Konten dari Pengguna

Jangan Sembarangan Bermain 'Squid Game' di Jalur atau Pintu Kereta

Dwi Handriyani
Pranata Humas Ahli Muda di Kementerian Kesehatan. Suka berwisata kuliner. Gemar mengamati dan berinteraksi di lingkungan sekitar.
2 November 2021 13:50 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dwi Handriyani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Foto: Menerobos Jalur/Pintu Kereta. Sumber: Kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Foto: Menerobos Jalur/Pintu Kereta. Sumber: Kumparan.com
ADVERTISEMENT
Alhamdulillah, ibu kota negara Indonesia semakin baik pengendalian COVID-19 di wilayahnya. Yups, PPKM di Jakarta kini berada pada level 1. Tak heran kondisi lalu-lintas mulai tampak ramai lagi. Bagi saya yang bertempat tinggal melewati jalur rel kereta listrik (KRL), melihat kemacetan panjang yang mulai terjadi di jam-jam sibuk karena adanya buka-tutup palang pintu kereta, berarti roda kehidupan kembali berputar normal.
ADVERTISEMENT
Frekuensi KRL melintas di pagi dan sore hari yang semakin sering, ditambah banyaknya kendaraan yang memadati jalan raya, di saat itulah saya seperti merasakan bermain squid game. KRL itu ibarat boneka raksasa yang dapat mematikan para pelanggar aturan di dalam melakukan squid game. Para penerobos pintu/jalur kereta api yang sembarangan menyebrang, bersiap-siaplah untuk "dihilangkan".
Ilustrasi Foto : Boneka Squid Game bisa mematikan pelanggar aturan. Sumber: Kumparan.com
Saya sendiri pernah mengalami peristiwa menegangkan, kemacetan di sekitar pintu kereta itu seperti malapetaka. Pernah di tahun 2019, abang ojek online memaksa menerobos pintu kereta yang hampir ditutup, ketika mengantarkan saya pulang kerja. Kami pun hampir terjatuh dengan jalanan licin sehabis hujan deras dan sewaktu menerobos, ban motor terselip di antara rel kereta api dan jalan. Di depan kami masih ada kendaraan yang berdesakan ingin segera melewati pintu kereta. Alhamdulillah-nya, KRL masih cukup jauh, meski jantung ini rasanya mau copot.
ADVERTISEMENT
Namun, sudah banyak cerita kecelakaan yang terjadi di pintu kereta di jalur antara Stasiun Pasar Minggu Baru-Pasar Minggu. Sebagaimana yang dialami teman pengajian kakak saya yang orang tuanya luka parah dan meninggal dunia terseret KRL. Kejadian itu terjadi ketika sore hari dan macet di pintu kereta. Motor orang tua teman pengajian terdesak karena motor-motor lain memaksa untuk segera menerobos pintu kereta, sedangkan di depan masih berdesakan motor dan mobil untuk keluar dari pintu kereta. KRL semakin mendekat, dan buuumm, motor tidak bisa menghindar dari kereta yang melintas.
Ilustrasi Tabrakan di Jalur Kereta Api. Sumber: Kumparan.com
Kondisi pengendara yang tidak bersabar di situasi jam sibuk KRL dan jalan raya melengkapi penderitaan bagi para petugas penjaga pintu perlintasan kereta. Para petugas tersebut mengatur lalu-lintas sekitar pintu kereta dan memperingati para pengendara agar tidak tergesa-gesa melaluinya. Terlebih lagi palang pintu sudah menutup, namun masih ada celah untuk dilintasi orang maupun motor/sepeda.
ADVERTISEMENT
Padahal dengan jelas UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angutan Jalan (LLAJ) melarang dan memberikan sanksi tegas bagi para pelintas pintu kereta saat sudah tertutup. Di dalam pasal 296 berbunyi bahwa, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor pada perlintasan antara kereta api dan jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
Sementara itu, pasal 114 juga menyebutkan bahwa pada perlintasan sebidang antara jalur KA dan jalan, pengemudi wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi dan palang pintu KA sudah mulai ditutup, serta wajib mendahulukan kereta api. Namun, apalah arti sebuah aturan hukum bagi para pelanggar, hingga mereka merasakan sendiri "dicium" kereta api/KRL. Gregetan, itulah yang saya rasakan ketika melihat situasi kemacetan di pintu perlintasan kereta.
ADVERTISEMENT
Belum lagi, permasalahan pintu kereta liar yang dibuat oknum warga agar tidak perlu memutar jalan yang jauh untuk melewati pintu kereta resmi maupun jalan layang/jalan lintang bawah yang dilalui jalur kereta api/KRL. Tengok saja di sekitar jalur rel antara Stasiun Tebet-Cawang, ada pintu kereta liar untuk motor/sepeda atau orang untuk melintas. Ataupun di sekitar rel KRL antara Stasiun Depok - Citayam, pintu kereta liar bahkan bisa dilewati mobil. Adapula oknum masyarakat yang memotong besi pagar pembatas jalur kereta api sehingga orang-orang bisa mudah menyebrangi rel kereta.
Selain, memperbanyak menutup pintu perlintasan kereta, barangkali PT KAI, alih-alih menyosialisasikan UU ataupun peraturan lainnya yang melarang atau memberikan sanksi bagi penerobos pintu/jalur kereta, bisa pula membuat pagar listrik dengan tegangan kecil di sepanjang jalur kereta. Dengan kejutan listrik kecil yang dapat membuat orang seperti digigit semut besar, siapa tahu bisa memberi efek jera. Daripada membahas aturan hukum yang belum terlihat langsung sanksi tegas kepada pelanggar, maka pagar berlistrik menjadi terobosan yang langsung memberikan sanksi fisik bagi pelanggar jalur kereta api/KRL.
ADVERTISEMENT
Pagar listrik bertegangan kecil paling tidak bisa memberikan pelajaran bagi oknum penerobos agar tidak merusak sarana-prasarana umum. Aturan main dalam squid game jalur perkeretaapian juga perlu memberikan hukuman setimpal yang terjadi pada saat itu juga bagi para penerobos. Disiplin melintasi jalur/pintu kereta api dan mematuhi rambu-rambunya merupakan kunci untuk mencegah kecelakaan di lintasan/pintu kereta api.