Gelut dengan Dukun (Part 2)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
2 November 2020 20:16 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi dukun, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dukun, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
Anak pertama ayah ini atau kakaknya Arya bernama Gagas. Aku senang dan bersyukur atas kehadirannya karena selain baik, Gagas juga bisa meringankan bebanku malam ini. Gagas mulai mengetahui dan menyadari dirinya mampu dalam hal ilmu gaib sejak kasus ayahnya yang sakit kepala terus menerus.
ADVERTISEMENT
Pada saat itu Gagas mulai melihat melalui mata batinnya, betapa kagetnya dia dilihat sosok mirip seperti tuyul yang menempel di kepala si ayah, akhirnya pas dzikir bareng, tiba-tiba dia bisa meraga sukma, dan bantuin si ayah untuk melawan tuyul itu.
Kembali ke malam ini, Gagas sudah mendekatiku seolah paham jika aku memerlukan bantuannya dalam kasus yang lumayan kompleks ini. Gagas mulai melihat kondisi gaibnya dengan meminta bimbingan dariku.
"Hayu a kita mulai, bismillah yah a bimbing Gagas juga supaya enggak nyasar penglihatannya," kata Gagas.
"Siap dong pasti, kita mesti kompak Gas," ucapku sambil memberi semangat kepada Gagas.
"Ayah, Gagas, siap?,”
“Siap pak haji,”
Sebenarnya seperti hasil penerawanganku sebelum berangkat ke rumah Arya ini, aku melihat sosok mahluk yang mengganggu dan menggerogoti kaki ayah adalah sejenis mirip ulat kayu yang sebesar jempol kaki orang dewasa.
ADVERTISEMENT
Mahluk tersebut menggigit urat yang ada di dalam kaki si ayah, awalnya hanya kanan, terus pindah ke kiri, terus dua duanya, dan jumat kemarin yang kanan sembuh namun yang kiri semakinsakit.
Jenis mahluk seperti ini sangat berbahaya jika dibiarkan karena akan berdampak kepada penyakit medis lainnya seperti asam urat, lumpuh bahkan bisa juga diabetes.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/amaaisan]
Karena melihat kondisi tersebut, hingga ayah juga mulai menyerah dan pasrah tanpa arah, aku turut emosi sekaligus iba karena pada kasus-kasus sebelumnya ayah Arya ini tipikal orang yang sangat kuat dan tegar. Dalam situasi inilah dalam pikiranku terbesit untuk merusak dan menghancurkan sukma dari si dukun tersebut.
Akhirnya lampu di ruangan tersebut dimatikan, lantunan dzikir mulai terdengar sayup-sayup dari penonton jadi posisi nya begini, ayah sebagai pemancar signal, karena pelacak sudah aku tempelkan ke badan beliau untuk tau lokasi dukun dari gaib yang dia kirim.
ADVERTISEMENT
Gagas sebagai tukang pukul yang bakal eksekusi mukulin sukmanya. Di sini aku hanya sebagai kang doa saja yang menyuport semua urusan para pemain inti supaya tidak keluar koridor dan stay di tribun hingga pertandingan selesai.
Posisi Gagas dan ayah membelakangiku, dan aku memegang masing-masing punggung keduanya. Gagas di kiri, ayah di kanan dan telapak tanganku menempel pada punggung masing-masingnya.
Hingga 1... 2 dan 3 laillahaillallah!, turunlah kita di pinggir pantai. Akhirnya aku dan Gagas tiba di pesisir pantai. Semula aku tak paham ini di mana karena sangat gelap sekali, namun suara ombak seolah menjadi sinyal bahwa aku dan Gagas sedang berada di salah satu pantai.
Ilustrasi pantai, dok: pixabay
Tak lama setelah kami mendarat di pantai tersebut, ternyata kami disambut "hangat" oleh sesosok jin hitam yang dilihat dari tinggi dan besarnya ini jelas-jelas bukan dari golongan manusia.
ADVERTISEMENT
Namun ternyata mataku salah melihat, bukan soal sosoknya tapi soal jumlahnya. Semula kumengira sosok tersebut hanya satu ternyata ada ribuan sosok hitam dengan posisi kuda-kuda yang siap menyerang kami.
Saat mendarat ternyata si Gagas menapakan kakinya di pantai sedangkan aku posisinya melayang, otomatis yang pertama diserang oleh ribuan sosok hitam tersebut adalah si Gagas. Saat itu aku enggak tahu kenapa malah sedikit senyum karena aku lupa enggak brifing di awal kalo kita bakal diserang.
Setelah beberapa menit Gagas melakukan pertarungan, aku sempatkan melatih ketangkasannya supaya ilmu Gagas meningkat. Namun, itu tidak bertahan lama dan Gagas menunjukkan kewalahannya, hingga aku memutuskan meminjamkan sebuah pusaka peninggalan salah satu tokoh nasional.
Sebuah pedang nan gagah dan tajam kulemparkan ke Gagas supaya ia mampu menebas ribuan mahluk itu.
ADVERTISEMENT
"Gas, nih tangkep senjatanya bismillah pakenya!," teriakku.
"Lah lu punya senjata ini a, sue baru bilang pas gue kewalahan!," ucap Gagas sedikit kesal karena di saat seperti ini aku masih sempat mempermainkannya.
Gagas bertarung hampir 30 menitan dan yang membuatku aneh adalah sosok tersebut tidak habis-habis. Fiks, sepertinya mahluk ini bukan ribuan melainkan jutaan. Akhirnya aku menarik Gagas untuk kembali pulang untuk menyusun kembali strategi yang efisien dan efektif enggak menguras banyak tenaga.
“Ini dukun pake halimun gaib, jadi susah ditembus, sebentar gue cabut dulu, sekalian nanti gue minjem naganya eyang Jaga Raksa buat bantuin lu mantek jin dan dukun nya," ucapku ke Gagas.
“Yah, pinjem sukmanya buat dampingin Gagas oke,"
ADVERTISEMENT
"Oke pake aja a bismillah,”
"Sip, bismillah, kita mulai lagi! laillahaillallah!," turunlah kita di pantai yang sama dan langsung melesat ke hutan yang ga begitu dalam.
Bersambung...