Konten dari Pengguna

Menjelajah Old Québec, Kota Tua ala Prancis Bak Negeri Dongeng

Dinie S.M. Arief
A Diplomat and A Mother of Two Amazing Boys
18 Agustus 2019 21:10 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dinie S.M. Arief tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saat memasuki gerbang Kota Old Québec, rasanya seperti melalui mesin waktu. Sontak tersihir dengan keindahan kota tua ala Prancis yang masih terjaga arsitektur era abad ke-17. Jalanan sempit berbatu pada sebagian besar kota dengan dihiasi bangunan tua ala Prancis tentu akan membuat kita merasa seperti di Eropa. Namun, nyatanya kota ini bukanlah di Benua Eropa, melainkan di Benua Amerika Utara, yaitu di Kanada.
Gerbang utama Old Quebec yang menghubungkan kota tua dengan jalan protokol Quebec City. (Sumber: Dok. Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Gerbang utama Old Quebec yang menghubungkan kota tua dengan jalan protokol Quebec City. (Sumber: Dok. Pribadi)
Saint Louis Gate, salah satu gerbang masuk Kota Old Quebec. (Sumber: Dok. Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Saint Louis Gate, salah satu gerbang masuk Kota Old Quebec. (Sumber: Dok. Pribadi)
Tembok pertahanan yang mengelilingi Kota Old Quebec. (Sumber: Dok. Pribadi)
Kota yang berusia 411 tahun itu merupakan satu-satunya kota di Amerika Utara yang dikelilingi tembok pertahanan (fortified walls). Tembok pertahanan sepanjang 4,7 kilometer (km) yang mengelilingi Kota Old Québec didirikan sebagai pertahanan pasukan Prancis melawan Inggris pada abad ke-17.
ADVERTISEMENT
Old Québec merupakan bagian tertua dari Kota Québec City yang pertama kali ditemukan oleh Samuel de Champlain tahun 1608 dan menjulukinya “New France”. Setelah ditaklukkan oleh Inggris pada 1759, kota ini diganti namanya menjadi Québec City yang berasal dari kata “Kebec” milik penduduk asli Suku Algonquin, artinya “tempat sungai menyempit” atau “where the river narrows”. Nama ini sesuai bagi kota yang berada tepat pada pertemuan antara sungai St. Lawrence dan sungai St. Charles yang tersambung hingga Kota Montreal--kota terbesar kedua di Kanada setelah Toronto.
Pertemuan sungai St. Lawrance dan sungai St. Charles serta bagian bawah Kota Old Quebec. (Sumber: Dok. Pribadi)
Bonjour,” ucap seseorang yang berlalu. Saya menyapa kembali dan tersadar bahwa bahasa Prancis merupakan bahasa utama yang digunakan di seluruh Provinsi Québec. Sebab itu, Bahasa Prancis dan Inggris merupakan bahasa nasional Kanada.
ADVERTISEMENT
Québec City ini merupakan Ibu Kota Provinsi Québec, provinsi kedua terbesar Kanada (setelah Provinsi Ontario). Provinsi Québec memiliki luas daratan mencapai 1,5 juta km persegi (seluas dua kali Pulau Kalimantan). Dengan penduduk 8,3 juta. Total Produk Domestik Bruto (PDB)-nya mencapai lebih dari USD 300 miliar (per kapita sekitar USD 43 ribu) alias 20 persen dari total PDB Kanada. Perekonomian provinsi ini didukung oleh sektor manufaktur dan jasa, dengan pusat aktivitas perekonomian di Kota Montreal. Sebagai ekonomi terbesar ke-21 dunia (menurut Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)), perekonomian Québec ditopang oleh sektor jasa, industri dirgantara, teknologi informasi dan multimedia.
Bangunan museum di dalam Kota Old Quebec. (Sumber: Dok. Pribadi)
Deretan bangunan pada jalanan utama Old Quebec yang dapat dilalui kendaraan. (Sumber: Dok. Pribadi)
Menikmati suasana Eropa di daratan Amerika Utara ini merupakan sebuah pengalaman yang unik dan menarik. Tak heran kota ini menjadi magnet wisatawan baik domestik mau pun mancanegara. Slogan pariwisata Québec City yaitu "So Close, So Europe” (Sangat Dekat, Sangat Eropa), menjadi ‘jualan’ utama yang ditawarkan kota ini kepada wisatawan.
ADVERTISEMENT
Bagi saya, selain sejarah dari Old Québec yang sangat menarik, daya tarik utama dari kota ini adalah Fairmont Château Frontenac--sebuah hotel yang didirikan pada tahun 1893 oleh Canadian Pacific Railway dengan arsitektur Middle Ages dan Renaissance, berada tepat di jantung Kota Old Québec.
Bangunan cantik ini menurut saya sungguh menjadikan pengalaman di Old Québec bak dalam negeri dongeng. Bagaimana tidak, arsitektur Château Frontenac bagai kastil sebuah kerajaan di negeri nun jauh membuat imajinasi kita ikut berpetualang.
Tak jauh dari Château Frontenac, dengan berjalan menuruni bukit atau menggunakan funicular (kereta kabel), kita bisa menjelajahi area Petit Champlain, area komersil tertua di Amerika Utara. Bangunan dan jalanannya yang sempit menjadikannya sebuah pengalaman seakan tengah berbelanja di era abad ke-17.
