Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Teror Hantu Cabul: Kepergian Suamiku (Part 1)
25 November 2021 20:38 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Teror hantu cabul, begitulah yang dialami Fifi (nama samaran) seorang istri muda dari Andi (nama samaran) yang merupakan seorang pelaut sejak 5 tahun lalu. Fifi dan Andi menikah pada tahun 2015 dan sebelum melangsungkan pernikahan, mereka berdua sudah berkomitmen untuk menerima apa adanya karena cintanya kedua sejoli inilah mereka mampu bertahan hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Meski cinta mereka sangan besar, namun tak membuat rumah tangganya baik-baik saja, mereka harus dibenturkan dengan sebuah musibah yang sangat tak masuk akal. Pikir mereka, jika ujian rumah tangga datang dari orang lain, mungkin mereka sudah kuat menghadapinya, tapi ini kisah berbeda.
Ujian rumah tangga Andi dan Fifi terjadi sejak tahun pertama pernikahan, pada saat itu Fifi yang baru sebulan berstatus istri Andi harus rela ditinggal oleh sang suami berlayar ke negeri orang untuk waktu 6 bulan. Pikir Fifi saat itu yang masih dalam romansa pernikahan sangat ingin sekali ikut berlayar bersama suami, namun apa daya, aturan di kapal tersebut tidak memperbolehkan membawa sanak keluarga karena resikonya yang sangat tinggi.
ADVERTISEMENT
Mereka berdua tinggal di kontrakan yang minimalis karena mereka berpikir untuk mandiri dan jangan merepotkan orangtua mereka.
"Yang, aku berangkat yah, kamu jaga diri di sini, berbaur sama tetangga kontrakan biar kalo ada apa-apa enggak canggung," ucap Andi sambil memeluk sang istri tercintanya.
"Kamu enggak bisa sebulan aja sayang berlayarnya? 6 bulan lama banget loh yang," pinta Fifi sambil meneteskan air mata.
Andi yang memegang kedua pundak istrinya tersebut menatap tajam sambil berkata "Sayang, doakan aku agar baik-baik saja, dan kita harus yakin bahwa ini adalah jalan terbaik karena kita sudah menyepakati konsekuensinya," ucap Andi tegas layaknya seorang pelaut.
Fifi hanya tertegun dan mengusap air matanya sambil tersenyum dan merelakan suaminya untuk pergi mencari nafkan dan memenuhi kewajiban negara.
ADVERTISEMENT
5 September 2015, pukul 17.10 WIB Andi pergi menuju dermaga yang akan bertolak ke pelayaran selanjutnya tentu saja diiringi lambaian tangan dari sang istri.
Hari-hari biasa Fifi lalui seperti sedia kala, hanya saja kini ia harus beraktifitas tanpa suaminya dan hanya menanti notifikasi whatsapp dari Andi. Pada hari ketiga ketika selepas adzan magrib, Fifi dikagetkan dengan ketukan tanpa salam dari luar.
Mendengar suara tersebut, Fifi pun mengintip dari jendelanya untuk melihat siapa orang yang tak beretika dan berani mengganggu pada jam yang dianggap tak sopan untuk bertamu ini. Namun, prasangkanya tersebut buyar ketika ia melihat ternyata pelakunya adalah suaminya sendiri, Andi.
"Mas, kamu kok pulang? kangen aku yah kamu?" Sambut bahagia Fifi.
ADVERTISEMENT
"Aku ngajui kerja di pelabuhan aja enggak berlayar yang jadi bisa ketemu kamu terus aku," jelas Andi sambil memeluk sang istri.
Merekapun tak berlama-lama di depan pintu karena memang pergantian waktu dari siang ke malam itu dianggap tak baik terutama bagi pasutri baru.
Andi yang sudah melepaskan sepatu dan pakaiannya, hanya memakai kaos dan celana dinasnya, ia menuju ruang tamu mini alakadarnya dan meminta segelas kopi hitam pahit pekat tanpa gula.
"Yang, aku minta buatkan kopi hitam pait yaah, airnya sedikit aja," pinta Andi.
"Tumben kamu mas minta kopi hitam pahit, biasanya cuma teh manis aja," jawab Fifi sedikit heran.
"Aku dikasih tahu kawanku kalo kopi hitam bisa bikin kuat di ranjang yang, cepat buatkan aku sudah tak tahan," pinta Andi sedikit memaksa.
ADVERTISEMENT
"Ohhh kamu niatnya itu toh, hahahah bisa aja alasan kamu mas," ucap Fifi sambil berjalan ke dapur.
Bersambung...