Resep Ratusan Tahun, Bekamal Alternatif Olahan Daging Kurban Ala Suku Osing

Dompet Dhuafa
Dompet Dhuafa Republika adalah lembaga nirlaba milik masyarakat indonesia yang berkhidmat mengangkat harkat sosial kemanusiaan kaum dhuafa
Konten dari Pengguna
22 Juni 2024 0:11 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dompet Dhuafa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Olahan bekamal sebelum disajikan, harus melalui fermentasi terlebih dahulu, mulai dengan menaburkan garam hingga pengeringan, tidak cukup seharian, proses ini butuh waktu berhari-hari bahkan bisa berbulan-bulan dalam prosesnya. Berlokasi di Dusun Tamansuruh, Banyuwangi, (Kamis, 20/06)
zoom-in-whitePerbesar
Olahan bekamal sebelum disajikan, harus melalui fermentasi terlebih dahulu, mulai dengan menaburkan garam hingga pengeringan, tidak cukup seharian, proses ini butuh waktu berhari-hari bahkan bisa berbulan-bulan dalam prosesnya. Berlokasi di Dusun Tamansuruh, Banyuwangi, (Kamis, 20/06)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
BANYUWANGI, JAWA TIMUR– - –– Desa Tamansuruh, juga terdapat pelestarian kuliner yang sudah sangat lama dari ratusan tahun. Kuliner tersebut bersama Bekamal, bekamal merupakan fermentasi daging yang disimpan dalam gerabah dengan sistem penggaraman sehingga awet hingga tahunan. Bekamal sendiri bagian dari pengawetan daging yang kala itu belum ada kulkas, sehingga daging bisa dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama.
ADVERTISEMENT
“Aroma bekamal memang kurang sedap bila 2-3 hari, namun bila sudah berminggu-minggu aroma tidak sedap sudah tidak muncul lagi. Penggunaan garam, gula dan asam menjadi proses pengawetan sangat sempurna. Beraroma asam menjadi aroma khas bekamal saat proses pengawetan berjalan”, ujar Andiyah (50) salah satu Suku Osing yang tinggal di Desa Tamansuruh saat ditemui pada (Kamis, 20/06).
“Dulu adanya kurban dan kami ingin menyimpan daging dalam jangka waktu lama, maka kami harus mengawetkan. Hal itu dikarenakan dulu kesulitan kami dalam mendapatkan daging. Maka itu pengawetan menjadi cara terbaik dalam pengelolaan daging, agar daging dapat di konsumsi meski sudah lama tersimpan,” tambah Andiyah.
Proses pengawetan dengan aroma khas menjadi kunci bekamal. Di jemur di teriknya matahari, lalu disimpan kembali di dalam gerabah kedap udara, begitu terus berulang-ulang hingga aroma busuk dari pengawetan berkurang. Lalu baru bisa dimasak dengan cara ditumis, minyak sedikit, bawang merah dan putih serta irisan cabe menambah rasa tumis daging bekamal tersebut. Selain dimasak dengan ditumis bekamal bisa dimasak dengan cara diberikan bumbu kecap dan bumbu olahan dari kunyit, bawang, hingga sereh sehingga menyerupai semur. Di Suku Osing menyebutnya cemek-cemek.
Proses Bekamal daging yang sudah difermentasikan lalu dimasak dengan tungku kayu sehingga kematangannya sangat sempurna.
“Inilah khasnya bekamal, banyak orang tidak suka karena baunya saat proses pengawetan, namun ketika sudah menjadi masakan kelezatan terjamin,” pungkas Andiyah.
ADVERTISEMENT
Menu olahan Bekamal, selayaknya menjadi prioritas utama dalam pelestarian bagi generasi muda saat ini. Hal ini agar terus menerus terjaga menu olahan makanan dari Suku Osing.
Meski ini daging sudah mudah ditemui, dan generasi saat ini sudah paham akan pengawetan daging yang sempurna, dengan memasukannya di kulkas. Namun bekamal menjadi ciri khas sendiri, dengan aroma yang sudah hadir dari ratusan tahun. Suku using percaya bahwa bekamal menjadi masakan terlezat yang diolah secara tradisional tanpa adanya bahan pengawet kimia.
Selain kuliner, terdapat Serambi Budaya yang digagas oleh Dompet Dhuafa bersama masyarakat Suku Osing di Desa Tamansuruh ini dapat menjadi stimulus serta motivasi bagi masyarakat Indonesia untuk mencintai budaya asli negeri. Berlokasi di Desa Tamansuruh sebagai Serambi Budaya sangatlah tepat, mengingat desa yang terletak di kawasan kaki Gunung Ijen ini sangat kaya akan etnik budaya seperti Mocoan Lontar Yusuf, Burdah, Kuntulan, Pencak Sumping dan seni budaya lainnya.
ADVERTISEMENT
Di wilayah Kabupaten Banyuwangi sendiri banyak memiliki destinasi wisata budaya yang cukup banyak dengan berbagai macam potensi seni. Selain itu, Desa Tamansuruh telah beradaptasi dengan akulturasi perpaduan antara kalangan orangtua dan kaum milenial yang sadar untuk melestarikan juga memberikan pendidikan dan pengajaran tentang tradisi pendahulunya. Para masyarakat kelompok milenial Desa Tamansuruh pun sadar bahwa tradisi terdahulu harus tetap dijaga dan dilestarikan.
Ada 6 (enam) desa yang diangkat dan dipilih sebagai lokasi Serambi Budaya Dompet Dhuafa. Enam desa ini dipilih karena potensi budayanya yang unik dan mampu berkembang, namun juga berpotensi mati jika tidak lestari. Keenam desa ini tersebar di seluruh belahan-belahan Nusantara yaitu di Maluku, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, dan Banyuwangi, Jawa Timur. Namun Dompet Dhuafa akan terus mengembangkan Serambi Budaya ini hingga kelak setiap budaya yang ada di Nusantara ini menjadi kebanggaan seluruh masyarakat Indonesia. (DD)*
ADVERTISEMENT