ADVERTISEMENT
Dikarenakan sejarah dan kecantikan arsitekturnya, United Nations Education, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menobatkan Old Québec sebagai World Heritage Site pada 1985.
Fairmont Château Frontenac. (Sumber: Dok Pribadi)
Kereta kabel yang menghubungkan bagian atas dan bawah Kota Old Quebec. (Sumber: Dok. Pribadi)
Fairmont Château Frontenac dari bagian bawah Kota Old Quebec. (Sumber: Dok Pribadi)
Peta pertokoan pada Petit Champlain. (Sumber: Dok. Pribadi)
Keramaian pengunjung pada Petit Champlain. (Sumber: Dok. Pribadi)
Selain menjadi daya tarik wisata, kecantikan Old Québec juga menjadi daya tarik bagi para produser film untuk menjadikan kota ini lokasi dalam filmnya, seperti film Hollywood (Catch Me If You Can--dibintangi Leonardo DiCaprio dan Tom Hanks) dan serial drama Korea Selatan (Goblin). Kota ini juga dibidik menjadi lokasi film layar lebar Indonesia yaitu Ranah 3 Warna (sekuel dari novel/film Negeri 5 Menara) karya Ahmad Fuadi.
Apabila kamu berkesempatan mengunjungi Québec City, jangan lewatkan juga sejumlah tempat wisata unik lainnya di sekitar kota ini, beberapa favorit saya antara lain:
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Bagi yang berkunjung pada bulan Desember–Februari, wajib sekali mengunjungi Hotel de Glace atau Ice Hotel di dalam Village Vacances Valcartier--satu-satunya hotel terbuat dari es di Amerika Utara. Berlokasi hanya 20 menit dari Old Québec, hotel ini akan menyajikan keunikan arsitektur dari bangunan yang seluruhnya terbuat dari es.
Setiap tahun, Ice Hotel dibangun menampilkan berbagai tema yang berbeda dalam desain interiornya berupa ukiran pada dinding dan ornamen dekorasi.
Di sana, pengunjung selain dapat mengunjungi dan mempelajari bagaimana hotel ini dibangun dengan layanan pemandu gratis, tetapi juga bisa menginap dalam salah satu kamar yang seluruhnya terbuat dari es dengan harga yang dibanderol sekitar CAD 400 (atau Rp 4,5 juta). Namun, tidak perlu khawatir, harga menginap tersebut juga termasuk akomodasi hotel konvensional (dan sarapan pagi), jadi kamu bisa berpindah kamar apabila kamu tiba-tiba kedinginan saat tengah malam.
Pintu masuk utama Ice Hotel. (Sumber: Dok. Pribadi)
Salah satu kamar pada Ice Hotel. (Sumber: Dok. Pribadi)
ADVERTISEMENT
Meski lokasinya sekitar dua jam arah Timur dari Québec City, bagi yang suka berpetualang dan berkemah, lokasi ini sangat saya sarankan. Kenapa? Selain menawarkan pengalaman berkemah di atas bebatuan dengan pemandangan Sungai St. Lawrence, lokasi ini adalah titik terbaik untuk menikmati ikan paus berenang di tepian. Lihat video saya menyaksikan ikan paus jenis Minke yang tiba-tiba berenang sangat dekat dari tepi sungai di bawah ini:
Pada area ini, topografi Sungai St. Lawrance memiliki jurang dalam yang sangat dekat dengan tepi sungai sehingga memungkinkan berbagai jenis ikan paus (seperti Beluga, Minke, Fin, Blue, dan Humpback) dapat terlihat dari tepian terutama saat musim panas (Mei-Agustus). Saat pagi hari, kamu akan dibangunkan dengan suara hembusan udara dari punggung ikan paus yang saling bersahutan. Sungguh mengagumkan!
Berkemah di bebatuan tepi Sungai St. Lawrance. (Sumber: Dok. Pribadi)
Ikan paus jenis Minke yang terlihat berenang dekat tepian. (Sumber: Dok Pribadi)
ADVERTISEMENT
Tak jauh dari lokasi Mer Et Monde, terdapat salah satu dari 3.100 tanah adat suku asli Kanada (‘Indian Reserve’) . Tanah adat ini bernama Essipit dan merupakan pemukiman dari Suku Innue.
Dalam pemukiman yang berpenduduk sekitar 500 jiwa ini, kita bisa menginap di sebuah penginapan yang seluruhnya dikelola bersama oleh penduduk Suku Innue. Di sana kita juga bisa melihat berbagai usaha lainnya seperti SPBU dan toko kelontong yang dikelola secara mandiri oleh Suku Innue.
Pengalaman mengunjungi tanah adat ini sungguh unik dan membuka mata karena merupakan salah satu praktik baik pengelolaan tanah adat yang partisipatif dan memberikan kesejahteraan bagi seluruh anggota masyarakat adat setempat.
Lambang pemukiman Suku Innue pada gerbang pintu utama. (Sumber: Dok. Pribadi)
Papan informasi di dalam Essipit. (Sumber: Dok. Pribadi)
SPBU Essipit yang dikelola oleh Suku Innue. (Sumber: Dok. Pribadi)
Penginapan Essipit di tepi Sungai St. Lawrence. Di sini kita juga bisa melihat ikan paus dari tepian. (Sumber: Dok. Pribadi)
Semoga cerita saya ini dapat menginspirasi dan memberikan manfaat bagi kamu yang ingin menjelajahi negeri dongeng Old Québec dan sekitarnya!
ADVERTISEMENT
Salam berpetualang!