Kerumunan Pemakaman Habib Hasan Assegaf, Apakah Melanggar Hukum?

DNT LAWYERS
DNT is an Indonesian commercial litigation law firm, presenting a varied worldwide legal service to all business level all around the country.
Konten dari Pengguna
29 Desember 2020 19:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari DNT LAWYERS tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ribuan pelayat antarkan Habib Hasan Assegaf ke liang lahat. Foto: Jatimnow
zoom-in-whitePerbesar
Ribuan pelayat antarkan Habib Hasan Assegaf ke liang lahat. Foto: Jatimnow
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kasus positif COVID-19 di Jawa Timur kabarnya mengalami kenaikan hingga 100% di bulan Desember ini. Lonjakan yang sangat tinggi nyatanya tidak membuat masyarakat makin tertib menaati protokol kesehatan. Pasalnya, pada 28/12/2020 terjadi kerumunan yang begitu besar menghadiri prosesi pemakaman tokoh agama Habib Hasan Bin Muhammad Bin Hud Assegaf di Masjid Jami Al-Anwar, Alun-alun Kota Pasuruan. Berkaca pada kasus HRS yang juga menimbulkan kerumunan, secara hukum siapakah yang dapat dimintakan pertanggungjawaban dalam kasus ini?
ADVERTISEMENT
Penting untuk diperhatikan adalah saat ini kita masih dalam masa pandemi COVID-19. Meski Provinsi Jawa Timur tidak memberlakukan PSBB, Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 53 Tahun 2020 tentang Penerapan Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 (“Pergub Jatim No. 53 Tahun 2020”) tetap berlaku. Pasal 5 Pergub tersebut mengatur bentuk dari penerapan protokol Kesehatan yang wajib diterapkan oleh perorangan yaitu menggunakan masker, mencuci tangan, pembatasan interaksi fisik, dan peningkatan daya tahan tubuh. Atas pelanggaran protokol kesehatan tersebut, Pasal 9 Pergub Jatim No. 53 Tahun 2020 memberikan ancaman sanksi berupa teguran lisan, pelaksanaan paksaan pemerintah, kerja sosial, atau denda administratif sebesar Rp 250.000.00.
Jika dikaitkan dengan kerumunan dalam prosesi pemakaman ini, maka meski dinyatakan bahwa kerumunan yang datang menggunakan masker, pembatasan interaksi fisik tidak dimungkinkan, sehingga pelanggaran protokol kesehatan tidak dapat dihindari. Adapun, yang dapat dimintakan pertanggungjawaban dalam kasus ini adalah setiap orang yang datang dan berkontribusi menciptakan kerumunan. Sebab, tidak ada penyelenggara resmi “acara pemakaman” Habib Hassan tersebut. Dengan demikian mereka dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan dalam Pasal 9 Pergub Jatim No. 53 Tahun 2020. Lain halnya dengan kasus HRS, kerumunan dipicu oleh acara yang diselenggarakan oleh HRS di Jakarta yang pada saat itu sedang dalam masa PSBB Transisi. Atas kerumunan tersebut HRS dijerat dengan ketentuan dalam Pasal 93 UU No.6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan Kesehatan), Pasal 160 KUHP (penghasutan melakukan tindak pidana) dan Pasal 216 KUHP (menghalang-halangi petugas). Atas pelanggaran pasal-pasal tersebut HRS sebagai penanggung jawab acara dimintakan pertanggungjawaban.
ADVERTISEMENT
Dapat disimpulkan bahwa kasus ini berbeda dengan kasus HRS meski sama-sama menimbulkan kerumunan karena terdapat perbedaan ketentuan yang dilanggar. Pertanggungjawaban hukum dalam kasus ini ada pada setiap orang yang datang, sebab tidak ada penanggung jawab resmi acara pemakaman Habib Hassan tersebut untuk dapat dimintakan pertanggungjawaban.
Artikel hukum ini ditulis oleh Nurul Hasanah, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Intern Student di DNT Lawyers. Bila anda ingin berkonsultasi lebih lanjut terkait persoalan hukum lainnya, segera hubungi kami di (021) 6329-683 atau email: [email protected] atau datang ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers. (www.dntlawyers.com).