ideal baru yang dipraktikkan banyak perusahaan.
ADVERTISEMENT
Dalam masa new normal, berdasarkan catatan Kementerian Keuangan Republik Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada akhir tahun 2021 mencapai 3,7 persen ketika Indonesia keluar dari gelombang varian Delta. Hingga 2022 tercatat pertumbuhan year on year ekonomi Indonesia meningkat diangka 5,31 persen. Hal ini juga terlihat pada peningkatan permintaan sektor-sektor tertentu, salah satunya pada permintaan kepemilikan kendaraan bermotor.

Peningkatan Kredit

Sebagaimana hasil survei Bank Indonesia mengenai Permintaan dan Penawaran Kredit Kendaraan Bermotor, dilaporkan pangsa pasar kredit kendaraan bermotor meningkat dari 23,4 persen menjadi 25,1% persen pada Juli 2022. Meskipun pemerintah sudah cukup ketat dalam membatasi kendaraan terutama roda empat melalui kebijakan ganjil-genap, faktanya masyarakat masih belum menemukan opsi terbaik untuk menunjang mobilitas selain menggunakan kendaraan pribadi. Perbaikan transportasi umum, dinilai masih belum bisa mengarahkan minat pengguna untuk memanfaatkannya secara penuh. Pertimbangan waktu tempuh dan kenyamanan perjalanan masih menjadi poin serius yang harus dibenahi moda transportasi umum.
ADVERTISEMENT
Peningkatan minat pada kredit kendaraan bermotor juga bukan tanpa catatan. Baru-baru ini beredar luas video yang menunjukkan pertengkaran seseorang yang diduga sebagai debt collector dengan nasabah. Mirisnya meskipun telah ditengahi oleh petugas kepolisian tetapi nampaknya tidak cukup untuk menangani aksi-aksi dari para debt collector tersebut. Seakan di atas angin dengan lantang para debt collector tersebut menantang balik petugas polisi.
Tindakan ini merupakan salah satu bentuk dari premanisme (pelanggaran hukum oleh seseorang atau sekelompok orang tertentu secara terang-terangan) yang apabila tidak segera ditindak tegas akan menimbulkan keresahan bagi masyarakat.
Penagihan dengan kekerasan baik verbal maupun fisik menurut saya merupakan kebiasaan yang dipelihara dan dibiarkan. Dari sisi perusahaan pembiayaan metode seperti ini dinilai efektif dalam usaha mengamankan aset mereka. Tidak jarang dari perusahaan pembiayaan juga bekerjasama dengan pihak ketiga untuk menangani permasalahan. Dari sisi penerima kredit adanya penagihan dengan kekerasan tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan bahkan rasa malu ketika berujung keributan di lingkungan tempat tinggal penerima kredit.
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini saya menerima klien (penerima kredit) yang menghadapi permasalahan serupa dengan video yang viral tersebut. Menurut pengakuan dan data yang dilampirkan, memang benar diakui telah ada keterlambatan bayar selama 1 bulan juga 1 bulan berjalan karena keadaan ekonomi penerima kredit yang sedang tidak stabil. Akan tetapi, penerima kredit tetap berkomunikasi dengan bagian penagihan dari perusahaan pembiayaan dan sudah memastikan akan membayar kewajibannya pada tanggal tertentu di bulan yang sama sejumlah 2 kali angsuran (total kewajibannya).
Sedikit pun tidak ada niat untuk melarikan diri atau melepas tanggung jawab atas kredit tersebut. Tapi lagi-lagi faktanya berbanding terbalik. Penerima kredit tetap ditagih bahkan mendapatkan ancaman bahwa kendaraannya akan ditarik dan datanya akan dilimpahkan ke pihak ketiga (eksternal perusahaan pembiayaan) jika tidak segera melakukan pembayaran.
ADVERTISEMENT
Ancaman tersebut pada akhirnya terjadi, penerima kredit ditagih oleh pihak ketiga meskipun sebelumnya sudah menyatakan janji bayar kepada bagian penagihan perusahaan pembiayaan. Bahkan ancaman tersebut dilakukan sebelum tenggat waktu yang dijanjikan.

