Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
15 Ramadhan 1446 HSabtu, 15 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Semiotika Makanan: Menelaah Fermentasi sebagai Kekayaan Gastronomi Nusantara
13 Maret 2025 10:37 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Benediktus Edi Woda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Makanan tidak hanya berkaitan dengan gizi. Makanan berkaitan dengan cara hidup, sarana komunikasi dan identitas budaya. Pada masyarakat modern makanan dilihat sebagai sistem tanda. Sehingga menarik untuk melihat bagaimana makanan menunjukkan jati diri dan identitas suatu masyarakat. Gastronomi merupakan studi, apresiasi atau seni terhadap makanan sebab dalam makanan terkandung aspek filosofi hingga sosial budaya.

Dewasa ini makanan olahan dilihat sebagai tanda modernitas. Sementara makanan alami dilihat sebagai yang tradisional dan otentik. Roland Barthes seorang filsuf semiotik Prancis menunjukkan bahwa makanan dikomodifikasi nilai simboliknya agar lebih ditingkatkan dari pada sekadar nutrisi. Semiotika melihat makna dan simbol yang terkandung dalam makanan. Dalam semiotika terdapat makna denotatif dan konotatif. Misalnya makna denotatif ikan mas dengan bumbu yang khas, sebagai makna konotatif ikan mas dilihat sebagai makna kemakmuran dan kebahagiaan. Makanan yang disajikan dan disantap adalah salah satu bentuk komunikasi non-verbal. Kajian semiotika terhadap makanan mencakup kuliner adat, makanan khusus (elite) dan makanan sehari-hari. Semiotika makanan melihat makanan sebagai tanda budaya dan alat komunikasi yang kaya makna.
ADVERTISEMENT
Prancis Sebagai Kota Gastronomi Dunia
Bagi orang Prancis, roti bukan hanya tentang makanan tetapi melambangkan kebangsaan dan tradisi. Dalam roti terkandung nilai sosial dan budaya. Makanan yang disajikan dan yang dimakan terkandung ideologi atau konsep pemahaman tentang cara hidup masyarakat tertentu. Pola konsumsi terhadap makanan dapat menunjukkan kelas sosial, situasi ekonomi dan politik. Gastronomi membentuk identitas budaya, ekonomi, dan pengalaman sosial.
Prancis merupakan Ibu Kota gastronomi dunia. Sebagai pusat gastronomi masyarakat Prancis sangat menjunjung tinggi makanan. Prancis memiliki sejarah kuliner yang kaya. Hal ini karena teknik pengolahan makanan yang kaya akan sejarah, banyak memiliki manfaat kesehatan dan terdapat kompleksitas rasa. Ada beberapa makanan favorit di Prancis antara lain: keju, roti sourdough (pain au levain), anggur/campagne, sauerkraut (choucroute), dan poutarque. Makanan-makanan ini merupakan hasil dari proses fermentasi.
ADVERTISEMENT
Seni memasak tingkat tinggi di Prancis dikenal dengan haute cuisine, yaitu suatu cara memasak untuk masyarakat kelas atas. Dalam rangka mendukung perkembangan dan kemajuan gastronomi dunia Prancis memiliki sekolah kuliner legendaris, yaitu Le Cordon Bleu. Sekolah yang melatih koki di seluruh dunia. Tambahan pula Prancis memiliki makanan ikonik seperti croissant, escargot, coq au fin, foie grass serta berbagai keju serta anggur terbaik. Karena itu Prancis menjadi kiblat kuliner bagi chef dan pecinta makanan global.
Menariknya bahwa Prancis memiliki beberapa restoran berbintang Michelin. Bintang Michelin adalah standar tertinggi dalam dunia gastronomi. Hal ini dapat dilihat dari kualitas makanan, teknik memasak, kreativitas dan pengalaman bersantap. Restoran yang dilabeli Bintang Michelin adalah penghargaan pertisiun di bidang kuliner. Restoran berbintang Michelin terbanyak terdapat di Prancis termasuk di kota Paris, Lyon, dan Bordeux. Puncak kesuksesan seorang koki adalah ketika restorannya mendapat bintang Michelin.
ADVERTISEMENT
Fermentasi Lokal Indonesia
Fermentasi merupakan proses menghasilkan makanan dengan meningkatkan kandungan gizi, meningkatkan nilai produk berdasarkan penampilan dan rasa, serta menghasilkan produk yang lebih aman untuk dikonsumsi dan memperpanjang masa simpan. Proses fermentasi dapat dilakukan secara alami maupun menggunakan starter, seperti yogurt. Makanan fermentasi dibuat dengan menambahkan mikroorganisme atau enzim sehingga mengalami perubahan biokimia.
Tidak hanya di Prancis Indonesia juga kaya akan varian makanan dari hasil fermentasi. Sebut saja hasil fermentasi kedelai seperti tempe, tahu sumedang, dan oncom. Hasil fermentasi sayur dan buah ada asinan atau manisan Betawi, sayur lema khas Bengkulu dan tempoyak dari durian. Hasil fermentasi susu ada dadih (Khas Sumatera Barat, dari susu kerbau). Hasil fermentasi ikan dan daging ada bekasam, cincalok, dan rusip. Singkong, beras dan ubi yang difermentasi akan menjadi tape, brem dan tape ketan. Indonesia juga memiliki minuman tradisional hasil fermentasi seperti tuak, lahang, ciu, dan sopi.
ADVERTISEMENT
Meskipun demikian ragam pangan hasil fermentasi di Indonesia belum begitu popular seperti makanan hasil fermentasi di Prancis. Hal ini karena proses produksi makanan hasil fermentasi hanya dilakukan dalam skala kecil dan belum berkembang menjadi industri. Sementara itu ketersediaan bahan baku yang yang berkelanjutan dari sisi kuantitas dan kualitas menjadi catatan dalam proses peningkatan produksi hasil fermentasi. Hal yang juga menjadi tantangan dalam peningkatan dan pengembangan hasil fermentasi adalah kurangnya promosi dan edukasi di Masyarakat. Makanan hasil fermentasi terkadang hanya diproduksi dan dikonsumsi di daerah tertentu dengan skala kecil dan hanya untuk konsumsi rumah tangga. Tambahan pula anggapan bahwa makanan fermentasi adalah makanan kuno, rendah, dan haram menjadi hambatan dalam pengembangan makanan jenis ini. Padahal sejatinya makanan hasil fermentasi ini adalah makanan dengan kandungan gizi yang tinggi dan dengan aroma dan rasa yang khas, baik untuk kesehatan serta bertahan untuk waktu simpan yang lama. Indonesia memiliki potensi makanan hasil dari proses fermentasi sebagai kekayaan gastronomi Nusantara. Makanan hasil fermentasi di Indonesia mengandung nilai filosofi, sosial, budaya dan identitas sosial. Oleh karena itu penting untuk mengembangkan makanan hasil fermentasi sebagai bahan pangan yang dicintai oleh seluruh masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Penulis:
Benediktus Edi Woda
Dosen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi dan Administrasi Bisnis Universitas Atma Jaya Jakarta