Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Polisi Mujahid
20 Oktober 2022 12:33 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Dipo Alam tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Siang itu, Jumat, 23 Februari 2018, langit Lanham, Maryland, digayuti awan kelabu. Hujan turun berderai di halaman masjid bergaya Ottoman klasik di Diyanet Center of America, sebuah kompleks Islamic Center yang dibangun pada 1993 oleh pemerintah Turki untuk melayani komunitas muslim yang tinggal di pusat kota Washington. Suasana kelabu itu mencerminkan duka hati para jamaah serta ratusan pelayat yang berkumpul di sana.
ADVERTISEMENT
Ya, siang itu, sekira pukul 14.15 waktu setempat, mereka sedang mengadakan upacara perkabungan sebelum mengantarkan jenazah Mujahid Abdul Mumin Ramzziddin ke tempat peristirahatan terakhirnya di Pemakaman Fort Lincoln, yang berjarak 12 kilometer dari Diyanet. Di sepanjang jalan antara Diyanet hingga Fort Lincoln, serta sepanjang ruas jalan Bladensburg yang menghubungkan kantor Departemen Kepolisian Metropolitan Washington DC hingga Fort Lincoln, orang-orang berdiri berjajar untuk memberi penghormatan.
Ramzziddin bukanlah pembesar negeri atau pejabat tinggi di Washington. Ia “hanyalah” seorang kopral polisi berusia 51 tahun. Namun, penghormatan yang sedemikian tinggi dan khidmat itu memang layak diberikan kepadanya.
Tiga hari sebelumnya, Rabu pagi, 21 Februari 2022, Ramzziddin tewas diterjang lima buah peluru ketika sedang membela seorang tetangganya yang mengalami kasus KDRT (kekerasan dalam rumah tangga). Pagi itu sejatinya Ramzziddin tidak sedang bertugas. Namun, sebagai pelayan masyarakat ia tak segan turun tangan mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan hidup orang lain, seorang perempuan yang telah mendapat ancaman berkali-kali dari suaminya. Tindakan heroik itu kian mengukuhkan Ramzziddin sebagai sosok pahlawan di mata warga Washington. Apalagi, kisah hidupnya memang penuh dengan patriotisme, keberanian dan dedikasi.
ADVERTISEMENT
Ramzziddin mengawali karirnya di Korps Marinir Amerika Serikat pada tahun 1988. Pensiun sebagai sersan pada tahun 1997, ia kemudian mengabdikan dirinya sebagai polisi di Departemen Kepolisian Metropolitan Washington DC pada tahun 1998. Di sela-sela tugasnya sebagai polisi, antara Maret 1998 hingga Maret 2000, Ramzziddin sempat bergabung dalam Garda Nasional Udara, yaitu pasukan cadangan militer federal Angkatan Udara Amerika Serikat, dengan pangkat terakhir Staf Sersan. Sesudah itu, ia kembali menjadi polisi.
Karena keberaniannya dalam pekerjaan, terutama dalam menghadapi para penjahat bersenjata, pada 2006 ia dianugerahi Medal of Valor, bintang kehormatan tertinggi untuk aparat kepolisian di AS yang menunjukkan keberanian mereka. Bintang ini setara dengan Medal of Honor di militer.
Sebagai polisi, Ramzziddin memang pernah menjalani berbagai tugas lapangan yang tidak mudah, mulai dari investigasi hingga ke berbagai operasi khusus. Sesudah kematiannya yang ditangisi banyak orang itu, secara anumerta pangkatnya dinaikan menjadi sersan.
ADVERTISEMENT
Saya sebelumnya tidak mengenal nama Mujahid Ramzziddin sampai kabar kematian dan riwayat hidupnya yang mengesankan ditulis oleh The Washington Post, serta dibagikan oleh Fahmi Zakaria, Imam Masjid IMAAM Center—sebuah masjid yang dikelola komunitas muslim Indonesia di Washington, empat tahun silam. Di laman ODMP (officer down memorial page), sebuah laman yang didedikasikan untuk mengenang para petugas kepolisian yang gugur ketika sedang menjalankan tugas, saya juga membaca banyak sekali testimoni mengenai pribadi dan dedikasi Ramzziddin. Semua cerita itu baru saya baca pada awal tahun 2022 silam.
