Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
Konten dari Pengguna
Denmark Mengajari Saya Kemanusiaan
28 Juli 2018 4:02 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
Tulisan dari Donna IF tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Foto: Masyarakat Denmark pada perayaan salah satu hari besar (koleksi pribadi)
ADVERTISEMENT
Sebagai “penulis” baru, atau lebih tepatnya dadakan di dunia kumparan, saya beruntung bisa mendapat kelas super kilat oleh beberapa penulis betulan. Salah seorang guru mengajarkan untuk tidak sekali-kali menggunakan kata “saya” sewaktu menulis karena akan menciptakan jarak yang besar antara pembaca dan tulisan. Pembaca akan berpikir “ya itu kan elo, bukan gue,” sehingga enggan untuk membaca lebih lanjut.
Akan tetapi, seorang guru yang lain berkata "menulislah dari hati.” Maka itulah yang akan saya lakukan kali ini.
Saya akan menulis tentang pengalaman pribadi. Tulisan ini adalah cerita yang amat personal bagi saya, tentang bagaimana menetap di sebuah negara lain yang sangat berbeda dengan Indonesia memberi saya pelajaran berharga. Negara itu adalah Denmark, yang konon termasuk negara yang paling bahagia, juga terendah tingkat korupsinya.
ADVERTISEMENT
Perjalanan karier membawa saya tinggal di Denmark selama kurang lebih tiga tahun, dari tahun 2014 hingga 2017. Denmark berpenduduk kurang dari enam juta orang saja. Namun dari masyarakat yang kecil itu, ternyata besar pelajaran yang bisa diambil, salah satunya tentang nilai-nilai kemanusiaan.
Memanusiakan manusia
Di Denmark, kesetaraan sosial begitu nyata. Bukan berarti seluruh masyarakatnya berada pada tingkat sosial-ekonomi yang sama. Tentunya ada orang-orang yang memiliki kekayaan di atas rata-rata, begitu pula yang berada di bawah garis kemiskinan. Tetapi berkat sistem kesejahteraan sosial yang sudah terbangun dengan baik, kesenjangan di tengah-tengah masyarakat Denmark tidak sebesar yang tampak di negara lain, misalnya Indonesia.
Tidak sebatas itu, kesetaraan sosial juga betul-betul tercermin dalam perilaku masyarakatnya. Mereka memperlakukan orang lain semata-mata sebagai sesama manusia, tidak membeda-bedakan berdasarkan status sosial. Orang-orang berdasi akan dilayani di restoran sama baiknya dengan orang-orang yang mengenakan baju teknisi dengan bercak noda di mana-mana.
ADVERTISEMENT
Bisa dikatakan tidak ada profesi yang dipandang sebelah mata di Denmark. Semua profesi sama pentingnya, dan sama pula derajatnya. Pola hubungan antara direktur dan pegawai, hingga petugas kebersihan di kantor-kantor pun setara. Tidak tampak ada yang merasa lebih tinggi atau lebih rendah daripada yang lainnya.
Manusia dinilai dari kontribusinya terhadap masyarakat, bukan jenama tas yang dijinjingnya, tinggi-rendah kedudukannya, apalagi jabatan orang tuanya. Tentu saja r atu dan keluarga kerajaan sangat dihormati di sana. Tapi menurut seorang teman asal Denmark yang saya tanyai, rasa hormat itu tidak lepas dari peran dan kontribusi keluarga kerajaan selama ini kepada negara dan rakyatnya.
Tidak mudah menghakimi
Kebebasan berekspresi adalah salah satu prinsip dasar masyarakat Denmark yang tidak bisa ditawar-tawar. Berbeda pendapat dengan sekelompok orang adalah hal yang wajar, dan tidak akan membuat seseorang diberikan label tertentu.
ADVERTISEMENT
Seringkali saya menjumpai orang berpenampilan aneh di publik, namun tidak ada di sekelilingnya yang memelototi atau berbisik-bisik sambil tertawa. Berpakaian sangat sederhana di mal juga tidak membuat seseorang mendapatkan pandangan yang menghina atau meremehkan.
Sikap yang tak mudah menghakimi ini bukan cuma disebabkan oleh prinsip kebebasan, melainkan juga didorong oleh rasa empati yang besar. Masyarakat Denmark pada umumnya sudah mafhum dan mengimani betul bahwa setiap orang punya cara pandang dan gayanya sendiri. Perspektif manusia adalah hal yang sangat personal, yang terbentuk oleh pengalaman hidup masing-masing sejak kecil hingga dewasa. Oleh karena itu, mereka cenderung untuk mencoba memahami ketimbang menghakimi.

Gambar dibuat dengan aplikasi Canva
Pindah ke suatu tempat baru dapat memperkaya wacana, memperluas sudut pandang, dan bahkan mengubah diri kita. Tentu, pengalaman masing-masing orang akan berbeda satu sama lain, meskipun ada di tempat yang sama.
ADVERTISEMENT
Beberapa tahun di Denmark, saya mendapatkan kesempatan untuk melakukan perjalanan ke tempat-tempat baru. Namun, yang paling berkesan adalah justru perjalanan ke dalam diri sendiri, menemukan dan mengasah sisi-sisi yang selama ini tersembunyi.