Konten dari Pengguna

Percaya Kekuatan Masker, Jarak, dan Vaksin

Dyah Kusuma Dewi
Humas di Kementerian ESDM
14 Juli 2021 21:24 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dyah Kusuma Dewi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Vaksin Covid-19. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Vaksin Covid-19. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Hari ini jumlah kasus terkonfirmasi Covid-19 di Indonesia kembali memecahkan rekor, yakni mencapai 54.517 kasus. Rekor tersebut menempatkan negara kita menjadi nomor 1 di dunia, mengalahkan Rusia, Iran, dan Malaysia pada data yang dirilis Worldometer. PPKM Darurat tinggal satu minggu lagi, namun grafik jumlah kasus belum menunjukkan tanda-tanda akan melandai. Lalu apa yang bisa kita perbuat?
ADVERTISEMENT
Ketatkan masker, jaga jarak, cuci tangan, jauhi kerumunan, dan dapatkan vaksin. Klise memang, lima hal itu yang selalu diulang-ulang disampaikan oleh pemerintah, para ahli, pemimpin masyarakat, public figure, dan orang-orang di sekitar kita, melalui media sosial, media massa, hingga grup WhatsApp keluarga.
Tapi memang itu hal paling sederhana yang bisa kita lakukan. Mungkin masih banyak orang yang enggan, abai, dan tidak percaya akan kekuatan masker, jarak, dan vaksin itu. Tapi saya punya cerita, yang mudah-mudahan bisa menginspirasi kaum antivaks dan pemercaya teori konspirasi di luar sana.

Ibu Terkonfirmasi Covid-19

Pagi-pagi di hari Senin dua minggu yang lalu, saya mendapat kabar dari Ibu, bahwa beliau kehilangan indera penciuman, alias anosmia. Kalau sudah mengalami anosmia, biasanya sudah kena Covid-19 kan? Hati saya mencelos, ini kabar yang paling tidak ingin saya dengar.
ADVERTISEMENT
Maklum, Ibu kini berusia 60 tahun, baru pensiun dari pekerjaannya sebagai guru TK di akhir Mei lalu. Ibu juga punya komorbid darah tinggi dan rutin minum obat 2 kali sehari, ditambah obat jantung 1 kali sehari. Jika diukur menggunakan tensimeter, tekanan darah Ibu berkisar di angka 160/100.
Sejak pensiun, Ibu sebenarnya sudah jarang ke luar rumah, hanya belanja sayur dan bahan makanan di warung dekat rumah atau tukang sayur keliling, itu pun dengan masker dobel dan langsung cuci tangan ketika sampai rumah. Namun, seminggu sebelum anosmia itu, Ibu sempat kembali ke TK-nya untuk membantu kawan-kawan gurunya membuat rencana pembelajaran tahun ajaran baru. Di situlah Ibu kecolongan, ternyata suami dari salah satu temannya positif Covid-19. Kemungkinan Ibu tertular sahabatnya itu.
ADVERTISEMENT
Membaca kabar Ibu di grup WhatsApp keluarga itu, praktis saya langsung menyarankan Ibu dan adik laki-laki saya yang paling muda (tidak saya sebut kecil, karena badannya besar) untuk rapid test antigen. Awalnya Ibu menolak, karena takut menerima kenyataan kalau dirinya positif Covid-19. Namun, setelah mendengar bujuk rayu anak-anaknya, Ibu akhirnya mau di-swab sore itu, dengan memanggil petugas klinik ke rumah.
Dan benar saja, Ibu positif Covid-19. Namun Alhamdulillah, hasil rapid test antigen adik negatif. Ibu langsung lapor tetangga, yang berdinas di Puskesmas Denpasar Timur II, dan dijadwalkan untuk PCR keesokan paginya. Tentu saja hasilnya positif dan Ibu dianjurkan untuk isolasi mandiri di rumah. Adik saya, walaupun hasil PCR-nya negatif, tetap harus isoman juga.
ADVERTISEMENT

Gejala Ringan dan Tidak Menularkan

Sebelum mengalami anosmia, Ibu memang sudah tidak enak badan. Dari hari Kamis, Ibu mengeluh meriang, badan menggigil, tanpa demam. Ketika video call, Ibu terlihat menggunakan bed cover dan jilbab. Saya tertawa. Sejak muda, Ibu memang sering menggigil tanpa sebab, bisa di siang hari, malam, atau pagi hari. Makanya, saya sudah tidak heran. Ibu juga mengaku batuk dan pilek. Ah, ini masuk angin biasa, pikirnya.
Ketika sakit, Ibu masih memasak untuk dimakan berdua dengan adik. Namun, mereka sudah menjaga jarak. Dan Ibu juga berdiam di kamar, keluar kamar hanya ke kamar mandi, masak, makan, dan nonton Ikatan Cinta, itu pun memakai masker.
Saya yakin, gejala ringan yang Ibu alami akibat bantuan antibodi dari vaksin CoronaVac. Ibu sudah dapat dosis kedua vaksin Tiongkok itu di akhir Mei. Mungkin ketika terserang Covid, antibodi beliau sedang kuat-kuatnya. Sekitar tiga-empat hari menjalani isoman, Ibu juga tidak mengeluhkan apa-apa, batuk berkurang, hidung tidak mampet lagi, hanya anosmia yang masih menyerang.
ADVERTISEMENT
Adik saya juga sudah divaksin Astra Zeneca sekitar satu minggu sebelum ibu sakit. Walau baru satu dosis, saya yakin vaksin Inggris itu juga telah melindunginya.
Kami sungguh bersyukur. Usaha Ibu dan adik menggunakan masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, mencuci tangan, dan mendapatkan vaksin tidak sia-sia. Walau tidak 100 persen terlindungi, tapi paling tidak, Ibu tidak menderita sakit terlalu lama.
Kini Ibu sudah selesai isoman. Gejala sudah hilang, indera penciuman berangsur-angsur pulih. Ibu pun sudah mulai masak lagi, dan malam ini bisa nonton Ikatan Cinta lagi di televisi.