Sepanjang karirnya, Ramzziddin dikenal sebagai penegak hukum yang disiplin namun rendah hati. Para koleganya mengenangkan dirinya sebagai pribadi yang tidak pernah mementingkan dirinya sendiri. Bagi komunitas muslim di Washington, Ramzziddin cukup jelas adalah ikon kebanggaan. Di tengah-tengah isu islamofobia serta banyaknya aksi kekerasan dengan senjata api, Ramzziddin banyak memberikan penyuluhan untuk jamaah masjid.
ADVERTISEMENT
Membaca kisah hidup dan testimoni mengenai Ramzziddin, terus terang saya jadi cukup tertampar. Amerika Serikat beberapa waktu lalu baru saja tercatat sebagai negara dengan kasus pembunuhan oleh polisi yang tertinggi di dunia. Kasus yang paling menyedot perhatian tentu saja adalah kasus kematian George Floyd pada 2020 silam, yang telah menyulut kerusuhan di mana-mana.
Testimoni saya untuk almarhum Ramzziddin
Namun, selain kasus terbunuhnya George Floyd yang jadi noda hitam kepolisian, Amerika juga punya kisah polisi heroik seperti Mujahid Ramzziddin. Sesuai nama depannya, “mujahid”, Ramzziddin adalah seorang petugas keamanan yang rela mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan hidup orang lain. Selain Ramzziddin, kita juga bisa membaca kisah-kisah heroik para petugas kepolisian lainnya di laman ODMP. Di sana, kita bukan hanya bisa membaca testimoni dari para petugas polisi atau koleganya saja, tetapi juga dari warga sipil secara umum.
ADVERTISEMENT
Di tengah coreng-morengnya wajah kepolisian kita hari ini, membaca kisah hidup Ramzziddin memang jadi terasa cukup kontras sekali. Orang seperti Ramzziddin menjadikan profesi kepolisian benar-benar sebagai alat pengabdian bagi masyarakat. Untuk itu, ia bahkan sampai mengorbankan nyawanya sendiri.
Kisah itu sangat kontras dengan cerita para petinggi polisi di tanah air yang kita dengar dalam beberapa bulan terakhir ini, yang dipenuhi oleh topik perselingkuhan, pengkhianatan, serta persekongkolan kejahatan. Saya yakin, tidak semua polisi seburuk kelakuan sejumlah jenderalnya yang kini sedang mendapat sorotan itu. Namun, sulit dimungkiri juga jika keburukan yang telah dipertontonkan oleh sejumlah jenderal polisi itu telah merusak kepercayaan publik kepada institusi kepolisian.
Untuk memperbaiki kerusakan itu tidaklah cukup dilakukan hanya dengan menangkap atau mengganti oknum-oknum yang telah tertangkap tangan. Dibutuhkan sebuah perubahan yang jauh lebih dari itu. Persis di sinilah urgensi dilakukannya Reformasi Polri.
ADVERTISEMENT
Jadi, kalau ada seorang kapolda berjualan narkoba kemudian tertangkap lalu diganti, itu bukanlah bentuk reformasi. Begitu juga kalau ada seorang jenderal menembak mati anak buahnya lalu dihadapkan ke pengadilan, itu juga bukan bentuk reformasi. Semua itu hanyalah tindakan hukum biasa yang tidak akan mengembalikan kepercayaan publik. Sebab, reformasi yang diharapkan publik adalah yang bersifat institusional dan menyeluruh.
Reformasi yang diharapkan publik bukanlah imbauan agar aparat kepolisian tidak mempertontonkan gaya hidup mewah, sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo, melainkan tuntutan agar aparat kepolisian bisa mempertanggungjawabkan setiap sen harta yang dimilikinya benar-benar bukan hasil dari kejahatan.
Akankah tuntutan Reformasi Polri semacam itu bisa bergulir?
Yang jelas, sebagai warga negara saya masih berharap bahwa kisah polisi yang dihormati warga sipil sebagaimana sosok Ramzziddin bukan hanya terjadi di Prince George's County, Maryland, saja, tapi juga bisa terjadi di negeri kita.
ADVERTISEMENT
Jakarta, 19 Oktober 2022