Penagihan Success Fee atau Biaya Buka Blokir

Ilustrasi nasabah membayar kredit Foto: Shutterstock
Akibat pelimpahan tersebut kewajiban penerima kredit menjadi bertambah 1,5 juta rupiah sebagai uang success fee atau buka blokir versi bagian penagihan. Padahal pelimpahan kepada pihak ketiga tersebut merupakan keputusan sepihak dari perusahaan pembiayaan dan tidak disepakati oleh penerima kredit. Lebih jauh penerima kredit diancam bahwa sejumlah angsuran yang sudah dijanjikan pembayarannya tersebut tidak akan diterima jika biaya success fee atau buka blokirnya tidak dibayarkan.
Catatan saya pada permasalahan ini adalah pada dasarnya hak dan kewajiban para pihak harus ditulis dengan jelas dan tegas dalam perjanjian. Mengenai success fee dengan biaya buka blokir juga harus diperjelas karena secara harfiah memiliki arti yang berbeda. Salah satu pihak tidak dapat sewenang-wenang menimbulkan hak dan kewajiban selain yang telah disepakati dalam perjanjian. Karena sebagaimana asas pacta sunt servanda pada perjanjian, itu merupakan hukum yang mengikat para pihak di dalamnya. Artinya hak dan kewajiban para pihak terbatas pada apa yang telah disepakati dalam perjanjian.
ADVERTISEMENT
Jika klausula mengenai success fee dan biaya buka blokir tersebut telah diatur dalam perjanjian kredit maka penerima kredit wajib untuk membayar biaya tersebut. Sebaliknya ketika tidak diatur maka penerima kredit berhak untuk menolak tagihan. Sering kali perusahaan pembiayaan berlindung dibalik “biaya-biaya lain” yang tertulis dalam perjanjian kredit untuk mengakomodir tambahan tagihan ini.
Patut untuk dicermati kata-kata tersebut tidak memberikan kepastian hukum karena dapat ditafsirkan dengan serampangan. Bagaimana mungkin “biaya-biaya lain” tersebut berarti Rp 1,5 juta? Tidak ada penjelasan perhitungannya dengan pasti dan bisa saja berubah sesuai keinginan pemberi tagihan. Oleh karenanya, penerima kredit harus benar-benar memahami klausula-klausula seperti ini. Hemat saya jangan pernah menyepakati sesuatu yang multi tafsir karena pada umumnya untuk keterlambatan bayar akan dibebankan denda harian bukan biaya buka blokir ataupun success fee.
ADVERTISEMENT

Kebijakan Pelimpahan Penagihan

Sudah sepatutnya setiap perusahaan pembiayaan melakukan evaluasi guna memberikan filter kategori konsumen yang dapat dilimpahkan kepada pihak ketiga. Pemberian kredit harus mengedepankan analisa prinsip 5C, yaitu Character, Capacity, Capital, Condition, dan Collateral sehingga perusahaan pembiayaan tidak bisa asal memberikan pembiayaan demi meningkatkan target penjualan.
Terkait dengan penarikan kendaraan perlu memperhatikan kembali Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 sebagaimana juga Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XIX/2021. Disebutkan dalam putusannya apabila terjadi perselisihan dalam penarikan kendaraan atau apabila kendaraan tidak diserahkan secara sukarela oleh penerima kredit maka eksekusinya dilakukan melalui penetapan eksekusi pengadilan. Penetapan eksekusi pengadilan bukan berarti melalui gugatan terlebih dahulu akan tetapi membuat permohonan eksekusi yang diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Selanjutnya Ketua Pengadilan Negeri akan memberikan penetapan atas permohonan eksekusi tersebut.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, baik perusahaan pembiayaan maupun penerima kredit merupakan pihak-pihak yang saling membutuhkan. Oleh karena itu kepatuhan kepada isi perjanjian dengan mengedepankan prinsip humanisme serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan wajib dilaksanakan.